"Mom! Kak Qoli nyebelin!"
Alina terkekeh pelan melihat buah hati pertamanya sedang mencebikkan bibir. Gadis kecil itu kini telah menginjak usia lima tahun. Mereka kini telah kembali ke negeri asalnya, Indonesia.
Asaf menginginkan mereka menetap di Indonesia setelah Alina melahirkan. Suaminya itu merasa lebih nyaman jika Alina dibantu dan diajari cara mengurus anak langsung dari orang tua mereka.
Asaf kurang percaya dengan orang lain. Alina memakluminya, mungkin karena ini pertama kali mereka memiliki buah hati, hingga Asaf begitu protektif tak hanya pada sang istri, namun pada gadis kecil dengan pipi gembul di hadapannya ini, Blinda Hara Gayatri Hussein.
"Kak Qori kenapa lagi, Sweetie?"
"Dia ngeledekin Hala cadel, Mom! Sok kelen banget!" seru Hara. Gadis kecil dengan mulut cabe rawit. Asaf bilang hampir keseluruhan onderdil dalam Hara, menurun dari Alina. Beruntung onderdil luar Hara terinspirasi dari ayahnya, hanya warna kulit ibunya yang tersisa. Keseluruhan perpaduan itu membuat Hara cantik, tapi tidak saat dia sedang berbicara.
Alina terkikik geli. 'Emang cadel kamu, Ra. Dasar kloningan Mommy, yang begini aja sensian,' batin Alina.
Dengan lembut Alina mengusap kepala Hara. "Udah jangan didengerin, Ra. Biarin aja Kak Qori ngomong apa juga, Hara cuek aja."
"Hala punya kuping, Mom. Jadi pasti kedengelan. Telus kan Hala sayang Kak Qoli. Kata Mommy kan kita gak boleh cuek sama yang kita sayangi," sanggah Hara.
Alina menepuk jidat. Dia lupa jika anak ini pintar sekali membalas perkataan orang lain, iya seperti dirinya. Maka sebagai seorang ibu, ia perlu lebih pintar dari anaknya.
"Hara bukannya kemarin mau ice cream matcha sandwich ya? Gimana kalau kita beli sekarang?"
Mata Hara sempat berbinar sebelum meredup kembali. "Tapi kan nanti auntie Shova mau bawain. Mommy mau ngalihin pembicalaan ya?"
Alina meringis, Hara terlalu pintar. "Bu-bukan begitu, cuma Mommy lupa kalau auntie kamu mau main ke sini."
"Gak perlu dirayu, Tante. Dia harus mengakui kalau dia emang cadel!"
Hara mendelik tajam. "Pelgi kamu! Nanti aku cepat dewasa kalau kamu disini telus!"
Alina mengerutkan kening, "Kok bisa cepat dewasa, Sweetie?"
"Kalo malah-malah telus nanti Hala ubanan Mommy ... yang lambutnya ubanan kan Daddy, kalau Hala ubanan juga, nanti Hala dikila pacal Daddy," Keluh Hara kesal karena ibunya payah, tak mengerti dirinya.
Alina yang kini mengerti, tertawa terbahak-bahak. Hara memang sempat iseng memainkan rambut Asaf ketika ayahnya itu sedang tertidur di kursi sofa ruang tamu. Entah bagaimana rambut Asaf yang baru mau menginjak usia kepala tiga tahun depan sudah ada rambut putihnya. Mungkin karena terlalu banyak bekerja, kurang piknik bisa jadi.
"Kalo kamu ngusir aku, berarti Mama gak jadi kesini. Gak jadi deh, kamu dapat ice cream dari Mama!" ejek Qori sembari menjulurkan lidahnya.
"Assalamualaikum, kesayangan Daddy ... loh, itu kenapa bibirnya Hara maju begitu, Lin?" Asaf yang baru saja sampai sehabis menjemput adiknya dari bandara itu kebingungan melihat Hara cemberut.
"Biasa, Mas. Sensian," jawab Alina.
"Hala gak sensian Mommy! Kak Qoli yang nyebelin, Dad. Hala gak bohong!" seru Hara tak terima.
Asaf berdecak pelan, ia menghampiri Hara dan mencubit pelan kedua pipinya. "Iya, Daddy percaya kamu." Lalu pandangan Asaf beralih pada keponakan nya. "Qori, jangan digangguin terus dong Hara-nya. Hara itu sensian sama kayak Mommy-nya. Minta maaf ya sama Hara," bujuk Asaf.
Qori menjulurkan tangan kanan dan berbicara dengan nada paling rendah. "Maaf ya, Ra. Aku cuma bercanda tadi."
Tanpa berniat untuk melihat Qori, Hara hanya menjawab dengan dehaman. "Hm."
Asaf hanya menggelengkan kepala, tahu jika Hara dipaksa untuk menggenggam balik tangan Qori, malah yang ada nanti gadis itu akan semakin marah maka lebih baik dia diam saja.
Namun ketika ia beralih menatap istrinya, seketika firasat tak menyenangkan merayapi tubuhnya. Alina memandang tajam dan bersidekap, jelas sekali dia sedang marah. "Mas, kamu ... nanti malam tidur di luar!" Begitulah kalimat paling menyiksa luar dalam seorang Asaf yang baru saja terucap dari bibir menggoda milik Alina.
"Sebenarnya gue salah apa sih, Cop?" tanya Asaf pada adiknya.
Shova mengangkat bahu dan mengelus perutnya yang membuncit. "Enggak tahu deh, mungkin lagi isi kali. Dia kan ganas banget kalo udah punya macan di kantong."
"Masa sih? Gue jarang loh nusuk dia sekarang, kecuali ...."
Shova mendelik tajam, "Mulut elo dijaga, Kak! Ada anak-anak di sini."
Sedangkan Hara dengan kapasitas otak yang kebanyakan menurun dari sang ayah itu mulai mengerti satu hal, jika dia ingin adik, ibunya perlu sering makan sate.
END
-*-*-*-
Alina makan sate yang banyak ya, biar Hara cepaat punya adik! 😊
Aku terpikir merombak cerita Beautiful Excuses hingga muncul extra part ini.
Yup, mau aku jadiin sequel Love Locked Out!
Tapi lapak yang itu belum siap luncur ya, nanti kalau udah publish baru aku umumin, hehe.Dari kloningan Gigi Hadid,
Ali
Minggu, 11 Juni 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Locked Out [END]
ChickLit------------------------------------------------- BEBERAPA PART DI PRIVATE, DISARANKAN UNTUK FOLLOW TERLEBIH DAHULU ------------------------------------------------- Bagiku, hidup hanya perlu dijalani saja seperti air hujan dalam gumpalan awan. Ber...