9. Abuse

7.9K 597 59
                                    

Ini engga ngerti kenapa malah dapet inspirasi dari sebuah kata yang ada di lagunya Twenty one pilots - Heathens🎼🎶

Selamat membaca, semoga berkenan😊

-*-*-*-

"Berpuas dirilah untuk berbuat nakal selagi masih muda, keburu tua, kan malu.
Tapi jangan lupa, selalu ada hukum sebab akibat disetiap pergerakanmu."

-*-*-*-

Sejak mereka berenam meninggalkan Chakra Lounge, suasana tetap tidak berubah atau mencair sedikitpun. Konsisten dengan aura yang mencekam. Bahkan Alina sangat bingung, karena biasanya sedikit saja dia memberikan lelucon, walaupun itu tidak lucu sama sekali, tetap mampu merubah keadaan yang 'horor' seperti ini menjadi nyaman kembali. Mobil milik Ayah Paul itu terasa panas sekali walaupun Alina yakin air conditioner nya sudah dalam mode on.

Jujur saja Alina benci suasana seperti ini, ditambah lagi tatapan kelima temannya itu yang menatapnya dengan pandangan yang mengerikan. Alina jengah, ia tak tahan lagi. Ada apa sih sebenarnya dengan mereka semua? Dia salah apa?

"Bang, lo pada itu kena-" Tapi baru saja Alina berniat untuk bertanya ucapannya langsung dihentikan oleh Paul.

"Lo, belum saatnya ngomong, Al. Nanti, lo harus jelasin ke gue, ke kita semuanya. Gue tahu ada yang lo sembunyiin dari kita," Potong Paul dengan tegas.

"Apaan sih? Aneh deh, perasaan gue selalu cerita sama kalian kalau ada apa-apa, kenapa sih seka-"

"Tan, lo udah ijin sama Babeh nya Alin?" tanya Paul kepada Tania tanpa mengindahkan keluhan Alina.

"Udah kok, tadi gue udah sempat telepon, gue bilang kalau kita mau ngumpul di rumah gue sebelum kalian balik ke Jakarta. Pokoknya lo tenang aja, kalo gue yang ijin apapun alasannya pasti dibolehin kok sama Babeh, lagipula juga beliau udah kenal kita banget kan, jadi selow."

"Kalian itu ya, tumben-tumbenan ngambil keputusan sepihak begitu tanpa nanya sama gue dulu. Hih, ini sebenarnya ada apa sih?" Alina menggerutu sendiri.

"Lo yang sebenarnya ada apa, Al. Apa yang Gavin pernah lakuin ke elo?" tanya Retta tidak sabaran, padahal mereka semua, minus Alina tentunya, sudah sepakat tidak akan memulai sesi sidang sebelum sampai di tempat yang aman.

"Hah? Gav-"

"Ret! Lo lupa? Kita masih di jalan. Lo gak mau kan kita mati sia-sia cuma gara-gara adu mul- Adaw!!" Paul meringis ketika Alina mencubit tangan sebelah kirinya nya yang sedang dipakai untuk mengemudi.

"Heh, Abang rujak! Lo bisa engga sih berhenti motong omongan orang?" Alina jengkel sekali sejak tadi ucapannya dipotong terus-menerus oleh Paul.

"Ini anak mulutnya lama-lama gue sumpel pakai kaos kaki gue, nih. Dibilangin diam dulu, jangan adu mulut di jalan, bahaya. Nanti kalau lo mau teriak-teriak di rumah Tania aja," ujar Arif yang gemas sekali dengan Alina yang keras kepala.

"Tapi kan, gue kes-"

"Al, kalo lo engga bisa diem, gue udah siap tali nih kebetulan banget nemu di bagasi tadi. Mau lo?" ancam Betha.

"Idih, elo kenapa jadi makin mirip aja sih sama Paul, Beth?" Alina hanya bisa pasrah dan bersiap dengan kesunyian hingga tiba di rumah Tania nanti.

Alina hanya tidak menyadari jika sahabat-sahabatnya itu sedang berpikir keras dengan dugaan mereka masing-masing dalam kesunyian yang terasa. Mereka seakan saling bertukar pikiran tanpa berbicara dan tanpa diketahui oleh Alina.

Love Locked Out [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang