Chapter 8
Kusut***
"San! Dengerin gua dulu dong!" pintaku putus asa melihat Santi yang tak menyahuti ucapanku. Tanganku menahan lengannya, meski dia tak sudi untuk menatapku. "Sori. Oke, gua minta maaf, San. Sumpah! Gua gak nyuri start duluan. Gua —" aku berhenti bicara saat tangan kiri Santi terangkat di depanku.
"Cukup, Al!" ucapnya dingin. "Gua gak mau denger alesan lo lagi. Lo udah jelas-jelas nyuri start duluan. Lo mau ngeles gimana lagi? Oke fine, gua marahan soal cowok, tapi bukan itu yang gua marahin. Sikap lo yang gak sekawan." ucap Santi panjang dan menghentakkan tangannya yang membuat tanganku terhempas darinya. Aku menghela napas lelah. Santi sudah salah paham dengan semua yang terjadi kemarin. Sumpah. Aku gak maksud sedikit pun nyuri start dari perjanjian yang kita buat kemarin lalu itu.
"Al?" Aku menatap Aden yang memegang pundakku. "Kenapa lo? Ayo pulang!" lanjutnya dan menarik tanganku menuju sepeda motor vespanya. Aku hanya diam saja saat Aden memakaikan helm pink yang biasanya membuatku komat-kamit sampai rumah. "Ayo naik" suruhnya yang sudah siap mengendarai Bang Ve.
Aku segera naik ke boncengannya dan memeluk erat perutnya sembari menenggelamkan wajahku dari balik punggungnya yang memakai jaket hitam kulit kesukaannya. Pelan tanpa suara, aku terisak. Aku berani menangis saat jauh dari area sekolahan. Gengsi? Gak. Aku gak gengsi, tapi entah kenapa aku baru merasa bisa menangis jika jauh dari area sekolahan.
"Diem. Gak usah nangis." ucap Aden sembari memukul tanganku yang melingkar di pinggangnya. "Cengeng lo!"
"Gua kaga cengeng. Gua sedih aja. Sedih banget tau." sahutku sewot. Bukannya nenangin malah membuatku kesal.
"Mau es krim?"
"Gak." tolakku.
"Es cendol gimana?"
"Gak."
"Es bubur kacang ijo gimana?"
"Gua kaga mau, Den. Kaga usah nawarin gua deh." sewotku
"Es Oyennya Mas Kus gimana?" tawarnya lagi.
"Ehm, lo yang traktir 'kan?" tanyaku sambil menyusut ingusku dengan sapu tangannya yang aku ambil dari dalam saku jaketnya.
"Iya iya. Gua yang traktir." ucapnya yang tak ikhlas.
"Oke. Gua mau."
"Halah. Lo kalah ama Es Oyennya Mas Kus. Cemen lo! Iman lemah." ejeknya padaku dan aku hanya bisa mencebik kesal mendengarnya.
"Lagian lo kan yang nawarin." sahutku tak mau kalah.
"Kalo lo pulang-pulang nangis, yang ada gua yang kena sesi interogasi mama lo." sahutnya dan sepeda vespanya berhenti di pinggiran trotoar di mana Es Oyen Mas Kus berada. Aku mengikuti Aden yang melepas helm spongebobnya dan mencari duduk di depan gerobak Mas Kus. "Mas Kus, dua. Biasanya." pesan Aden yang meletakkan tasnya di atas meja dan menggesernya ke samping.
"Den." panggilku.
"Apa?"
"Entar malem beliin mie ayam dong." ucapku dan aku hanya nyengir saat tatapan garangnya tertuju padaku. "Nipis, Den. Bang Eno gak mau ngasih gua." lanjutku.
"Gua belum gajian."
"Gajian apa? Lo kerja part time?"
"Iya."
"Apaan?" tanyaku penasaran dan menggeser bokongku lebih deket padanya. "Apaan? Gua juga mau, Den."
"Mau tahu lo?" tanyanya balik dan aku mengangguk antusias.
KAMU SEDANG MEMBACA
Please Stay [FINISHED]
Teen FictionBagi Al, Aden adalah galaksinya yang begitu luas untuk dia arungi Bagi Al, Aden itu udara yang selalu dia butuhkan setiap hari Bagi Al, Aden itu narkotika yang selalu membuatnya kecanduan Al suka Aden yang sama-sama menyukai bintang Polaris Ini adal...