Chapter 15
(not) Home Sweet Home
***"Ada yang ketinggalan?" tanya Bang Eno memasukkan pakaianku ke dalam tas besar. "Apa lagi?"
"Bayar administrasi?" tanyaku.
"Udah. Tadi lebih dulu." jawabnya dan menresleting tas itu. "Itu di dalem lemari udah lo periksa?"
"Udah." jawabku singkat dan memakai sendal selop warna biru yang sengaja dibawa Bang Eno.
"Kata dokter, lo kaga boleh jalan cepet, apalagi lari-lari. Cuman boleh jalan biasa aja." ujarnya dan menjinjing dua tas besar.
"Gendong kalo gitu, bang." kataku manja dan membuka lembar kedua tanganku.
"Jalan sendiri." tolaknya dan meninggalkanku sendirian.
"Pelit dasar." gerutuku kesal.
T
ok tok tok
"Permisi."
"Oh! Mak lampir." gumamku saat melihatnya dari balik pintu kamar inapku dan masuk ke dalam dengan sangat angkuhnya. "Tok tok tok." aku menirukan bunyi suara sepatu heelsnya yang ... Bujut gilaaaaa... Tinggi bener.
"Oh ya, kasihan banget ya lo. Karma karena bikin gara-gara sama gua." ucapnya yang melipat kedua tangannya ke depan dengan angkuhnya. "Mau bikin gara-gara lagi? Karna tendangan lo itu, gua harus make celana panjang." kesalnya.
"Oh... Syukur deh. Bagus itu. Jadi lo bisa belajar make baju kelebihan bahan." sahutku gak kalah judes. "ambil hikmahnyan aja sebelum dapet hidayahnya." lanjutku.
"Lo..." geramnya yang berjalan menghampiriku.
"Shell?"
"Oh? Kak Eno... dari mana tadi? Aku kesini, kak Eno gak ada." ucapnya yang berubah jadi manja pake banget.
"Sok sok." celetukku yang sengaja aku lontarkan cukup keras agar dia kenal.
"Dekk..."
"Iya, bang. Gendong gua." perintahku padanya dan dia sudah memunggungiku. Aku memeluk leher bang Eno erat-erat dan menjulurkan lidah pada mak lampir gila itu.
"Kak... Aku yang nyetir aja ya." tawarnya yang berjalan menjajarkan diri dengan bang Eno.
"Gak usah. Kamu pulang aja. Aku kan bilang, gak usah ke sini." tolak Bang Eno.
"Gak pa-pa. Aku ke sini gak bawa mobil." ucapnya.
"Ya udah, ayo ikut, nanti aku antar." ucap Bang Eno dan membuatku melolot tak suka.
Ke rumah? Gila apa?
Gak rela tujuh turunan rumahku dimasuki mak lampir. Sumpah."Iya, kak." ucapnya yang menatapku menang dan dia menjulurkan lidah padaku. Ngejek banget. Sumpah.
***
Mama sedang asik di dapur dengan mak lampir kurang bahan itu. Tau sih ya, nyari muka di depan Mama buat mulusin rencana deketin Bang Eno. Idiihhh... Gak pantes tau jadi pacarnya Bang Eno. Ogah beneran deh kalo beneran mereja jadian.
"Sayang guaaaaaa... Almiraaa..." Santi baru saja masuk ke dalam rumah dan udah teriak gitu aja, gak salam pula. "Aduh. Panas bener hari ini." keluhnya yang mengibaskan tangannya.
"Lo dateng gak salam, malah teriak." omelku.
"Aduh. Mirip emak-emak kan." celetuknya dan melepas sepatunya. "Eh, Al."
KAMU SEDANG MEMBACA
Please Stay [FINISHED]
Teen FictionBagi Al, Aden adalah galaksinya yang begitu luas untuk dia arungi Bagi Al, Aden itu udara yang selalu dia butuhkan setiap hari Bagi Al, Aden itu narkotika yang selalu membuatnya kecanduan Al suka Aden yang sama-sama menyukai bintang Polaris Ini adal...