Chapter 27 : BOOM!

460 32 0
                                    

Chapter 27

BOOM!

***

Aku duduk di kursi taman dengan sesekali melihat jam tangan di pergelangan tangan kananku. Harusnya Santi sudah datang ke mari dan dia juga enggak mengirim satu pun pesan. Ada apa sih?

"Ahhh... sori-sori." Santi duduk di sampingku dengan napas tersengal-sengal. "Air." pintanya dan langsung menguk setengah isi botol minumku. "Ahhh..."

"Lo kenapa?"

"Gila."

"Apaan?"

"Tetangga gua."

"Apaan?" ulangku tak mengerti. "Kenapa tetangga lo?"

"Dia... ah sudahlah. Ayo ke mall aja. Mau cuci mata dulu." Santi menyudahi topik pembicaraannya dan bangkit berdiri. "Nonton, yuk!"

"Gua kayak suka sejenis dah, San. Kemana-mana sama lo, selain bareng Aden sih." gerutuku yang memang tak pernah jauh-jauh dari Aden atau Santi.

"Salah lo kaga mau gaul sama yang lainnya."

"Gua rasa lo detak jantung gua, San." godaku sok centilan di sampingnya.

"Gila." Santi bergidik ngeri padaku dan berjalan lebih cepat.

***


"Ayo!" Santi terus menggeret tanganku masuk ke dalam rumah sakit, raut wajahnya berubah pucat pasih setelah mendapatkan telepon dari Papanya saat kami sedang asik duduk di salah satu tepat makan di mall.

"San..."

"Gua enggak bisa tenang, Al." sambar Santi yang berlari kecil. Aku tidak tahu harus berkata apa untuk menenangkan temanku ini. Tentu saja dia khawatir saat mendapatkan kabar buruk tentang orangtuanya. Sapa coba yang enggak khwatir? Aku juga pasti gitu.

"Pa..." Santi sudah menghambur ke pelukan Papanya dan menangis di sana. "Mama?"

"Mama masih di dalam." jawab Papanya Santi. Aku mendekatinya dan mengusap lembut punggungnya untuk memberinya kekuatan.

"Ayo duduk dulu, San." aku menuntunnya untuk duduk di salah sau deretan kursi tunggu. "Mama lo pasti engga pa-pa. Positive thinking." ucapku dan mengenggam tangannya, Santi langsung memelukku erat-erat. "Engga pa-pa. Gua di sini."

"Gua takut kenapa-kenapa." aku hanya mengusap punggung Santi untuk memberinya keyakinan jika Mamanya akan baik-baik saja. "Lo tenang dan berdoa buat Mama lo." aku mengenggam tangannya setelah mengurai pelukan dengannya. "Gua di sini, San." Santi hanya menganggukkan kepala dengan isakan yang tak kunjung berhenti.

Dua jam aku menemani Santi menunggu dokter yang menangani Mamanya keluar dan memberikan berita kepada kami. Aku harap beritanya adalah baik dan bukan yang buruk-buruk.

"San." Aku meremas tangannya pelan, "gua beli minum dulu buat kalian." ucapku dan Santi hanya menganggukkan kepala dengan matanya yang sembab. "Kalo udah boleh masuk, gua masuk entar." ucapku sebelum meninggalkannya. "Om, Al ke bawah sebentar." pamitku pada Papa Santi yang duduk di kursi seberang kami dengan wajah yang kusut, dia hanya mampu menganggukkan kepala sama seperti Santi, tak lupa juga senyuman tipis yang dipaksakan. Bagaimana bisa Papanya Santi tersenyum di saat seperti ini coba?

"Gua ke bawah dulu." pamitku lagi dan menepuk bahunya pelan sebelum meninggalkannya.

***

"Mbak, tiga botol air mineral." pesanku pada Mbak kantin yang sedang berjaga.

"Iya, Mbak." sahutnya yang berjalan ke dalam untuk mengambilkan pesananku. Aku mengeluarkan hapeku mungkin saja ada pesan masuk dari sapa aja gitu.

Please Stay [FINISHED] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang