1

528 24 1
                                    

FIRST OF ALL

"Hal yang indah adalah awal pertemuan yang manis."

HARI pertama sekolah setelah 2 minggu lamanya melepas penat membuat hati salah seorang gadis bernama Aldira penuh dengan api semangat. Aldira sangat ingin merasakan lembaran yang baru. Menghadapi semuanya tanpa ada sesosok yang tak lagi bisa selalu ada untuknya, Vigo.

Aldira tersenyum lebar ketika melihat gerbang sekolah yang sudah terbuka dari jarak kejauhan. Mobilnya terus bergerak menuju gerbang sekolah yang berada di pinggir jalan. Tangannya mengambil tas yang ia taruh di sampingnya dan memakainya dengan satu tali saja.

"Cowok di sekolah Dira ganteng-ganteng ya, Ma. Kayak papa dulu."

"Hmmm," geram seorang wanita paruh baya di sebelah lelaki yang penuh wibawa.

Dira menoleh dan menatap tajam ke arah papanya yang duduk di kursi kemudi. "Papa kan dulunya gendut, item, gedenya oplas."

"Astaghfirullah."

Ketiganya larut dalam tawaan hingga mobil berhenti tepat di depan gerbang sekolah Aldira.

"Semangat sekolahnya, sayang." Lina, Mama Dira, mengulurkan tangannya.

Aldira mencium tangan mamanya dengan lembut. Lalu bergilir ke tangan papanya.

"Assamualaikum ma, pa."

"FIGHTINGGG!" teriak Doni, Papa Dira, dengan penuh semangat.

Kedua kaki gadis dengan badge nama Aldira di seragamnya melangkah semakin mendekati gerbang. Beberapa siswa menyapanya dan ada yang hanya berlalu tanpa menyapa.

Hati Aldira masih sama, tetapi perasaan dalam hatinya sudah berubah. Di sekolah yang sama, kenangan dengan Vigo masih terbayang nyata.

"Hei, Dir."

Aldira memutar lehernya ke samping kanan, mendapati Tabita yang sudah tersenyum manis di sebelahnya.

"Halooo," balas Aldira ramah seraya memperhatikan jalannya.

"Lo udah tau, Dir? Vigo pindah sekolah ke ...."

"Udah."

Tabita membuang mukanya, menutup mulutnya yang tanpa sengaja berbicara dengan lancang. Ia melihat ke arah Aldira lagi. Ekspresi gadis itu datar.

"Sorry, Dir. Gue lupa kalo lo udah put ...."

"Iya." Aldira tersenyum masam dan masih melihat lurus ke depan.

"Oi."

Bahu Aldira terasa ada yang menepuk dari belakang. Aldira hanya melirik pemilik tangan itu, Nadine, dan tersenyum tipis. Suasana memang baru, tapi ketidakhadiran Vigo membuat hatinya sedikit tak lengkap.

Kaki ketiganya masuk ke dalam koridor dengan keheningan. Tak ada satu pun pembicaraan di antara ketiganya.

"Apa gue salah sikap ya," batin Aldira seraya melirik kedua sahabatnya.

"Ga ikut apel hari pertama, yuk," ajak Aldira yang langsung dapat lemparan tatapan dari Tabita disusul dengan Nadine.

"Yakin lo?" Tanya Tabita dan Nadine nyaris serempak.

Aldira menganggukkan kepalanya mantap. "Ga bosen taat aturan terus?"

***

UNCERTAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang