Penghujung Tahun 2016

912 55 126
                                    

Tetaplah engkau disini
Jangan datang lalu kau pergi
Jangan anggap hatiku jadi tempat persinggahanmu

HiVi - Pelangi

-Awal Bulan Desember-

SEDARI tadi aku hanya bergelung dalam selimut merah motif mawar, favoritku.

Entah apa faedahnya, bukan karena bad mood, bukan juga karena galau, tapi karena tamu bulanan.

Ting!

Bunyi ponselku, menandakan ada pesan masuk. Tapi, aku sedang tidak ingin berbicara atau berbalas pesan dengan seseorang. Karena nanti yang ada, orang itu akan habis ku marahi.

Ya, aku sedang memasuki periode PMS. Bila artinya diplesetkan jadi, Perempuan Menjadi Singa.

Menurutku, itu benar. Tapi, kesannya memang terlalu berlebihan. Ah, sudahlah. Apa peduliku?

Hingga gerakan menggulingkan badanku terhenti saat ponselku berdering terus menerus tanda ada panggilan masuk.

Dengan malas dan menghembuskan napas dalam-dalam, aku pun mengangkatnya.
"Halo, sayang."

Ya, kali ini panggilannya tak berdampak apa-apa padaku. Sungguh, PMS ini mengalihkan semua emosiku.

"Hm." Aku menjawab singkat dan datar.

"Yailah, kamu nggak PMS aja udah jadi macan, ya. Gimana lagi PMS, nih sekarang? Sama aja bosen idup, nih aku nelpon kamu." Aris terkekeh dengan suara kaku. Mungkin dia takut padaku?

"Apa, sih? Lebay, deh. Aku nggak se-nyeremin itu, plis!" Kataku, lelah.

"Iya, gemesin kamu, mah, Ra."

"I know, babe," jawabku pede.

"Gemesin minta ditabok ya, yang?"

"Muka lo sini yang gue tabok bolak-balik."

Dia tertawa geli, "Canda, sayang."

Aku mendengus kesal, dan mencoba mengalihkan obrolan absurd kami.

"Eh, Ris lucu kali, ya kalo pas udah gede nanti kamu temenin aku ke salon." Aku terkekeh geli membayangkannya.

"Hah, ke salon? Ngapain, yang?"

"Ya, namanya juga cewek. Aku mau coba kali mempercantik diri, Ris."

"Yeh, udah cantik. Ngapain, sih? Lagian tampang-tampang kamu ke salon, Ra yang ada kalo misalkan mau mau creambath, terus kamu buka kerudung kamu, eh mbak salonnya langsung bilang gini, 'Yah, gak jadi, deh. Pulang aja, mbak. Saya nggak sanggup.' Tuh, kamu mau diusir kayak, gitu?"

Betapa teganya Aris meledekku sedalam itu. Ah, dia dengan seenak udel menghina rambutku. Ya, memang rambutku keriting, tapi hanya dibagian bawahnya, atau bisa dibilang keriting gantung.

Padahal rambutnya yang lebih parah, agak ikal. Kalau cewek, kan keriting itu cantik-cantik aja. Kalau cowok? Makanya rambutnya itu selalu jadi sasaran jambakan empuk bagiku.

"Heh, nyadar dong! Parahan rambut lo, gue jambak lo pas ketemu. Awas aja!" Seruku berapi-api.

Karena aku sedang tidak berselera untuk diajak bercanda atau berdebat, aku pun memutuskan sambungan telepon kami secara sepihak.

Aku memejamkan mata seraya menghela napas gusar. Aku pun bangkit dari zona nyamanku, dan melangkah keluar kamar.

Aku berniat untuk mencuci muka yang kusut sejak tadi, maka dari itu kaki kecilku pun membawaku menuju kamar mandi yang bernuansa coklat dan hijau yang menenangkan itu.

Choco Berry [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang