Chapter 38 : A Candle

401 33 0
                                    

Chapter 38
  A Candle
***

"Adek," pertama kali aku membuka mata, aku merasakan remasan pelan pada tanganku. Suara Mama. "Sayang, gimana perasaan kamu?" tanyanya yang menciumi punggung tanganku.

"Ma,"

"Ya, dek? Tiduran lagi, ya." perintahnya lembut.

"Adeb?"

"Dia ada di kamarnya." jawab Mama sambil mengusap kepalaku. "Haus, enggak?"

Aku menggeleng lemah, dan melihat sekelilingku yang hanya ada Mama saja. "Papa?"

"Papa baru nyampe, dia lagi sama Om Dusen di luar." jawabnya. "Dek,"

"Al pengen ketemu Aden, Ma."

"Dek,"

"Ma, plis."

Aku merasakan remasan tangan Mama dan tatapannya, "dengerin Mama sebentar, ya." pintanya. "Semuanya itu punya limit sayang. Ada batasannya. Kamu ngertikan?"

"Maksud mama apa?" aku mulai tak suka menebak apa yang dikatakan Mama. "Mama mau Al ngelepasin Aden 'kan?" tuduhku yakin.

"Mama enggak maksud ngomong kayak gitu, dek. Dengerin Mama."

"Enggak, Ma. Plis." tolakku yang sudah berlinang air mata.

"Dek,"

"Enggak, Ma."

Aku mendengar helaan napas Mama, dan sekali Mama meremas jemariku. "Mama dan Papa enggak pernah sekalipun ngajarin kalian berdua jadi orang pengecut, kami selalu membimbing kalian untuk selalu bertanggungjawab semua hal yang sudah kalian putuskan. Ngurus semua tanggungjawab itu sampai selesai. Apalagi Papa, dia selalu ngajarin kalian buat mandiri. Mama," Aku terdiam melihat Mama yang tersedu, "Mama selalu mendukung apapun kalian lakuan. Selama sesuatu itu benar, kami mendukung kalian, nuntut kalian biar enggak salah arah, nak." lanjutnya yang mengusap kepalaku. "Sekarang Mama mau ngarahin adek ke arah yang benar, bukan maksud Mama kamu berada di arah yang salah. Enggak, dek."

Kenapa dengan arahku? Maksud Mama apa sebenarnya?

"Adek dulu periang. Adek dulu jahil, suka berantem sama Abang. Mama yakin, kamu itu kuat, nak." kata Mama yang penuh dengan kasih sayang. "Almira itu cahayanya keluarga Soemohardjo." Mama menyusut air matanya.

"Ma,"

"Gimana anak Mama yang cantik ini ngasih cahaya ke orang yang dia sayang kalau cahayanya sendiri redup? Adek ini harapan Aden. Mama tahu, Almiranya Mama itu alasan Aden tetap berjuang sampai sekarang."

"Al mesti gimana, Ma?" tanya lirih, aku putus asa. Aku merasa apa yang dikatakan Mama itu benar.

"Jangan pura-pura sok kuat. Jadi Almira yang seperti dulu. Kuat dan penuh harapan, nebarin virus kebahagiaan buat semua orang."pinga Mama. "Jangan lemah. Kamu itu lilinnya Aden buat dia ngelewati tempat gelapnya sekarang. "

"Mama," aku merentangkan tanganku, memeluk leher Mama erat-erat.

"Adek harus kuat. Mama dan Papa akan dukung adek." bisiknya lembut.

"Iya, Ma. Al tahu, Mama dan Papa akan bantu Al kalo Al jatuh," sahutku terisak. "Mama," isakku tak kuasa. Ya, Mama benar. Aku harus kuat. Bukan hanya Aden yang harus kuat, tapi aku juga. Seperti kataku dulu di bianglala, ada kita. Kita akan berjuang. Aku ini lilinnya. Aku adalah tongkatnya jika dia tertatih berjalan.

"Adek pasti berjuang sekuat tenaga selama kamu di sampingnya." aku mengangguk dengan harapan yang Mama pupukkan padaku.

Please Stay [FINISHED] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang