Maret - April 2016

945 75 92
                                    

Kau tinggalkan aku ku tetap disini.
Kau dengan yang lain ku tetap setia.
Tak usah tanya kenapa, aku cuma punya hati.

Mytha - Aku Cuma Punya Hati

-Pertengahan Bulan Maret-

MALAM Sabtu ini adalah malam terakhir aku dan teman-temanku PKL di Puskesmas yang telah menjadi wadah untuk kami belajar langsung di lapangan selama dua bulan lamanya.

Di hari esok, kami akan berpamitan kepada seluruh staf dan para dokter dengan mengadakan acara makan bersama.

Ini kali kedua aku kebagian shift malam. Malas sekali sebenarnya, tetapi, ya hitung-hitung terakhir aku mengabdikan diri disini. Eaa, mengabdikan diri.

"Ra, lo mau teh nggak? Bikin, yuk? Dingin soalnya, nih." Eriska memang tea lover. Tiap shift malam, pasti ia selalu membuat teh manis untuk menghangatkan diri.

"Yeh, nge-teh mulu, lo. Yaudah, yuk. Gue pengen nyusu juga, nih." Aku pun melangkah keluar apotek dengan ia mengikuti dibelakang.

"Dari pada lo nyusu mulu, tinggi kaga." Ia pun terkekeh, aku hanya mendengus kesal.

Ya, kalau dipikir-pikir memang membingungkan, sih. Aku gemar minum susu, tapi tubuhku segini-gini aja. Aku tidak terlalu kurus, tetapi hanya faktor tinggi badan yang sedikit menyinggungku. Memang tubuhku bisa dikatakan mungil. Ya, syukuri aja, yang penting sehat.

Seusai kami menyeduh minuman favorit kami masing-masing, kami kembali ke apotek dan menyeruputnya perlahan dalam keadaan masih panas.

"Lo laper gak, sih? Gue ada duit, tapi sayang-sayang."

"Lo, mah nggak ada kenyangnya, Ra. Baru tadi kita makan nasi bekal kita, kan." Aku pun mengangguk, dan melihat tirai apotek yang bergerak-gerak.

Seakan tau arah pandanganku, Eriska pun mengikuti memandang tirai misterius itu. Kok jadi gak enak gini suasananya?

"Baaaa!" Sesosok lelaki dengan badan tinggi kurus dan berkepala botak itu pun mengagetkan kami dengan meloncat menyibakkan tirai.

"Apa, sih. Ah, garing, bang. Gak lucu!" Kataku kesal, aku sembari memegang dadaku yang berdebar keras.

"Iya, nih bang Edwin gabut banget, dah. Gak ada kerjaan, ya, bang?" Tanya Eriska dengan raut yang masih dalam keterkejutannya.

"Yeh, pada parno. Nih, rata-rata kalo orang galak artinya lagi laper. Nih, beliin abang sate Padang sekalian, ya. Itu jajanin aja, abisin." Bang Edwin pun memberi kami selembaran uang lima puluh ribu.

Mataku pun seakan bersinar dan kami segera keluar Puskesmas membeli kwetiaw, nasi goreng untuk Eriska dan tak lupa sate Padang pesanan bang Edwin.

Alhamdulillah, rejeki anak sholehah. Kataku dalam hati seraya tersenyum.

SEPERTI biasa kami dibangunkan untuk melayani resep obat pasien tengah malam menjelang pagi ini.

Aku pun tak bisa melanjutkan tidur lagi, karena lelah dan pusing. Akhirnya kami bercerita horor yang membuat mata kami tak ingin terpejam.

"Lo tau gak, sih? Kemaren pas shift malem, si Ojay sama Zaki digangguin, gitu."

"Hah, iya apa? Kok gue gak tau, ya." Aku pun langsung bangun dan duduk sila. Bersiap mendengarkan lanjutan ceritanya.

"Iya, jadi kayak ada cewek yang nyanyi Lingsir Wengi, gitu."

Choco Berry [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang