Chapter 9
I'm Feel Fly****
"Ayo ke kantin." ucap Aden yang sudah berdiri di samping bangkuku. Aku menganggukkan kepala tak semnagat dan mengikuti Aden dari belakang. Kami duduk di meja ujung di mana tidak terlalu ramai oleh siswa lainnya, hanya beberapa anak lelaki yang sedang asik tertawa dan bernyanyi ria.
"Masih belum berhasil?" tanya Aden yang memuka bekalku dan membuka tutup botol mineral dingin yang dia beli tadi. "Udah berusah penuh?"
"Iya." jawabku lemas dan menusuk potongan tomat ceri dengan garpu, dan memasukkan ke dalam mulutku sendiri. "Boro-boro ngomong sama dia, orang dia aja tukeran ama anak pojokan." lanjutku.
"Tunggu aja sampe dia tenang." sarannya yang menuangkan kuah bakso yang dipesannya sebelum duduk di sini. "Lagian lo juga pake acara kaga guna gitu."
"Bukan gitu." elakku dan menancapkan garpuku pada baksonya. "Gua itu kaga nyuri start intinya."
"Lo bela sapa sih?" kesalku.
"Oh gua? Gua bela tanah air merdeka." jawabnya asal.
"Gak lucu." dengusku.
"Emang gua lagi ngelawak? Gua lagi makan ini." balasnya. Aku mencebik kesal dengannya dan ikut memakan bekalku sendiri.
"Deeeennn... Gua mesti gimana ini?" rengekku yang kembali kepikiran dengan kesalapaham yang terjadi dengan Santi.
"Cari guanya Wiro Sableng sana, minta wangsit dia satu. Nah, entar lo wawancarai itu wangsitnya sekalian lo curhat." ujarnya.
"Ihhhh ... gua serius."
"Lah? Emang wajah gua ini lagi ketawa, Al?" tanyaya yang menunjuk wajahnya sendiri dan aku menggelengkan kepala. "Nah! Itu tau." ucpnya.
"Wiro Sableng udah gak ada. Dia udah mangkat dari tivi." ucapku.
"Orang Wiro Sableng sekarang jadi petani." balasnya dan meneguk setengah air botol mineralnya.
"Kok lo tau hayo? Lo yang jadi monyet kecilnya itu ya?" tanyaku dengan jari telunjukku terarah kepadanya.
"Orang gua dapet undian wangsit dari dia." ujarnya dan aku mecebik lagi dengan jawabannya.
"Gak lucu." kesalku lagi dan memilih melanjutkan makan siangku.
"Udah gua bilang kan, gua ini kaga lagi ngelawak, Al." ujarnya.
"Tau ah."
***
Aden Shihab
Tunggu sebentar aja. Gua lagi ada urusan ama Pak Dodik.
Aku menatap layarku saat Pop Up pemberitahuan pesan masuk dari Aden. Aku memasukkan ponselku ke dalam saku rok abu-abuku setelah membalas pesan dari Aden.
Aku menatap ke bawah, lantai marmer putih mengkilat yang kugesekkan dengan alas sepatu karetku sendiri. Bosen ya nungguin Aden yang tak muncul-muncul. Oh? Memang sudah berapa lama aku menunggunya. Kuangkat pergelangan tangan kananku.
"Sepuluh menit yang lalu." gumamku sendiri yang kemudian terkekeh.
"Al." Fajar sudah duduk di sampingku dan ikut memeperhatikan beberapa anak yang ikut ekstrakulikuler sepakbola di lapangan untuk melakukan pemanasan.
"Ada apa, Jar?" tanyaku.
"Lo lagi berantem ama Santi? Gua liat-liat lo berdua kaga barengan bangkunya ama ke kantin. Biasanya lo juga barengan." ujar Fajar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Please Stay [FINISHED]
Teen FictionBagi Al, Aden adalah galaksinya yang begitu luas untuk dia arungi Bagi Al, Aden itu udara yang selalu dia butuhkan setiap hari Bagi Al, Aden itu narkotika yang selalu membuatnya kecanduan Al suka Aden yang sama-sama menyukai bintang Polaris Ini adal...