"Ada apa ya, Kak—eh maksud saya, Pak"
Adeeva mengenali sekali orang itu. Kenapa dia harus muncul lagi dihadapannya. Adeeva sudah berusaha melupakan nama Aditya tetapi orang ini selalu saja merusaknya. Ia takut sekali kembali berharap seperti biasanya.
"Tidak. Saya hanya ingin tahu siapa wajah-wajah yang sedang praktik kerja lapangan. Kembali bekerja"ucap Aditya datar dan kembali menyibukkan dirinya dengan laptopnya.
Adeeva menggeram. Gara-gara Aditya memanggilnya dan melihat dirinya kembali dengan ketidakpeduliannya melihat Adeeva membuat Adeeva membuyarkan isi dari laporan pklnya. Ingin sekali dirinya menggebrak meja kerja Aditya. Tetapi jika ia melakukan hal itu nilai dari PKLnya akan jelek dimata perusahaan maupun Laporan nanti.
"Baik, permisi Pak"Ucap Adeeva dengan sopan lalu meninggalkan ruang direktur yang ternyata isinya ialah orang yang sudah mengguncang hatinya hingga saat ini.
Adeeva sampai di meja kerjanya. Dilihatnya Alena sedang menyesap teh yang mungkin baru dibuatnya.
"Gue cabut kata-kata gue"
Alena yang mendengar langsung menghentikan minumnya dan mengerutkan alisnya.
"Gue gamau punya suami direktur!"
Alena tertawa. "Lo diapain sama direktur ganteng itu, Hah? Gue kira lo bakal teriak terus bilang gue pengen banget jadi istri pak Aditya Naufal Faustin".
"Itu sih lo, gue ogah!"
Alena kembali tertawa terbahak-bahak. "Kenapa sih?"
"Gue kasih tau ya, jangan mau punya suami direktur. Dia tuh nyuruh seenak jidatnya aja. Udah tau gue lagi pusing ngerangkai kata buat laporan. Dia nyuruh gue buat keruangannya ketemu dia terus udah suruh kerja lagi"
"Oh jadi lo mengharap lebih gitu. Kaya diajak makan atau kencan?"Balas Alena kemudian kembali tertawa. Adeeva yang melihatnya kesal lalu memukulnya dengan map.
"Tadi bilang Direktur itu bisa mempimpin dalam keluarga. Terus lo pengen punya suami di---"
Belum sempat melanjutkan pembicarannya Adeeva menatapnya dengan tajam. "Enggak. Pokoknya gue berubah pikiran. Gue gamau punya suami direktur!"Jawab Adeeva sedikit berteriak. Untungnya karyawan sudah keluar untuk istirahat makan siang jadi dirinya tidak perlu meminta maaf atas keberisikan Adeeva.
"Baru kali ini saya nemuin wanita yang gak mau jadi istri seorang direktur. Wanita itu bodoh!"
Adeeva yang merasa tersindir dengan ucapannya lalu menoleh ke sumber suara. Aditya yang sudah mengucapkan kata-kata yang memohok hatinya. Kemudian berlalu begitu saja.
Adeeva menggeram kali ini terdengar oleh Alena. Alena mengelus bahu Adeeva menenangkan dirinya. "Sabar. Besok udah kelar PKLnya" Adeeva membalasnya dengan berdecak lalu duduk di bangku kerjanya lagi. Ia memilih menyelesaikan laporannya di banding dengan makan siang. Lagi pula dirinya sudah kenyang. Kenyang dengan kata-kata dari Aditya.
Akhirnya Adeeva sudah menyelesaikan Laporannya artinya ia pun sudah keluar dari perusahaan itu. Bagusnya Adeeva baru mengetahui direkturnya sehari sebelum dirinya selesai melakanakan tugas kuliahnya.
Gara-gara sosok Aditya yang muncul tiba-tiba selama setahun itu membuat dirinya semakin kacau menyusun skripsi untuk sidangnya nanti. Bahkan untuk menyusun skripsinya saja Adeeva harus bertemu dengan Daffa agar bayangan Aditya bisa hilang dari otaknya.
Sampai hingga Adeeva dinyatakan lulus skripsi dan lulus sidangnya. Hari ini Adeeva bisa mendapatkan gelar sarjana setelah bersusah payah menyusun skripsi dan merelakan jam tidurnya. Ia sangat senang mendengar dirinya menjadi sarjana pada hari ini.
Orang pertama yang Adeeva beritahu pastinya ialah orangtuanya. Orang tuanya begitu antusias mendengar anaknya sudah menjadi sarjana. Mama dan Ayah Adeeva bahkan membuat acara syukuran pada siang hari ini. Adeeva begitu terharu melihat kebahagiaan kedua orangtuanya dengan dirinya yang sudah menjadi sarjana.
Adeeva meneteskan air matanya. Kali ini air mata bahagia yang ia keluarkan. Ia memejamkan matanya seraya meminta kepada Allah untuk dimudahkan mencari masa depannya.
Setelah acara syukuran itu selesai. Adeeva kembali ke kamar. Ia lupa untuk memberitahu Daffa soal ini. Akhirnya ia mengambil ponsel yang sedang di charger. Ia mencabut paksa ponselnya. Ia mencari kontak Daffa.
Iya, Adeeva?
Adeeva mendengarkan suara Daffa langsung mengeluarkan air matanya. Sumpah, ia menangis bahagia saat ini.
Kok nangis, ada apa?
Adeeva tersenyum sendu mendengarnya. "Gue berhasil. Gue---"
Gue tahu, lagian kita jadi sarjana barengan. Masa iya gue gat ahu"
Adeeva menepuk dahinya. Ia lupa, Daffa seangkatan dengannya bahkan sekelas. Bahkan ia sama-sama membantu menyusun skripsinya.
"Ah iya, gue Cuma mau bilang makasih banget lo udah bantuin gue. Nyemangatin gue, ngisi hari-hari gue"
"Sans. Tapi gue punya permintaan"
Adeeva mengerutkan dahinya. "Apa?"
"Tapi lo mau menurutinya gak?"
"Apa dulu?"
"Jawab dulu"
Adeeva mendengar paksaan dari suara Daffa. "Iya deh sebagai balasan kebaikan lo selama ini. Jadi, apa?"
"Kita ketemu ditempat biasa. Gaenak ngomong disini"
"Baiklah" Daffa langsung menutup teleponnya. Adeeva menghela nafasnya. Ia bingung. Apa yang ingin Daffa bicarakan. Apa yang harus Adeeva turuti dari permintaan Daffa.
Apa Daffa?..
Adeeva menepiskan pikirannya. Tidak mungkin Daffa meminta hal yang sulit dituruti.
YOU ARE READING
VIE
RomanceMencintai seseorang yang tidak mencintai kita merupakan suatu tantangan bagi Adeeva. Mencintai dirinya merupakan hal yang sangat menyakitkan sekaligus menyedihkan terutama terhadap hatinya. Mengapa? Karena setiap kali didekatnya yang diingat...