Dan.. bukan maksudku, bukan inginku melukaimu.
Sadarkah kau disini ku pun terluka.Sheila On 7 - Dan
-Pertengahan Bulan Februari-
"PASIEN nomor tiga silakan masuk," ujarku sopan sembari mempersilakan ibu dan anak laki-laki kisaran umur enam tahun, untuk masuk ke ruang poli gigi.
Ya, kini aku sedang bertugas sebagai asisten dokter gigi. Sebenarnya, tidak asisten yang membantu mencabut gigi atau apa. Disini, aku hanya membantu untuk memanggil pasien dan mencuci alat bekas pakai pasien.
Ya, aku bersyukur banget bisa PKL di Puskesmas. Karena ruang lingkup yang luas, jadi nggak seputar obat-obatan aja. Kadang aku bisa jadi apoteker, perawat, asisten dokter umum dan gigi, bahkan asisten bidan. Aku juga kadang di apotek kok, tapi kan di rolling biar semua dapet pengalaman.
"Ah, gak mau, ma. Hafiz gak mau, Hafiz takut!" Teriak anak kecil itu seraya meronta-ronta. Ya, bukan hal baru lagi anak kecil takut dengan dokter gigi. Padahal dokter Ferdi ini baik, ramah sekali untuk sebutan dokter gigi.
"Zahra, tolong bantu saya pegangin kakinya, ya," pinta dokter Ferdi.
Aku pun mengangguk dan memegang kaki Hafiz. Ibunya pun menatapku iba.
"Maaf ya, neng. Dia emang takut banget sama dokter gigi, maklum anak kecil, ya." Aku hanya mengganggu dan membalas dengan senyum tulus, karena aku hanya fokus pada kaki Hafiz, bila aku acuh, mukaku bisa jadi sasaran tendangan.
"Nah, nggak sakit, kan? Ayo, masih takut nggak sama saya?" Hafiz pun menggeleng, dokter Ferdi pun berhasil menjinakkan Hafiz. Ck, menjinakkan. Karena memang tenaganya yang besar hingga membuat aku dan ibunya kewalahan.
Dokter Ferdi telah selesai menambal gigi Hafiz, setelah berkumur Hafiz pun diijinkan untuk pulang dan diberi nasihat agar jangan terlalu sering makan makanan yang keras dan manis juga jangan lupa gosok gigi dua kali sehari. Hafiz pun mengangguk tersenyum.
Aku segera mengantarkan Hafiz dan ibunya lalu memanggil antrian nomor empat.
Setelah pasien itu masuk, aku segera mencuci peralatan medis bekas pasien terdahulu.
Hingga waktu menunjukkan jam setengah dua belas, pasien sudah tidak ada, pelayanan hari ini pun selesai.
Untuk mengisi kebosanan, aku mengecek ponselku dan tidak ada notif apapun disana. Aris kemana, ya?
Aku pun menyingkirkan segala pikiran negatif dan berniat mendownload lagu Raisa dan Afgan yang berjudul Percayalah, karena disini wi-fi nya kencang.
"Zahra, kamu PKL masih sebulan lagi disini, ya?" Tanya dokter Ferdi seraya melepas masker dan handscoon.
"Iya, dok. Sampai pertengahan Maret waktu PKL-nya." Aku pun menghampirinya dan duduk dibangku tepat di depan mejanya.
"Oh, lama juga, ya. Hm, kamu niatnya nanti mau kuliah?" Tanya dokter yang memiliki tubuh tinggi ini, juga seorang ayah dengan satu anak yang pembawaanya yang berwibawa, baik dan ramah.
"Iya, dok. Tapi saya betah disini, jadi nggak kerasa lama. Insya Allah, dok."
"Iya, lanjutkan! Harus kuliah. Saya lulusan UNPAD. Terus magang di Kalimantan. Mau saya ceritain perjuangan saya jadi dokter gigi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Choco Berry [COMPLETED]
Teen FictionZahra, seorang siswi yang gagal move on hingga dua tahun lamanya. Di lain sisi, ada seorang siswa yang terus memperhatikan gerak geriknya menunggu saat yang tepat untuk maju dan mendobrak pintu hati Zahra. Apakah Zahra bisa membuka hatinya yang suda...