November 2016

886 61 165
                                    

Pemeran utama hati, pemicu detak jantung ini
Baru kini kusadari
Setelah berlayar pergi
Itu kamu..

Raisa - Pemeran Utama

Awal November 2016-

"MAAF, yang. Yailah, gara-gara aku ngeliat cewek doang masa sampe diemin aku, gini?" Katanya seraya memohon padaku dengan wajah melasnya.
"Ya, lagian jelalatan banget, ngeliat cewek bening dikit sampe belok-belok, gitu. Gue, mah apa, ya?"

Jujur, aku sangat kesal. Jangan bingung! Mari aku ceritakan, kami tadi sedang dalam perjalanan pulang sehabis beli sate.

Lalu di depan kami, lewatlah cewek cantik yang berperawakan seperti Anaya. Putih mulus, cek. Rambut badai cek. Muka penuh polesan make-up, cek. Mata indah dengan lensa kontak berwarna, cek.

"Aku ngeliat karena refleks, sayang. Namanya orang lewat, nih kita pasti langsung ngeliat, lah nggak direncanain dulu." Ia melanjutkan argumennya walaupun aku malas menghiraukannya.

"Aku seneng, deh kamu over cemburuan, gini. Kamu, kan kalo manyun, gitu makin cantik, yang." Ia pun terkekeh.

Aku mendongak dan menatapnya tajam, tapi aku tak dapat menahan senyumanku.

"Uhh, makin cantik kalo nyengir kuda, gitu." Ia tertawa geli.

"Diem, ah!"

"Araaa," panggil Sahila yang tau-tau datang ke rumahku.

Belum sempat aku menyahut, ia langsung lari menuju kamar mandi.

"Ra, gue kebelet parah, nih. Gue ke kamar mandi, ya."

Ya, ia ijin ke kamar mandi saat sudah masuk kamar mandi. Yah, namanya juga sahabat. Kalo nggak gadir, ya gak tau malu.
(Gadir: Gak Tau Diri)

"Ngapa, sih itu bocah?" Tanya Aris, aku hanya membalasnya mengedikkan bahu, cuek.

Selang beberapa menit aku dan Aris tak saling bicara, Sahila pun keluar dengan raut sumringah.

"Dah, lega."

Aku pun mendengus melihat senyum anehnya.

"Eh, lo berdua kenapa, dah? Kok jauh-jauhan, gitu?" Tanya Sahila bingung, ia pun langsung duduk di depanku.

Btw, aku dan Aris sedang duduk lesehan di lantai rumahku. Tapi, aku duduk di dalam ruang tamu, ia di luar. Kami sebenarnya cukup dekat, hanya saja dibatasi jendela besar.

"Tau, tuh. Si Ara lagi ngambek sama gue, La," adu Aris.

"Lah, kenapa?"

"Gara-gara gue ngeliatin cewek doang, dia sampe nyuekin gue. Parah, kan?"

Awalnya kupikir Sahila akan membela Aris dan bilang bahwa aku lebay. Eh, ternyata...

"Ya, elo lagian jelalatan. Gue jadi elo, nih, Ra langsung gue colok matanya pake garpu," jawab Sahila berapi-api.

Aku pun tertawa puas dan aku mengajak Sahila high five.

"Yah, elo berdua, mah sepaham emang." Aris pun mendengus sebal.

Tak lama orangtuaku tiba di rumah.

"Assalamualaikum. Wah, rame, nih!" Ucap ibuku seraya melepas jaketnya.

"Waalaikumsalam," jawab kami. Kami pun langsung berdiri dan mencium tangan ibu dan ayahku.

"Dari mana, bu?" Tanya Sahila.

Choco Berry [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang