Chapter 24 : Go away!

474 25 1
                                    

Chapter 24
Go away! 
***


Setelah percakapan di trampoline waktu itu, dan adegan lebayku nangis semalaman suntuk sampai paginya membuat wajahku bengkak hancur, aku memutuskan untuk menghindari Aden. Bukan tanpa alasan tapi aku punya alasan yang kuat untukku itu. Memikirkan semuanya semalaman dan memutuskan untuk menghindari Aden adalah yang terbaik. Katakan saja aku egois, jika orang lain juga merasakan sama sepertiku akan memilih keputusan ini juga.

"Kenapa dengan mata kamu, dek?" aku mencoba tersenyum mendengar pertanyaan Mama. "Kamu sakit? Kalo sakit mendingan istirahat aja di rumah." mama mengangsurkan piring yang berisi roti yang sudab diolesi selai kacang cokelat padaku.

"Al enggak apa-apa. Ini cuman gara-gara nonton film marathon aja." dustaku.

"Kalo mau nonton maraton ya weekend aja dek." aku mengangguk patuh. "Abang kemana, Ma?"

"Tadi berangkat pagi-pagi buat ngehadiri persidangan pertama si Shell itu." jawab Mama yang terdengar enggan mengucapkan nama Shella. "Kamu cepetan berangkat, nanti ditinggal Aden lho."

"Al enggak barengan lagi sama Aden."

"Lho?" Mama menghentikan kegiatannya mengoles rotinya sendiri. "Kenapa? Kalian berantem?"

Aku menggeleng dan meneguk setengah isi gelas susuku, "enggak kok, Ma. Lagi pengen berangkat sendiri aja."

"Terus naik apa?"

"Udah pesen ojek yang biasa mangkal di depan kompleks itu lho, Ma. Kemaren Al udah minta mbok pesenin." jawabku dan menyudahi sarapanku.

"Udah?"

"Iya. Ma,"

"Ya?"

"Al minta satu hal aja ke mama."

"Apa sayang? Pasti mama kabulin apapun itu."

"Al udah maafin kesalahan mbak Shell. Al mohon buat maafin dia, jangan benci dia, Ma. Kasihan masa depan dia nanti,"

"Almira, Mama enggak bisa. Kamu tau? Mama belum cerita apapun ke Papa kamu dan mama juga ngelarang Bang Eno ngasih tau ke Papa kamu. Kamu tahu kan apa yang akan papamu lakuin kalo tahu Shell itu udah nyakitin putri kesayangannya?" ujar Mama panjang lebar dengan kekesalannya atas semua tindakan Shell padaku, mencelakaiku dan hampir membuatku mati.

"Tentu saja Al tau itu. Makanya Al minta ke Mama buat maafin dia."

"Dia udah nyelakain kamu. Enggak mungkin Mama maafin dia. Biar dia dipenjara seumur hidup." teriak Mama yang sudah beruraikan air mata. "Almira, kamu tahu betapa hancurnya hati Mama liat kamu... mama liat seragam kamu yang paginya Mama setrika rapi, putih terus tiba-tiba jadi merah darah kamu. Hancur hati Mama, nak."

Aku menghampiri Mama dan memeluknya erat sembari menciumi pipi Mama, "Al tau itu, Ma. Tapi dia putri dari keluarga lainnya. Dia juga punya Mama yang pasti ngerasain hal yang sama kayak Mama. Al enggak minta Mbak Shell dipenjara beberapa hari atau bulan, Al minta mama maafin dia. Itu aja. Kasihan dia, Ma." ujarku meminta, kusandarkan kepalaku pada bahu Mama. "Mamanya pasti juga sedih liat apa yang sudah dilakuin anaknya, Ma."

"Almira,"

"Maafin dia aja, Ma. Kasian dia." bujukku terus.

"Kamu berangkat sekarang."

"Ma,"

"Kita bicarain lagi nanti bareng Abang kamu." pungkas Mama yang ingin menyudahi topik ini. "Mama sayang adek." ucapnya yanv menciumi kedua pipi bergantian. "Ojeknya pasti udah nungguin." aku mengangguk saja, Mama tak ingin dipaksa.

"Ya. Al berangkat dulu, Ma. Assalamualaikum." pamitku setelah mencium punggung tangannya dan kedua pipinya.

🍒🍒🍒

"Lo aneh banget deh, Al." celetuk Santi yang menusuk siomaynya dengan gaya kemayunya.

"Aneh kenapa?"

"Itu mie udah lo pesen dari tadi, ya dan lo liatin doang itu.. Iduuhhh." Santi menunjuk mangkok mieku yang masih utuh tanpa satu potong pun aku masukkan ke dalam mulutku. "Lo kenapa sih?"

"Gua kenapa emang?"

"Eh dodol, kalo ada orang nanya itu ya jawab, bukan dibalik nanya." gerutu Santi. "Lo kenapa?"

"Gua... Gua... "

"Iya lo kenapa emang?" desak Santi yang terlihat sangat tidak sabaran.

"Gua males makan." jawabku yang dihadiai tisu kotornya ke wajahku.

"Kampret ya lo, Al. Kalo enggak nafsu makan, enggak usah pake beli ginian segala. Mubadzir kan jadinya." omel Santi yang merampas garpu dan sendok dari tanganku, dan menyingkrikan mangkok mie ku. "Lo jangan kek orang stres gini, masih muda inget."

"Lo kok ngomel kayak emak-emak sih?" godaku yang mendapat pelototan maut dari Santi.

"Lah lo pesen mie tapi enggak di makan. Bukan gua aja kali yang bakalan ngomel cingcong kek gua ini." sungut Santi tajam.

"Iya deh, sori ya mamake." godaku sambil menjawil lengan Santi. "Love you deh."

"Oh?  Ogah gua." Santi sok bergaya bergidik ngeri mendengar pernyataan sayangku.

Aku menghentikan tawaku dan melihat sekumpulan anak-anak basket yang memasuki kantin, "gua pergi dulu. Mau ke uks."

"Lah? Lo ninggalin gua. Gua anter ya?"

"Enggak usah deh." tolakku dan segera mengambil hapeku yang dari tadi tergeletak manis di atas meja. "Bye."

"Al!" aku semakin berjalan cepat, tidak memperdulikan panggilan itu. "Almira!" aku berdoa dia lenyap saja dari hadapanku hari ini dan besok.

"Almira!" aku tersentak saat Aden sudah mencengkram lenganku yang akan membuka ruang uks. "Gua manggil lo. Enggak denger?"

Gua ngangguk sekali, "gua denger."

"Terus?"

"Tapi gua mau,"

"Almira,"

Aku melepas cengkraman tangannya pada lenganku, "ada apa manggil gua?"

"Lo kenapa?"

"Gua kenapa?  Gua enggak kenapa-napa. Kenapa emang?" aku tertawa sengau mendengar pertanyaannya tadi. Kenapa baru nanyain aku gitu saat aku udah ngehindarin dia?

"Lo jadi kek gini." aku menggeleng lemah. "Almira, apa ini gara-gara kemaren."

"Enggak. Gua mau masuk ke uks, mau ganti pembalut." ucapku yang membuka handle pintu uks. "Den,"

Aden menghentikan langkahnya dan menatapku, menunggu kata-kataku berikutnya.

"Salah satunya kemarin. Dan, gua minta lo jangan deketin gua. Jauh-jauh aja." ucapku dan menutup pintu uks. Meninggalkan Aden yang diam saja.

Sori, Den. Aku enggak mau membuay hatiku makin sakit gara-gara ini. Katakan saja aku cemburu, tapi aku enggak tahu cemburu apa ini?

Aku lebih memilih menyelamatkan hatiku dari pada terus deket kamu dan hati makin enggak sehat, Den.

Sori, Aden.

🍒🍒🍒

Please Stay [FINISHED] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang