Chapter 12 : Gua kangen lo

518 25 0
                                    

Chapter 12
Gua kangen lo
***

Perban di tanganku dilepas tadi pagi dan diganti tompelan-tompelan gede. Perban di kaki juga baru saja di ganti dengan yang baru, tapi tetep aja kayak buntelan pepes. Diliat-liat terus emang kayak gitu sih. Kesel juga sih, omongannya Bang Eno ada benernya.

"Dek, kok Mama perhatiin, si Santi gak dateng? Belum jenguk kamu, apa si Aden gak ngasih tau?" tanya Mama yang duduk dikursi sampingku sambil mengupas kulit apel.

"Engga tahu, Ma." jawabku asal dan masih asik makan sarapanku yang ala kadar, anggap saja rasanya tawar. Telen aja yang penting perut isi, gitu aja sih.

"Kalian engga lagi berantem, kan?" tebak Mama dan aku hanya mengangkat bahu acuh. "Berantem apaan? Cowok?"

"Berantem?" ulangku dan meletakkan sendokku, "bukan berantem sih, Ma."

"Terus apa?"

"Ya... Kayak salahpaham aja." jawabku garing dan kembali melanjutkan makanku.

"Kalo salahpaham ya dilurusin, engga baik dibiarin aja." oceh Mama yang meletakkan piring yang berisi apel yang telah dia kupas. "Ngertikan, dek?"

"Ngerti sih, Ma. Tapi kalo yang dikasih tau bebal gimana?"

"Ya... Dilurusin aja sama catokan." jawab Mama yang membuatku terperengah tak percaya dengan jawabannya.

"Yakin, Ma pake catokan?" tanyaku.

"Ya enggalah. Mama canda aja." jawabnya dan meletalkan pisau kupasnya. "Kok adek abis kecelakaan jadi lola gini, ya?"

"Engga lola, Ma. Tapi, candanya Mama aja yang garing." elakku.

"Tukang elaknya gak bisa ilang gitu, ya?" gerutu Mama.

"Ya kapan-kapan aja adek telpon si santi, Ma."

"Kapannya itu kapan?" tuntut Mama.

"Ya... Kapan aja sih, Ma. Fleksibel ini." aku tertawa bangga mendengar jawabanku sendiri.

"Kayaknya Mama mesti hubungin dokter kejiwaan deh." ujar Mama.

"Jahat, Ma!"

****

Aku mengamati Aden yang sedang asik menggambar perbanku lagi dengan seriusnya. Sesekali aku mencoba mengintip apa yang sedang dia gambar atau mungkin dia tulis.

"Apaan sih?" tanyaku penasaran padanya. Aden masih tak bergeming dari tempatnya, dia masih duduk bersila membelakangiku. "Den..."

"Ssttt..."

"Apaan sih?" ulangku lagi menuntut padanya.

"Diem aja."

"Lo kok rese juga, ya." kesalku.

"Gua ini kaga pernah rese. Yang ada, lo itu yang suka rese." balasnya. Aku memukul punggungnya keras-keras hingga membuatnya mengaduh dan menegakkan punggungnya. "Panas, Al." rintihnya.

"Rasain lo." ketusku

"Lo pms?" tebaknya.

"Kaga. Gua udah mens sebelum kecelakaan." jawabku kesal.

"Syukur dah. Makin nambah repot aja kalo itu..."

"Apaan?" sambarku dan mempelototinya dengan kesal.

Please Stay [FINISHED] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang