Chapter 20 : Penonton

422 26 3
                                    

Chapter 20
Penonton
***


Santi duduk di atas karpet kamarku, dia asik mencat kuku panjangnya sambil bersenandung ria. "Al,"

"Hm?"

"Gua kemaren diajak keluar sama Mas Herkules," bebernya.

"Kemana aja?"

"Ehm, lo tau enggak perasaan gua?" ada wajah sumringah Santi yang menghadapku.

"Enggak."

"Ihhh lo itu, ya." Santi mencubit lenganku, "sok penasaran gitu napa,"

"Enggak boleh bo'ong.. Kata mama itu dosa lho." satu pukulan tepat pada perutku. "Sakit!"

"Sok bilang kata mama segala." sungutnya.

"Bener kok."

"Lo itu..." kami berdua menatap pintu kamar yang terbuka dan satu makhluk muncul dari luar, Bang Eno.

"Ada apa, Bang?"

"Eh, Bang Eno! Dari restoran?" basa-basi Santi sok manja.

"Iya. Udah makan?"

"Udah sih, tapi kalo dimasakin bang Eno pasti gua makan kok." jawab Santi gemulai.

"Ada apa?" ulangku.

"Oh? Polisi tadi telepon abang, lo mau ikut ke kantor polisi?"

"Enggak. Besok ada tanding, mau nonton itu. Abang aja yang ngurus." tolakku yang dijawab anggukkan olehnya.

"Ya udah kalo gitu."

"Anterin terus jemput kita dong, bang." pinta Santi manja. "Gua enggak bawa Suzy." Bang Eno hanya mengangguk dan pamit pergi.

"Eh, Al."

"Apa?"

"Lo udah tau siapa yang nabrak lo?" Aku menggeleng saja. Santi merangkak ke atas ranjang dan duduk di depanku, "polisi?"

"Minim saksi mata, San."

"Depan kan ada cafe, masa enggak ada CCTV sih?" aku menggedikkan bahu sebagai tanda tak tahu menahu. "Bang Eno?"

"Dia juga ngusahain kok."

"Gua ke bawah dulu deh. Mau refreshing liatin Bang Eno sore-sore gini."

"Hey! Gua enggak ikhlas." teriakku tapi Santi sudah ada di ujung pintu dengan wajah sumringahnya.

Santi mengibaskan rambutnya ke udara, "Mau ngisi amunisi buat besok." senandungnya yang tak peduli teriakan kesalku.

***

"Gila, jam segini udah rame aja." Santi menuntunku untuk duduk di salah satu kursi penonton. "Kalo gini, gua jam 4 berangkat dah."

"Kayak bisa bangun." ejekku dan mendapat hadiah pukulan telak pada punggung tanganku. "Sakittt,"

"Cari Mas Herkules dulu dong!" Santi sudah berdiri dan celingak-celinguk mencari sosok keberadaan Mas Adjie

"Lagi pengarahan kali."

"Uhhh, gua bakal mimisan kalo liat dia pake baju basket." pekik Santi senang sendiri. "Ototnya itu lhoooo, semeriwingggg..."

Aku membekap mulut Santi yang terus mengoceh, "Sssttt," tak terima denga apa yang sudah aku lakukan, Santi menghajar habis-habisan tanganku. "Sadiss,"

Please Stay [FINISHED] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang