Cukup sekali saja aku pernah merasa betapa menyiksa kehilanganmu.
Kau tak terganti, kau yang selalu kunanti.Raisa - Kali Kedua
-Awal Bulan Juli-
SEPULANG tadarus bersama aku merebahkan tubuh di ranjang. Sebenarnya, mataku sudah tidak kuat terbuka lebar. Maklum, mataku bulat atau kasarnya; belo. Jadi, jika sedang mengantuk mataku akan menyipit layaknya member girlband Korea.
Mohon, jangan tertawa atau sirik padaku. Salahkan saja percaya diriku yang terlalu tinggi. Eh, salahkan saja Aris, pede yang terlalu tinggi dan cenderung menjijikkan ini ditularkan olehnya.
Sesaat aku meneliti semua barang yang ada di kamarku. Dimulai dari langit-langit, lemari, meja belajar hingga pandanganku tertuju pada pintu yang tertutup rapat itu.
Dengan refleks, bibirku berkedut dan tawaku pun pecah. Aku kembali mengingat kejadian lucu saat sweet seventeen-ku minggu lalu.
"Yang udah makan, solat dulu, yuk!" Seru ibuku. Beberapa dari mereka pun solat di ruang tengah untuk yang cowok, untuk cewek solat di kamarku.
Mereka solat bergantian, karena jumlah mukena yang seadanya.
"Ra, solat di kamar lo? Mukenanya ada, kan?" Tanya Eriska saat aku sedang repot membawa tumpukan piring kotor ke dapur.
"Ada, kok. Di kamar gue juga ada punya ibu gue. Gantian aja, ya lo pada." Aku pun segera berlalu ke dapur, mereka mengangguk paham seraya melangkah masuk ke kamarku.
Btw, sahabatku sudah solat dan kini giliran teman SMK-ku. Kini, yang berada di kamarku hanya tinggal Eriska, Winda, dan Sany.
Saat aku selesai menaruh semua piring kotor di wastafel, ibu pun memanggilku.
"Kak, bikin sirup lagi, ya! Udah abis soalnya, nih." Ibuku berseru dari depan rumah.
"Iya, bu. Bentar." Aku pun segera membuat minuman dari sirup rasa jeruk yang menyegarkan ini.
Setelah siap, aku segera melangkah menuju depan rumahku. Saat melewati kamarku, aku melihat pintu terbuka. Karena terbiasa dan tidak suka melihat pintuku yang terbuka walau sedikit, aku langsung menutupnya dan mengunci dari luar dengan kaitan besi yang ada diatas gagang pintu.
Setelah pintu tertutup rapat, aku melanjutkan langkahku dan memberikan sirup pada temanku yang masih haus.
"Ra, tuangin dong, tolong!" Pinta Rosy seraya memberikan gelas.
Aku langsung menuangkannya sirup jeruk dan memberikan es sirup segar itu segelas penuh untuknya.
"Makasih, Ra." Ia tersenyum dan meneguk cairan oranye itu, aku pun mengangguk.
"Eh, btw yang lain mana?" Tanya Rosy, yang ia maksud ialah Eriska, Winda, dan Sany.
Aku pun mengendikan bahu, "Gak tau, Ros. Tau-tau ilang aja itu bocah pada, kayak dedemit."
Rosy tertawa, aku pun mengedarkan pandanganku mencari keberadaan mereka.
"Heh, gue lagi solat dikonciin. Et, pea!" Sungut Winda berapi-api seraya menepuk bahuku tanpa perasaan hingga mengagetkanku.
"Hah, dikonciin? Kaga, ah. Perasaan gue disini aja dari tadi." Aku pun membela diri."Pala lo peyang! Usil banget sih lo, Ra. Kaga di sekolah, kaga di rumah. Heran gue," balas Eriska mengompori.
Karena paham wajahku yang bingung, Sany pun menjelaskan dengan halus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Choco Berry [COMPLETED]
Teen FictionZahra, seorang siswi yang gagal move on hingga dua tahun lamanya. Di lain sisi, ada seorang siswa yang terus memperhatikan gerak geriknya menunggu saat yang tepat untuk maju dan mendobrak pintu hati Zahra. Apakah Zahra bisa membuka hatinya yang suda...