"Daf, yakin mau kuliah disana? Kapan pulangnya?"
"Please, Adeeva. Gue belom jalan udah ditanya pulang"ucapnya kesal sambil menarik koper. Adeeva terus berjalan disampingnya sambil memandanginya.
"Daf, Jadi dokter itu kuliahnya lama"Ocehnya terus. Adeeva saat ini berusaha menahan keberangkatan Daffa. Daffa yang mendengar ocehannya hanya mendengus kesal.
"Daf. Disana kan gak enak, Daf"Tambah ocehannya.
"Daf, Makanan disana kan mahal. Terus manis-manis gitu"
"Daf disana---"
"Adeeva"Panggil Daffa dengan muka sebalnya. Kali ini Adeeva yang mendengus kesal. Tak terasa Daffa sudah sampai tempat pengecekan tiket. Adeeva bingung kenapa Daffa memberhentikan langkahnya. Senyumnya kini terukir. Ia berpikir Daffa akan mengubah pikirannya untuk tidak berangkat.
"Listen, Adeeva. Disana mungkin memang aku gak bakal betah. Aku gak bisa nemuin temen yang bener-bener cerewetnya, Bandelnya, Berotot, beraninya yang kaya kamu".
Adeeva melebarkan senyumannya mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Daffa. "Aku disana buat belajar. Aku disana mau nuntasin mimpi aku. kamu tahu kan kalo aku pengen jadi dokter? Biar yang kaya suka kamu bilang. Biar bisa ngobatin luka kamu. Terutama di hati kamu".
"Kamu cukup doakan aku aja, ya? Biar aku cepet pulang terus bisa ngeliat pernikahan kamu sama Adit. Dan—Ya. Kamu mau coba ngehalangi jalan aku supaya gak pergi? Makanan disana murah Adeeva. Bahkan kamu tahu. Kalo disana kebanyakan yang manis. Kan ada kamu yang selalu bikin pedes. Jangan lupa terus ngabarin aku. biar kerasa pedesnya" Ucap dengan meledek sambil tertawa. Adeeva menginjak kaki Daffa.Daffa melototinya.
"Pertama, Aku gak mau nikah sama Aditya. Kedua, kemarin aku beli siomay mahal serius. Ketiga, aku gak mau kamu pergi"Balas Adeeva kemudian memelaskan wajahnya.
Daffa menangkup wajahnya. "Kamu di begoin. Jangan terlalu polos jadi orang! Gak bisa ini kesempatan aku Adeeva. Doakan juga bisa bertemu gadis impian disana"
Adeeva ingin membalas ucapan Daffa. Namun ditahan olehnya. "Dan dengar. Aditya sudah menentukan tanggal pernikahannya. Kemungkinan satu atau dua bul—"
"APA?! DIA GILA!"Teriak Adeeva. Ia terkejut dengan ucapan Daffa.
"Ih berisik!"
"Udahlah Adeeva. Kamu tinggal tunggu aja. Nanti jika sempat aku akan hadir di acara pernikahanmu"
"Daffa! Lo ngomong apaansih! Dibilang gue gak mau"
"Kali ini bukan gue yang bakal maksa lo. Tapi, dia. Dan gue percaya lo bakal nerima dan gak bisa mengelak. Kecuali, gue yang ngelamar lo. Pasti lo uring-uringan, jambak rambut gue, bahkan bisa jadi dateng kerumah gue bawa celurit"
"DAF—"
"Pesawat gue udah mau berangkat. Inget pesan gue, kalo dia nyakitin lo. Lo jangan diem aja, lo lawan. Buat dia sadar betapa banyak air mata yang jatoh dari mata lo. Dan buat air mata lo ini air mata mahal kalo didepannya. Jangan nangis terus, Oke? Kalo dia bandel, tendang aja anuannya"Daffa menatap bola mata Adeeva dengan tajam kemudian tersenyum. Adeeva tersenyum sendu tanpa memperdulikan apapun ia memeluk Daffa erat.
"Jadi, lo bakalan pergi juga?" Ucapnya didalam pelukan Daffa. Daffa mengangguk. Lalu ia melepas pelukannya.
"Gue bilang jangan nangis!"Kesal Daffa lalu menghapus air mata Adeeva.
"Gue pergi, ya?"Adeeva dengan cepat menggeleng. Daffa kembali memeluk Adeeva menenangkannya. Kemudian ia melepas pelukannya. Tanpa menunggu persetujuan Adeeva ia segera menarik kopernya.
YOU ARE READING
VIE
RomanceMencintai seseorang yang tidak mencintai kita merupakan suatu tantangan bagi Adeeva. Mencintai dirinya merupakan hal yang sangat menyakitkan sekaligus menyedihkan terutama terhadap hatinya. Mengapa? Karena setiap kali didekatnya yang diingat...