"Jangan berani-berani lagi kau melakukan kesesatan itu, Sum," kata Johann dengan nada kering esok paginya.
Aku hanya mengangguk. Perih akibat cambukan masih berwarna merah terang. Johann tidak meminta maaf. Aku pun tidak tahu salahku di mana. Maka, karena aku yakin tidak salah, sesuai petunjuk Mbah Wayuh, aku masih minum ramuan dan berdoa tanpa sepengetahuan Johann. Pikiran soal anak sejenak terlupakan karena kejadian di bulan Februari. Hari Minggu siang setelah Johann pulang dari gereja, temannya yang bernama Willem datang ke rumah bersama adiknya. Adik Willem berambut keemasan, diikat dengan pita merah. Senyumnya yang cantik tersungging. Gaunnya indah, merah jambu dengan banyak renda di dada. Willem memanggilnya Claudette. Gadis Eropa itu nampak bagai boneka. Kulitnya seputih susu, sehat karena pipinya merah jambu.
Mereka bertiga bercakap-cakap dalam bahasa Ratu Wilhelmina sementara aku berada di dapur menyiapkan poffertjes. Saat menghidangkan kopi, aku melihat bagaimana Claudette mencairkan suasana. Awalnya, dari roman muka Johann, kelihatan mereka membicarakan masalah serius. Hal yang paling merisaukan bukan ketegangan di wajah Johann, tetapi karena Claudette selalu berhasil membuat londoku tersenyum. Gadis itu mampu memberikan kesan, seberbahaya apa pun yang mereka percakapkan, dunia tetaplah tempat indah mempesona.
Sesekali Willem dan Claudette menyesap kopi susu buatanku. Kau tahu, semenjak menginjakkan kaki di rumah Johann, aku tak pernah dilanda kebencian sehebat ini. Ingin kudorong Claudette dari kursinya sampai jatuh terjengkang. Ingin kujambak rambut indahnya sampai kusut. Ingin kuusir ia dari rumah ini. Bagaimana aku bisa tahan melihat Johann tertawa karena gadis lain?
Tawa Claudette gemerincing seperti lonceng, sesekali tawa membahana Johann menimpanya. Seperti paduan suara gereja yang sangat merdu. Aku segera keluar, pura-pura menghidangkan poffertjes berbedak gula putih untuk menemani kopi susu.
Willem juga punya gundik, tetapi sikapnya pada gundiknya tak sebanding dengan kebaikan Johann. Willem menelusuri setiap jengkal tubuhku dengan matanya, seolah ia sangat kelaparan dan tak pernah memandang wanita. Dalam keadaan biasa, aku pasti akan malu dengan tatapan laki-laki selain Johann. Hanya sebongkah bara di dadaku lah yang membuatku tak pergi dari sini.
"Johann, tahukah kau satu tambah satu bukanlah dua, tetapi bisa pula tiga." Claudette tersenyum menggoda. Suaranya bergelombang. Semua miliknya terdengar dan terlihat indah. Kata orang Jawa, ia punya pengasihan, semacam susuk atau hal-hal mistik. Johann pasti marah jika aku menuduh Claudette serendah itu.
Aku terkejut Claudette menggunakan bahasa Melayu, bukan bahasa bangsanya, bukan pula bahasa Jawa. Di kalangan kompeni, seorang londo totok yang mampu berbahasa Melayu atau Jawa, dipandang sebagai hal bagus. Sebagian besar londo memiliki semacam kebanggaan berlebih pada negaranya. Khusus pegawai pemerintah atau pedagang, mereka 'terpaksa' mempelajari bahasa dan kebudayaan Jawa untuk mempermudah urusan tawar menawar dengan bupati atau raja. Keharusan belajar itu menyebabkan para pria londo memelihara gundik.
Johann kelihatan tertarik dan penasaran. Claudette berusaha mencuri hati londoku, meneer-ku.Willem menggeleng. Aku bersyukur ia tak setuju adiknya berusaha merayu laki-laki. Tingkah adiknya mengalihkan tatapan Willem dariku.
"Stop dat (hentikan itu)!" Ia tak suka dengan sikap main-main Claudette."Kakak, kau tegang sekali. Bumi masih akan berputar." Bukan main beraninya Claudette. Ada secercah pemberontakan dalam suaranya.
"Kau bisa tertawa hari ini, Claudette. Tetapi belum tentu besok." Willem menghirup kopi, kelihatan cemas dengan perlawanan adiknya. Tak lama kemudian ia mengatakan, "Nippon, zij hebben gewonnen."
Claudette menumpangkan kaki kanan di atas kaki kirinya. Keanggunan itu melukiskan betapa baik pendidikannya. "Aku yakin Nippon tak akan bertahan lama." Ia berusaha menenangkan kegundahan kakaknya.
"Oh, perempuan! Pakai otakmu sedikit!" hardik Willem gemas. "Kau tahu, Johann, Lim Kwik Njoo, orang Cina Bangka itu diberi tahu kerabatnya."
Telingaku sekarang terarah sepenuhnya kepada para tamu.
"Nippon membunuh petugas kesehatan Australia. Mereka ditusuki dengan bayonet di pantai sampai mati. Tak hanya pria, bahkan juru rawat wanita pun ditenggelamkan dan ditembaki." Willem menggeleng-geleng jijik membayangkan kebiadaban Nippon seolah-olah pembantaian itu terjadi di depan kami. "Bayangkan, Johann, tenaga kesehatan! Di mana rasa peri kemanusiaan para cebol sipit itu?""Aku sependapat dengan Claudette," kata Johann, "Tuhan akan melindungi kita."
Ucapan Johann hanya di bibir. Mungkin inilah hal yang tak kusuka dari Johann, selalu saja berusaha menyenangkan orang lain dengan menekan perasaaannya sendiri.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
BUDAK NAFSU PENJAJAH
Ficción históricaMengambil latar PERANG DUNIA II Sumarah, seorang perempuan yang menjadi gundik saudagar Belanda. Hidup mereka berkecukupan dan penuh cinta. Namun kebahagiaan tak berlangsung lama. Setelah Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang, Sumarah ditangka...