30. Glowing

9.4K 446 64
                                    

Terimakasih buat The Script yang aku pakai judul lagunya buat part ini.

Aku masih seorang penulis amatiran, asli aku terharu benar-benar bisa buat cerita setelah stuck berkali-kali sampai semua ide cerita aku unpublish semua.

Makasih banyak buat kalian yang bersedia mengikuti cerita ini bahkan sampai ada yang antusias. Terimakasih sudah bikin aku semangat. Aku seneng cerita ini sempat mampir #79 di gendre Chicklit. Ini hadiah buat kalian!

Selamat membaca, semoga memuaskan. 💜

-*-*-*-

"Di saat hujan turun, yang ku ingat adalah suara tawamu.
Di kala pelangi muncul, yang ku bayangkan adalah senyumanmu.
Di mana mentari bersinar, yang ku rasakan adalah pelukanmu."

-*-*-*-

Alina terbangun di pagi hari dengan meneriakan nama Edward dan Asaf berkali-kali tapi tak kunjung mendapatkan jawaban.

Alina yang sudah duduk tapi masih memejamkan mata itu mengucek perlahan kedua matanya. Dia meraba ke sampingnya dan terbelalak karena tak menemukan siapapun. Asaf ke mana?

Perlahan dia menyadari jika ini bukan kamarnya. Kamar yang bernuansa cream itu berubah menjadi vanilla. Dia beranjak turun dari tempat tidur dan membuka jendela.

Pemandangan yang pertama kali tertangkap oleh indra penglihatan adalah sebuah kolam renang dengan air yang jernih dan ada beberapa gazebo di sekitarnya.

Alina semakin yakin jika ini bukan rumah nya di Los Angeles. Dia merasa sedikit familiar dengan suasana daerah ini. Tapi dia masih bingung sebenarnya dia ada di mana?

Alina mencari ponselnya dan mencari kontak Edward, dia berpikir sejenak lebih baik melakukan panggilan video supaya dia bisa memaki pria itu sekalian. Dia harus bertanggung jawab atas hal ini.

"Hey Adelin! Kau sudah bangun rupanya."

Alina dapat melihat dengan jelas di layar ponselnya jika Edward sedang bersama dengan kekasihnya Jimmy. Alina mengernyit jijik, "What the hell are you doing, Ed?! Where are you?"

"Di rumahmu, Sayang. Tidak bisakah kau lihat ini? Lihat, ini guci kesayanganmu bukan?" jawab Edward santai dengan menunjukkan guci khas Cina yang Alina dapatkan ketika sedang berada di Tiongkok.

"Demi Tuhan, untuk pertama kalinya aku tak peduli dengan guci itu. Di mana aku sekarang?!" tanya Alina kesal.

"Whoaa... kau pasti tidak sedang bersama kekasihmu itu kan? Kau mengerikan sekali." Jimmy yang berada tepat di samping Edward itu terkekeh.

"Aku benar-benar tidak ingin bercanda sekarang, Ed. Di mana aku?!" Alina sudah berada di ujung batas kesabarannya.

"Ya Tuhan, singa betina kau bodoh sekali. Kau hidup di jaman apa sebenarnya? Cek GPS di ponselmu. Jangan terlalu banyak menarik urat leher, nanti kau cepat tua."

Alina yang menyadari kebodohannya berdeham untuk menutupi rasa malunya, "Ehm, lalu kenapa aku bisa ada di sini?"

Edward memutar bola matanya malas, "Tanyakan pada Kekasihmu itu. Dia memaksaku membantunya. Jangan marahi aku, biarkan aku menikmati waktu liburku tanpa teriakanmu."

Alina berdecih, "Hey, kau itu pria atau wanita? Kenapa menurut saja dipaksa seperti itu?"

Edward pura-pura berpikir, "Aku? Aku pria yang tidak menyukai wanita, terutama wanita sepertimu. Hey, lagipula terkadang dipaksa itu menyenangkan. Hahaha."

Love Locked Out [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang