VIE 55

530 30 1
                                    

Hari demi hari telah terlewati, begitupun dengan perut Adeeva yang kian membesar. Walaupun Aditya sudah sedikit merubah sikapnya yang menjadi sedikit care dengan Adeeva, tetapi lelaki itu jarang kali menanyakan bagaimana perkembangan Bayinya. Bahkan ia juga belum pernah mengantarkan Adeeva ke dokter kandungan.

Jahat, Bukan?

Memang. Bagaimana bisa seorang suami tidak ingin mengetahui perkembangan bayinya.tetapi, Adeeva tidak mau ambil pusing. Dia tetap biasa saja, walau terkadang hatinya meringis dan perutnya terasa nyeri. Mungkin karena anaknya butuh kasih sayang dari ayahnya yang asli. Bukan yang palsu.

Adityo.

Ya, selama ini yang menemaninya ke dokter kandungan menggantikan Fandy. Bahkan dirinya yang sangat peduli dengan anaknya. Sebenarnya jika boleh memilih ia lebih memilih Adityo untuk menjadi ayah yang sesunggunya dari anak ini. tapi, bagaimana bisa?

"Selamat pagi, Nona Adeeva" Sapa Dokter Kanya.

Adeeva tersenyum. "Pagi, Dokter"

"Bagaimana perkembangannya? Hem.. Nona Adeeva ingin mengetahui jenis kelaminnya?"

Adeeva ingin membalas pertanyaan dokter Kanya tetapi sudah terlebih dahulu di potong dengan pria disebelahnya. "Tidak, tidak perlu. Biar nanti menjadi kejutan kami saja"Tegasnya.

Adeeva hanya melototi dirinya yang sekarang tersenyum nggak jelas. Dokter kanya hanya menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. "Mari kita periksa kandungannya" Adeeva bangkit dari tempat duduknya mengikuti Dokter Kanya.

"Kamu mau ngapain, Kak?!"Kesal Adeeva melihat Adityo yang bangkit mengikutinya.

"Mau ikut, mau liat, Mau peg—"

"NO!" Tegas Adeeva sambil membulatkan matanya. Lalu dengan cepat ia memasuki ruang periksa. Sementara Adityo tertawa melihat Adeeva yang sedari tadi ia goda.

"Dit, lo manggil gue?"

Merasa terpanggil Aditya menoleh dan meluruskan pandangannya, ia melihat Alex sedang memperhatikannya. Aditya tersenyum lemas lalu mengangguk tanpa berbicara. Melihat anggukan Aditya Alex langsung memasuki ruangan Aditya. Ditarik bangku di depannya.

"Masalah apa lagi? Luna? Adeeva?" Tanyanya yang sudah bisa menebak sahabatnya ini. tidak ada masalah di kantor tetapi sekarang wajah Aditya terlihat lelah, kacau, rambut yang acak-acakan. Ini berarti masalah pribadinya.

"Gue bingung sama hati gue, Lex"

Alex diam. Ia terus menunggu perkataan Aditya. "Luna sakit. Dia butuh gue"

Alex tersenyum. "Lo tau apa jawabannya. Dan lo seharusnya tau posisi lo sekarang sebagai direktur yang bisa memecahkan masalah. Dan lo tau kalo seorang pemimpin harus bisa melihat prioritas"

"Ini beda sama masalah perusahaan, Lex. Please" Ucapnya datar.

"Ya menurut gue kalo lo bisa menyelesaikan masalah perusahaan yang begitu rumit, masa iya lo gabisa menyelesaikan masalah hati lo?"Balasnya dingin. Ia sudah bosan mendengar keluh kesah Aditya yang gak jauh-jauh dari seorang Luna. Padahal setiap hari Alex sudah memberitahu dirinya bahwa sekarang Aditya tidak hanya seorang diri, dia sudah memiliki Adeeva yang menjadi tanggung jawabnya.

"Lagian gue bingung juga sih ya sama lo, Dit. Lo gabisa apa lihat perut istri lo yang makin gede. Bahkan tinggal beberapa hari lagi itu dia brojol, Dit. Lo seharusnya tau prioritas mana yang harus lo pilih. Ya, gue tau Luna masih mendominasi di diri lo tapi sekarang Adeeva punya anak. Dan itu anak lo. Kalo lo masih egois milih hati lo, lo bakal kehilangan Adeeva sama anaknya, Bro"

Aditya semakin menggeram, ia mengacak-acak rambutnya. "Novy. Dia kemarin ngehubungin gue. Dia butuh gue ada disampingnya buat support dia, dia nangis bokapnya kritis"

Alex memijat kepalanya pusing. Sebenarnya ia ingin sekali menjedotkan kepala Aditya supaya tidak memikirkan hal lain selain Adeeva.

Bahkan adeeva butuh support lo buat ngeluarin anak lo. Bodoh!. Gerutu Alex dalam hati.

"Lalu?"Alex memilih untuk mendengarkan tidak ingin membentak bahkan menjedotkan sahabatnya ini. karena Alex tahu, bagaimana sikap Aditya.

"Ya, gue ke rumah sakit. Gue tenangin dia. Nyokapnya nitipin Novy ke gue. Cuma gue katanya yang bisa buat Novy tenang"

Alex menghela nafasnya kasar. Makin kesal mendengar celotehan Aditya. "Terus pas itu gue liat Luna keluar dari rumah sakit. Muka luna pucet banget. Gue makin nggak tega ninggalin dia"

"Hm, lo nggak liat Adeeva juga keluar dari rumah sakit dengan kondisi perutnya kesakitan?!"Sindirnya dengan kesal. Aditya memilih diam, tidak membalas ucapan Alex.

"Seharusnya lo bisa nempatin posisi lo, Dit. Entahlah gue bingung harus ngasih saran apa. Lo pikirin aja sekarang, Di saat kemarin atau bahkan besok Novy membutuhkan pelukan lo sebagai orang yang bisa memenenangkan dirinya dikala bokapnya koma, Dan di saat itu Luna dirawat kondisinya drop. Dan lo ngeliat Adeeva merintih kesakitan lalu pingsan disaat kondisinya mau ngelahirin. Dan lo harus membantu siapa? Pikirin, Dit. Gue pergi dulu, Permisi"

Setelah mendengar ucapan Alex yang begitu membuatnya makin gila dan melihat Alex sudah menghilang dari hadapannya. Aditya terus memikirkan apa yang sudah diucapkan Alex. Bagaimana ia harus bersikap dan mana yang harus ia tolong terlebih dahulu.

Aditya menggeram lalu memukul meja kerjanya. "Sialan lo Lex!"

VIEWhere stories live. Discover now