Mencoba bertahan di atas puing-puing
Cinta yang t'lah rapuh
Apa yang kugenggam
Tak mudah untuk aku lepaskan...Ungu Ft Rossa - Terlanjur Cinta
-Awal Bulan Februari-KULIHAT ibu sedang melipat pakaian yang telah kering, yang baru diangkatnya dari jemuran.
Aku pun menghampiri, berinisiatif membantu. Tentunya, lipatanku tak serapi ibu. Lah, aku orangnya memang tidak sabaran dan tidak telaten macam ibu.
Ia pun tersenyum memandangku dengan mata belonya yang juga ia turunkan padaku, "Kak, ibu kangen permata ibu, dah."
"Hah, permata? Bukannya ibu punya emas doang? Itu juga warna kuning mentereng." Dahiku berkerut, heran.
Ibu tertawa, "Ih, maksud ibu perjakanya ibu, abang Rifky."
Aku mengangguk, walau dalam hati tak setuju sebenarnya.
"Permata hitam," sindirku.
Ya, Rifky memang memiliki kulit coklat seperti Aris. Ia menuruni gen dari ayah, sedangkan kulit putihku menurunkan gen dari ibu.
Ya, lagi pula untuk apa memiliki cowok putih mulus terawat? Cukup aku saja yang putih, Aris jangan. Tentu tidak akan terlihat 'macho' nanti. Dan kalau Aris itu putih, nanti aku kalah saing. Masa lebih bening cowoknya dari pada ceweknya?
Ya, seperti mantanku yang terdahulu, si Ardian. Ia memiliki kulit putih, rambut agak kecoklatan, iris coklat muda, dan badan kurus kering.
Jika dibandingkan dengannya, tentu lebih putih dan mulus kulitnya dari pada kulitku. Dan, ia lebih pantas jadi boy band, sih.
Dan, ia tidak gentle, bila bertemu denganku pasti kabur. Entah wajahku yang horor atau nyalinya yang seperti kerupuk.
Ah, kenapa jadi membahas warna kulit? Jujur, aku tidak bermaksud 'rasis' disini. Mohon maaf bila ada yang tersinggung, ini masih suasana lebaran, lho.
Aku hanya mengeluarkan pendapat. Suka ya, syukur. Nggak ya, udah.
Back to 'permata hitam', mungkin ibu melihat raut tak setuju dari wajahku, ibu pun tertawa dan menjelaskan alasan keramat dibalik sebab Rifky disebut sebagai permatanya.
"Kak, kakak kan tau. Ibu punya adek cewek semua, terus dibawa ayah kamu buat tinggal disini, eh adeknya juga cewek semua. Terus ibu hamil ngarepin anak pertama cowok, eh yang lahir kamu. Ya, Alhamdulillah, sih. Terus empat tahun kemudian, ibu hamil lagi. Eh, syukur Alhamdulillah akhirnya lahir bayinya punya 'burung'," tutur ibu panjang.
Aku hanya menganggukan kepala, bosan. Ibu sudah mengulang kata-kata ini tak terhingga.
Ibu pun tertawa melihat raut wajahku macam orang yang sedang enek.
"Abang lagi ngapain ya, kak? Pasti disana masakannya nggak seenak ibu. Pasti nggak bisa nambah. Abang, kan nggak cukup makan sepiring. Udah gitu, sehari makan bisa enam ampe tujuh kali. Kali-in aja coba, kira-kira sehari dia makan bisa sampe dua belas-empat belas piring."
Aku tertawa kecil. Di hati kecilku juga sebenarnya mengkhawatirkan kondisi Rifky disana. Tapi, syukurnya ia betah dengan suasana Pondok Pesantren.
Ya, Rifky memang punya hobi makan banyak dan sangat sering. Normalnya, manusia hanya makan tiga kali. Baginya, itu tak cukup. Ia butuh enam kali makan dalam sehari.
Mungkin kalian berpikir, betapa besarnya tubuh Rifky, kan? Kalian salah. Ia memiliki tubuh yang agak pendek dibandingkan anak seumurannya dan postur tubuhnya hampir dengan Aris. Yaitu, begeng.
KAMU SEDANG MEMBACA
Choco Berry [COMPLETED]
Teen FictionZahra, seorang siswi yang gagal move on hingga dua tahun lamanya. Di lain sisi, ada seorang siswa yang terus memperhatikan gerak geriknya menunggu saat yang tepat untuk maju dan mendobrak pintu hati Zahra. Apakah Zahra bisa membuka hatinya yang suda...