Chapter 13 : Mas Herkules

519 28 1
                                    

Chapter 13
Mas Herkules
***

"Jadi, Mama yang nelpon Santi?" tanyaku dan Mama menganggukkan kepala cuek. "Makanya dia dateng ke sini? Gak ikhlas dong nemuin Al?"

"Kok mikirnya gitu, dek?" tanya balik Mama dan menyodorkan segelas susu vanilla padaku. "Dengerin dulu baru ngomel gitu. Aduh! Kamu ini niru sapa sih ngomelnya." keluh Mama yang kembali duduk di kursi samping brankaku.

"Mama."

"Mama gak pernah ngomel. Abang Eno juga gak suka ngomel. Apalagi Papamu, dia gak pernah ngomel." ujar Mama.

"Terus, Al yang suka ngomel sendiri? Al kayak sapa dong?" tanyaku cemberut.

"Eyang kamu. Tapi Eyang engga sengomel kamu deh, dek." ucap Mama.

"Gitu gitu." kesalku. "Aww! Sakit, Ma." rintihku sembari mengusap lenganku setelah dicubit.

"Kalo ada orangtua ngomong, ya, didengerin aja." omel Mama dan aku hanya bisa cemberut, benar-benar kesal. "Yang penting, kamu sama Santi gak berantem. Udah baikan lagi. Engga baik berantem terus." wanti Mama dan aku hanya menganggukkan kepala dengan bibir mengerucut. "Engga usah mecucu kalo dikasih tau itu."

"Iya iya." sahutku. "Mama, tapi kalo Al beranten sama Aden kok ya diem aja?" tanyaku.

"Buat apa lerai kalian berdua? Kalian kalo berantem pake smack down gitu." jawab Mama enteng.

"Kapan Al gitu?"

"Engga inget?" tanya Mama menantang dan aku menganggukkan kepala perlu bukti dengan tuduhan Mama.

"Kalo pergi rekreasi engga sebangku sama Aden, sapa korbannya? Pasti tasnya Aden adek obrak abrik." beber Mama. Aku hanya diam sambil mengingatnya. Bingo!

"Sapa yang suka nyolongin kolornya Aden? Pasti adek, kan? Kayak Mama gak bisa beliin adek kolor aja." bebernya lagi dan aku hanya bisa diam mendengarnya. Salah serangan deh kalo gini. "Mau bukti lainnya?"

"Engga deh, Ma." tolakku.

"Kenapa? Masih banyak loh, dek." ujar Mama sok berkuasa sekarang.

"Engga usah aja. Kok Mama jadi maksa gitu? Mentang-mentang satu kubu sama Aden sih, ya." tudingku.

"Halah... Adek ini pinter banget kalo ngelesnya." kesal Mama.

"Anaknya sapa dulu, Ma." ucapku sombong.

"Engga tahu anak sapa adek ini." celetuk Mama.

"Mama ihhh..."

"Engga usah manja gitu, ketauan sama temen-temen kamu tau rasa." ujar Mama.

"Biarin aja."

"Assalamualaikum." aku hafal suara itu. Suara Paketu dan pintu yang terbuka sedikit. "Permisi, tante." ucapnya.

"Loh? Waalaikumsalam. Ayo masuk masuk!" sahut Mama ramah dan aku kira cuman Paketu aja yang datang, ternyata ada beberapa perangkat desa eh perangkat kelas maksudnya, juga ikutan datang. "Ayo duduk!" suruh Mama ramah.

"Permisi ya, Tante." ucap mereka saat kuperhatikan.

"Bentar ya, tante beliin minuman sama camilan di kantin." pamit Mama yang mengambil tas jinjingnya di bawah brankaku.

"Engga usah, tante. Jadi ngerepotin." tolak Fajar.

"Ah! Engga usah sok sungkan gitu. Engga pa-pa." ucap Mama dan membuat semua temanku yang dateng hari ini ketawa canggung. Syukurin. Kena skak mat si Mama. "Aden! Ayo ikut, Tante." pekik Mama saat melihat Aden baru datang. Sebelum menjawab satu kata pun, Aden sudah ditarik paksa oleh Mama.

Please Stay [FINISHED] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang