Chapter 25 : I'm Okay

500 29 0
                                    

Chapter 25
I'm Okay
***


"Dia dipenjara selama lima tahun," aku memakai seatbelt ku sambil mendengar ocehan Bang Eno. Aku melirik Mama daru spion yang sedari tadi sudah duduk di kursi belakang. "Lo enggak usah pake acara sok kasihan sekarang."

"Bang,"

"Dengerin kata abang kamu." ucap Mama ketus.

"Ma, jangan kayak gitu." pintaku, Mama masih dalam pendiriannya untuk tidak memaafkan Shell, dan Bang Eno berada dalam satu kubu dengan Mama.

"Lo mau kek gimana pun ya, Al. Dia udah dapet hukumannya, lima tahun." potong Bang Eno. Aku hanya menatap Mama dan Bang Eno bergantian. "biarkan saja dia menyadari kesalahannya."

"Gua—"

"Jangan berkomentar apapun, sayang." aku menatap Mama sedih. "Kita tidak akan membahas ini lagi."

🍒🍒🍒

"Lo kenapa sih pake acara nyiksa diri kemaren?" omel Santi yang duduk di sampingku, tubuhku lemas setelah gila-gilaan makan bakso sambal satu wadah penuh aku masukan. "Kalo kayak gini gimana coba?"

"Ya tidur aja."

"Lo kalo sedih ya enggak usah make ngajak perut lo, yang sakit itu hati lo sama otak lo yang gila, enggak usah pake perut lo juga yang alhamdulillah masih normal tau caranya makan." omelnya yang kemudian memasukkan cemilan keripik pisang ke dalam mulutnya sendiri.

"Harus kompak dong."

"Bukan," sungutnya. "Itu namanya ngajak-ngajak." semprotnya.

"Kok lo yang jadi uring-uringan?" aku memiringkan tubuhku menghadap ke arahnya.

"Eh, gimana enggak gua uring-uringan kayak gini coba? Gua punya temen dari jaman ababil, masih aja enggak-enggak pinter. Kalo lo diginiin ya, harusnya lo jadi semangat dong, semangat buat bales dendam, bukannya jadi orang goblok yang bisanya nyakitin diri sendiri." omelnya yang makin panjang kali lebar.

Aku mengerutkan keningnya untuk mencerna semua yang diocehkan Santi bak kutbah ceramahan akbar. "Ngerti enggak sih lo?" kesalnya.

"Intinya ya, lo itu jangan terpuruk kalo disakitin orang. Semangat buat bales dendan, kalo lo itu kuat." Santi mengangkan tangannya ke atas bak binaragawan yang memamerkan otot-ototnya.

"Kok tumben ya?"

"Apanya?"

"Bijak." Santi terbahak mendengar jawabanku.

"Lo baru nyadar, Al?" tanyanya yang mencoba menahan tawanya. "Gua itu selalu bijak, cuman ketularan lo aja jadi sableng otak gua."

"Kampret."

"Al,"

"Hm?"

"Lo enggak mau cerita kenapa lo kek gini? Ini kronis banget, Al." ucap Santi sok bijak lagi.

"Gua enggak penyakitan, ya." sungutku membelakanginya. "Tidur gih," aku mematikan lampu kamar dan teriakan histeris Santi membahana.

"Almira!!!"

***

H

Please Stay [FINISHED] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang