Air matamu takkan terjatuh,
lihat diriku untukmu. Kapan pun mimpi terasa jauh, oh ingatlah sesuatu. Ku akan selalu jadi sayap pelindungmu.The Overtunes - Sayap Pelindungmu
-September 2015-"ARA deg-degan, nih, Ris. Langsung pulang aja, yuk?" Paksa ku seraya menarik ujung jaketnya dari belakang.
"Ih, gapapa, Ra. Nenek Aris nggak doyan orang kok. Kan udah ijin juga sama ibu semalem. Udah, ah. Duduk anteng, liatin jalan aja atau maen HP. Sebentar lagi sampe, nih." Dia kembali fokus menyetir, menatap lurus jalan menuju rumah neneknya.
Sungguh, aku begitu panik dengan jantung yang terus berdebar. Pasalnya, aku belum pernah sekalipun berkunjung ke rumah keluarga Haris, apalagi ini neneknya. Ada juga, ajak Ara kerumah Aris dulu, ya. Baru deh kerumah nenek. Ck, langka emang, gak mau nyamain orang-orang dia, mah.
Untuk menghilangkan rasa gugup ku, aku menyumpal telingaku dengan earphone, sembari mata yang terus memperhatikan apa yang ada dijalan, orang-orang yang berjalan kaki, muda-mudi yang berpelukan erat diatas motor sembari tertawa ceria. Ck, panas-panas gini pelukan kenceng gitu. Gue, mah udah gerah banget itu.
Saking bosan dan nggak ada kerjaan, siapa dan apa saja yang ku temui dijalan aku komentari, dan rata-rata komentarnya nggak enak didengar, tetapi semua celotehanku malah mengundang tawa Haris. Huh, Astaghfirullah. Aku pun memutuskan berhenti melakukan aktivitas tidak bermanfaat tadi.
"Ra, Ara masih inget gak tanggal annive Ara sama Esa?"
"Inget, ini sekarang." Ujarku jujur.
"Yeh, Ara nggak ngerasain apa, gitu? Flashback atau kangen?"
Aku pun tersadar, selama ini bayang-bayang Esa telah hilang dalam benakku, mimpi-mimpi kenangan manis aku bersama Esa pun sudah tidak menghantui malamku. Semudah inikah aku berpaling?
Tapi di satu sisi, aku bersyukur berkat kehadiran Aris saat ini, annive -failed- ketiga ini aku sudah tak mengisi hari dengan tangisan sia-sia. Kehadiran Aris memang telah menjungkirbalikkan separuh hidupku. Kini, delapan-sembilan bulan kebersamaan kami, penantian dan segala perjuangan Aris, hatiku pun akhirnya luluh. Aku yakin, hatiku telah berpaling dari cinta semu masa lalu. Keraguanku pun telah lenyap. Belum terlambat, bukan aku memantapkan hatiku untuk memilih Aris?
Tanpa terasa- mungkin karena aku tidak terlalu memperhatikan jalan, kami telah sampai di depan pekarangan rumah nenek Haris.
"Turun, mbak. Udah sampe, ya."
Aku pun segera turun dari motornya, dan mensejajarkan langkah besarnya menuju rumah nenek."Assalamualaikum, nek," ucap Haris. Kami seraya melepas sepatu diteras rumah nenek. Lalu melangkah memasuki ruang tamu.
"Waalaikumsalam. Siapa, ya? Haris, ya?" Tanya nenek seraya merapikan rambut dan memasang kembali kerudungnya.
"Iya, nek. Haris, siapa lagi emang cucu nenek yang paling keren."
Haris pun seraya mendekat dan mencium tangan nenek, lalu duduk lesehan disamping nenek."Au, ah. Kerempeng kamu, mah. Itu siapa, Har? Sini, neng masuk. Botoh pisan, ya, Har." Aku pun seraya masuk dengan langkah yang begitu lambat dan jantung berdetak cepat. Seraya mencium tangan nenek dan duduk lesehan didepannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Choco Berry [COMPLETED]
Teen FictionZahra, seorang siswi yang gagal move on hingga dua tahun lamanya. Di lain sisi, ada seorang siswa yang terus memperhatikan gerak geriknya menunggu saat yang tepat untuk maju dan mendobrak pintu hati Zahra. Apakah Zahra bisa membuka hatinya yang suda...