VIE 19

409 25 1
                                    

satu tahun telah berlalu. Adeeva sebisa mungkin melupakan sosok Aditya yang selalu menganggu pikirannya. Sejak saat liburan itu Adeeva terakhir bertemu dengan Aditya.

Sampai sekarang Adeeva tidak pernah bertemu dengan Aditya. Sekali pun Daffa mengajak dirinya untuk pergi makan malam dirumah Aditya Adeeva selalu menolaknya dengan alasan yang logis agar Daffa memaklumi dan tidak memaksakan.

Saat ini Adeeva menyibukkan dirinya untuk focus mendapatkan gelar sarjananya. Ia sedang menjalankan praktek kerja lapangan di sebuah perusahaan. Sudah hampir tiga bulan Adeeva menjalani PKL ini.

"Adeeva tadi lo kemana gak ketemu direktur perusahaan ini?"Tanya Alena teman Adeeva yang kebetulan di tempatkan praktek kerja lapangan di perusahaan yang sama.

"Tadi gue disuruh bikin laporan keuangan " Jawab Adeeva yang sedang sibuk dengan layar laptopnya.

"Lo tau gak Deva? Direkturnya Beh..."

Adeeva mengerutkan dahinya bingung dengan temannya ini. Lalu kembali dalam layar laptopnya. "Kenapa sih?"

Alena menarik kursi lalu duduk di samping Adeeva. "Sekarang gue Tanya sama lo ya. Lo punya impian buat dapet suami yang kaya gimana?Kaya impian kerja suami lo nanti gitu"

"Laporan lo belom kelar kan? Mending selesaiin dulu baru ngomongin yang kaya gini. Kita udah mau selesai PKL laporan juga harus kelar"

Alena menghela nafasnya kesal. "Ih, gue Cuma mau nanya. Laporan gue dikit lagi kelar kok. Sekarang jawab dong"

Adeeva menghentikan aktivitasnya. Lalu menoleh ke Alena. Alena dengan antusias tersenyum lalu mendengarkan Adeeva. "Lo nanya impian kan?" Alena mengangguk sebagai jawabannya.

"Gue punya impian pengen punya suami yang kerja sebagai Dokter, Al. Atau Dia pengusaha batu bara"

"Kenapa?"

"Kalo Dokter nanti bisa ngobatin luka fisik udah pasti. Atau bisa ngobatin luka batin sekalipun, Al. Sedangkan pengusaha batu bara, kerjaan dia kan menggali mencari batu bara begitupun di dalam pernikahan. dia akan menggali kasih sayang atau cinta dari istrinya sampai titik dimana ia berhenti menggali disitupun titik akhir dari hubungan itu. Jadi kita bisa tahu kan seberapa cinta kasih sayang dari seorang pengusaha batu bara. Itu semua tergantung orangnya, Al."

"Pasti lo berpikir ke penghasilan, bukan? Itu hanya impian, Al. impian yang tidak mungkin bisa di gapai. Gue sadar diri sama diri gue sendiri. Makanya gue berusaha dari sekarang menghasilkan penghasilan. Kita gatau kan jodoh kita siapa. Jangan mau direndahkan sama pria untuk zaman ini, Al".

Alena mengangguk lalu tersenyum. "Kalo dapet direktur lo mau gak?"

Adeeva tertawa lalu menepuk bahu Alena. "Yah, kalo ditanya impian lagi pasti lo tahu lah jawabannya. Seorang direktur yang mempimpin perusahaan. Pasti dia bisa mengatasi segala permasalahan di kantornya. Begitu di dalam keluarga. Tetapi semua itu tergantung sama masing-masing orang ya"

"Apalagi kalo lo liat direktur perusahaan ini, Dev"

Adeeva hanya membalasnya dengan tertawa dan menggeleng. "Seganteng apa sih direktur ini"Ucap Adeeva sambil meneruskan pekerjaannya.

Belum sempat menjawab, Ada seorang yang mendatangi meja Adeeva. Adeeva sedikit takut. Ia takut jika perbincangan dengan Alena membuat masalah di kantornya terlebih lagi ini masih jam kerja.

"Maaf saya ingin bertanya. Siapa yang tadi belum bertemu dengan direktur ya?"

"Ada apa, Ya?"

"Itu dipanggil sama Direktur sekarang"Jawabnya.

"saya akan kesana. Al, gue kesana dulu ya?"Adeeva berdiri dari tempat duduknya.

"Iya, jangan pingsan ngeliatnya"

Adeeva hanya menggelengkan kepalanya sambil berdecak kesal mendengar Alena. Ia mengikuti orang ini ke ruangan Direktur.

Sampai diruangan direktur. Adeeva seperti mengenali siapa yang duduk di bangku Direktur. Tetapi pria itu tidak mengangkat wajahnya sibuk dengan laptopnya.

"Misi Pak, ini orangnya"Ucap orang itu membuat pria itu mendangakkan mukanya. Adeeva terkejut melihat pria berstelan jas yang begitu gagah dan rapih itu.

"Oh kamu rupanya"

VIEWhere stories live. Discover now