Juni 2017 II

791 55 76
                                    

Cepat pulang cepat kembali
Jangan pergi lagi
Firasatku ingin kau tuk
Cepat pulang...

Raisa - Firasat

Hai, baca sampe bawah ya! Aku ngadain Q&A fun fact loh. Mari berpartisipasi!!

-Beberapa Hari Menjelang Ulang Tahun Zahra-

SEPULANG sholat tarawih di masjid dan tadarus di pengajian rumah bu Sulis, aku lantas masuk kamar dan melipat mukena juga sajadahku dan kutaruh di meja.

Aku merenggangkan badan dan memiringkan leherku ke kanan dan ke kiri agar meredakan rasa pegal.

Aku pun memutuskan merebahkan diri sejenak, baru saja aku duduk di ranjang. Video call dari Rena masuk mengagetkanku.

Aku langsung mengambil ponsel dan menggeser tombol hijau.

"Hai, Araaaa."

Sapaan melengking khas Rena pun menyambutku, tentunya diiringi dengan wajah cantiknya.

Aku lantas menjauhkan ponsel dan mengusap telingaku, "Berisik, ah."

Ia meringis dan terkekeh, "Ra, aku mau nanya serius, nih sama kamu."

Aku pun menyandarkan ponsel di LCD Komputer agar lebih nyaman berbicara dengan Rena.

"Mau nanya apa, Ren?" Kataku dengan raut serius.

"Kalian kenapa?"

Aku mengerutkan kening. "Siapa?"

"Kamu sama abang kenapa?"

Aku menghela napas, "Gapapa. Emang kita kenapa?" Tanyaku balik.

Ia berdecak sebal, "Kalo kamu nggak mau jawab jujur, aku ke rumah kamu sekarang."

Aku lantas membulatkan mata, "Eh, jangan. Awas aja, aku nggak bakal bukain pintu."

"Bodo, aku teriak." Ia pun menantangku.

"Yeh, orgil."

"Bodo," katanya seraya memeletkam lidah.

Aku pun menarik napas panjang sejenak dan menghembuskannya perlahan.

"Sebelum aku jawab jujur, aku mau tanya sesuatu dulu."

"Tanya apa, cepet! Pasti aku jawab."

Aku terdiam sebentar. Memikirkan bahwa aku tak salah menanyakan hal ini.

Kulihat ia masih sabar menunggu, ia pun menaik-turunkan alisnya.

"Ren."

"Ya?" Jawabnya cepat.

"Zenyta siapa?"

Ia terdiam, kulihat sorot matanya menjadi sayu. Tak lama kemudian pun matanya berkaca-kaca.

Ia menunduk tak ingin menatapku.

"Ren?"

Ia pun mengangkat wajahnya, kini air matanya pun lolos dari mata cantiknya.

"Kok kamu nangis?" Kataku heran.

Rasa penasaranku pun makin besar dan entah kenapa jantungku berdebar keras.

"Yaudah, kalo nggak mau jawab gapapa. Udah kamu jangan nangis lag-"

"Dia masa lalu abang. Mantan tunangannya yang udah meninggal."

JAM dinding menunjukkan pukul satu malam. Sedari tadi aku hanya melamun, memejamkan mata, dan melamun lagi.

Choco Berry [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang