Adeeva memilih untuk menyibukkan dirinya sendiri dengan panggilan kerjanya. Daffa pun tidak membicarakan soal permintaan itu lagi. Adeeva bersyukur sekali Daffa memilih tidak mengungkitnya lagi.
Saat ini ia bekerja sebagai staff Administrasi di salah satu perusahaan. Lain halnya dengan Daffa. Daffa memilih untuk melanjutkan studynya. Sebenarnya Daffa ingin sekali menjadi seorang dokter. Tetapi kedua orangtuanya ingin Daffa meneruskan perusahaan ayahnya untuk nantinya.
Sempat sedih saat Daffa memberitahu jika dirinya akan melanjutkan studynya ke luar kota. Bahkan Daffa pertama mengatakan pada Adeeva ingin melanjutkan kuliahnya di luar negeri karena untuk menjadi seorang dokter ia pikir butuh keseriusan. Oleh karena itu ia ingin melanjutkannya ke Luar negeri.
Adeeva bersyukur sekali dan mengucapkan banyak terimakasih kepada kedua orang tua Daffa yang tidak mengizinkan anaknya berkuliah disana. Akhirnya Daffa mengalah dan memilih untuk berkuliah di negeri sendiri. Namun adeeva sempat sedih jika Daffa memilih universitas di Yogyakarta sebagai pilihanya. Artinya ia akan berjauhan dengan Daffa. Tetapi apa dirinya sanggup? Entahlah.
Daf, jangan lupa istirahat dan makan ya. Jangan terlalu diforsir buat kerja sama belajarnya nanti lo sakit. Kalo lo sakit kan ngerengeknya ke gue
Sent
Begitulah setiap hari yang Adeeva lakukan. Waktu untuk bertemu Daffa semakin berkurang bahkan jarang sekali. Adeeva sempat berpikir jika Daffa masih marah padanya soal saat itu. Tetapi adeeva menepis pikirannya. Berharap apa yang dipikirkannya tidak benar.
Adeeva tahu jika Daffa sibuk belajar untuk tes masuk kuliah. Ia juga harus mulai belajar menekuni dunia usaha yang sudah ayahnya kelola. Oleh karena itu, adeeva sangat memakluminya. Ia kembali bersyukur jika Daffa tidak menjadi orang yang seperti saat kuliah. Hedon dan suka menghamburkan uang.
Ponsel Adeeva bergetar. Adeeva menyunggingkan senyumnya kembali saat melihat pesan masuk dari Daffa.
Daffansyah Aqeel
Pasti, Adeeva. You too.
Adeeva menghela nafasnya. Jujur ia sedih melihat balasan pesan dari Daffa. Begitu singkat. Berbeda dengan dulu. Dirinya selalu diteriaki bahkan selalu diingatkan untuk istirahat.
Adeeva menaruh kembali ponselnya. Ia membalas pesan Daffa didalam hatinya tanpa mengirimnya melalui pesan dari ponsel. Ponselnya kembali bergetar dengan antusias ia melihat ponselnya berharap Daffa mengirim pesan kembali tetapi dengan bercandaannya.
Tetapi dugaannya salah. Ternyata bukan Daffa yang mengirimnya pesan melainkan Aditya. Adeeva langsung membulatkan matanya. Ia menerjapkan matanya bahkan menguceknya. Tetapi tampilan namanya tidak berubah. Ternyata benar ini dari Aditya.
Aditya Naufal
Gue didepan kantor lo
Adeeva mengerutkan dahinya. "Mau apa dia?"Gumamnya sendiri.
"Apa gue buat masalah lagi?"Lanjutnya dalam bergumam. Dengan takut dan ragu serta jantung yang mulai berdegup. Adeeva mengambil ponsel dan tas yang berada di mejanya. Kemudian ia melirik jam yang melekat di pergelangan tangannya. Sudah jam pulang kerja. Akhirnya ia juga mengambil kunci motornya.
Saat Adeeva membuka pintu liftnya sudah ada yang menunggunya didepan. Aditya sedang duduk menatap Adeeva melirik kebelakang. Tidak ada orang. Berarti ia menyimpulkan jika tatapan tajamnya itu untuk dirinya. Ia semakin takut untuk melangkah. Rasanya ingin kembali menutup pintu liftnya lalu kembali ke ruang kerjanya.
Tetapi, Sial. Batin Adeeva. Adeeva melihat langkah lebar Aditya menuju arahnya. Lalu ia ditarik paksa keluar dari lift tersebut. Dan adeeva hanya bisa diam mengikuti langkah Aditya.
YOU ARE READING
VIE
RomanceMencintai seseorang yang tidak mencintai kita merupakan suatu tantangan bagi Adeeva. Mencintai dirinya merupakan hal yang sangat menyakitkan sekaligus menyedihkan terutama terhadap hatinya. Mengapa? Karena setiap kali didekatnya yang diingat...