Agustus - September 2017

983 44 2
                                    

Di malam hari..
Menuju pagi..
Sedikit cemas..
Banyak rindunya..

Payung Teduh - Untuk Perempuan yang Sedang di Pelukan

-Awal Bulan Agustus-

SELEPAS melaksanakan sholat maghrib dan berdoa berucap syukur kepada Allah karena telah dimudahkan operasi Ayah, aku lantas membanting tubuh di kasur dan mengecek ponsel.

Saat aku membuka aplikasi Whatsapp, deretan pesan masuk yang belum kubaca terpampang jelas. Lantas aku langsung menggulir layar untuk membaca yang paling bawah.

Fania S
Ra, lo jadi kan ikut panitia Agustus-an?

Zahra Rabbani
Iya jadi, Ni.
Kalo mau rapat, samper langsung ke rumah gue aja, ya.

Fania S
Oke, Raaa.

Sebenernya ini baru kali pertama aku tergabung dalam organisasi Kepanitiaan Remaja di lingkungan rumahku.

Entah karena malas dan kupikir aku telah disibukkan oleh berbagai macam tugas sekolah yang menumpuk, jadi aku tidak aktif mengikuti organisasi tersebut.

Lalu terdapat pesan Aris diatasnya. Dia bilang, ia sekarang sedang di distro menemani temannya yang belanja, aku lantas membalas mengiyakan.

Dan sisanya teman-temanku yang menanyakan kondisi Ayah dan mereka ingin menjenguk. Aku tersenyum bersyukur, dan membalasnya satu persatu.

Terakhir, paling atas dan sekarang masih online, yaitu bang Arka.

Arka Algifahri
Ra, kita bisa ketemu lagi?
Sebentar aja..

Aku menyesal telah membacanya, aku lantas menutup aplikasi Whatsapp dan membuka aplikasi Instagram untuk sekadar melihat postingan orang-orang sekaligus mengetahui tentang keseharian idolaku, Raisa.

Cia elah, Raisa.

Saat aku hendak membuka snap gram Raisa, layar ponselku berganti dengan panggilan masuk dari bang Arka.

Angkat nggak, angkat nggak.

Di dering terakhir, aku memutuskan tuk mengangkatnya. Tak ada gunanya juga lari dari masalah.

"Halo, Ra." Sapanya, terdengar hembusan napas lega saat ia menyebut namaku.

"Hm, iya?"

"Saya mau ketemu kamu, bisa?" Pintanya dengan suara memohon. Ada rasa tak nyaman yang menyelimuti dadaku.

"Maaf, Bang. Ara nggak bisa."

"Kamu harus denger penjelasan dari saya, Ra. Kamu baru denger dari Rena aja, kan. Saya nggak tenang kamu kayak gini."

Aku diam. Terdengar helaan napas frustasi darinya.

"Saya udah terbiasa sama kehadiran kamu. Pas kamu ngehindarin saya, jadi aneh rasanya.. Sepi."

"Oh, jadi Ara cuma jadi obat kesepian Abang, ya pas kak Zizi udah nggak ada."

Entah kenapa kata-kata sindiran itu langsung keluar dari mulutku. Ah, terlanjur. Mulut ini terlalu polos untuk disesali.

"Bukan gitu, Ra.. Maksudnya-"

"Udah ya, bang. Lagian gapapa kok, wajar. Namanya juga mantan terindah ya, kan. Ara paham kok." Aku mengela napas sebentar, lalu melanjutkan. "Udah ya, bang. Ara punya kehidupan tanpa abang, dan abang juga."

Choco Berry [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang