Chapter 26 : Try

452 33 0
                                    

Chapter 26
Try
***

"Almira,"

"Papa," pertama kali membuka mata dan ada pria yang sangat kamu rindukan ada di depan matamu. "Pa,"

"Kenapa makan cabe banyak sekali?" aku meringis mendengar pertanyaannya. Tidak mungkin aku memeritahu perihal hatiku yang enggak aku ngerti sendiri. "Kamu jadi sakit gini."

"Sakit apa Al, Pa?"

"Radang usus. Udah lama tapi karena kamu makan pedes mulu jadi kerasanya sekarang." aku mengangguk gamang mendengr jawabannya. "Papa rasa enggak mungkin kamu makan kayak gitu tanpa alasan, Al." Papa mengusap keningku lembut.

"Al cuman pengen makan pedes aja." dustaku yang pret banget.

"Enggak mau cerita sama papa?" aku hanya memberinya ringisan meminta maaf. "Lain kali saja. Papa mau temenin Mamamu makan dulu. Aden bentar lagi balik."

"Hmm," dan benar saja, Aden masuk ke dalam kamar rawatku setelah kepergian Papa beberapa menit yang lalu, dengan rantang di tangannya.

"Gua bikinin risotto." ucapnya yanv meletakkan rantang yang di bawa ke atas meja dekat brankaku.

"Thanks."

"Almira," panggilnya yang sudah duduk di kursi yang dipakai Papa tadi. "Gua tahu lo ngehindari gua terus. Gua tahu lo pasti ngerasa tersingkirkan —"

"Kalo lo tau, kenapa lo masih gini'in gua?"

"Gua mau lo bisa tanpa gua, Al."

"Gua... Gua bisa tanpa lo. Gua bisa enggak butuhin lo, Den." isakku. "Gua tahu, gua enggak akan bisa barengan sama lo terus." aku menangis di depannya. Aku menangis untuk mencurahkan semua kesakitan batinku yang dia sebabkan. "Gua bisa, Den." gumamku untuk menyakinkan diriku sendiri.

"Gua tahu lo bisa, Al."

Aku mengangguk dan membelakanginya, "tinggalin gua. Gua mau istirahat."

"Ya." jawabnya singkat.

Saat aku mendengar suara pintu yang dibuka, "Den, gua minta lo enggak akan muncul di depan gua, dan gua akan lakuin itu juga." ucapku yang memejamkan mata erat-erat. Tak ada sahutab apapun darinya selain suara debam pintu yang tertutup.

Aku menangisi semuanya. Semua. Apa yang aku ucapkan kepadanya dan apa yang dia ucapkan padaku juga. Bukan menyesal, tapi menangisinya.

"Lo goblok, Den." teriakku marah padanya. "Gua benci lo!"

"Al?" Santi memelukku. "Lo kenapa?"

"Gua benci dia. Gua benci." tangisku. "Gua berharap enggak kenal dia."

"Almira,"

"Gua benci dia." aku terus mengumamkan kata itu.

"Lo istirahat aja, ya. Gua temenin deh." bujuk Santi padaku. "Ya?"

Aku menurut dan kembali berbaring, membelakangi Santi untul menyembunyikan tangisku.

"Lo itu aslinya sok kuat tapi kuat, Al." ucap Santi yang mengusap rambutku lembut. "Lebih baik itu cerita ke orang lain dari pada lo pendem sendiri kayak gini."

Aku hanya diam menangisi semuanya kembali.

***

"Widihhhh...  Udah sehat, ya. Wajah keliatan berseri-seri perawan gitu." goda Santi sambil menjawil pipiku gemas. "Gini terus dong kalo bisa."

"Kenapa emang?"

"Bawaanya bikin orang sawanan tau." jawabnya dengan wajah dibuat-buat marah.

Please Stay [FINISHED] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang