7

212 19 0
                                    

BAWA PERASAAN

"Berbuat baiklah, tetapi
jangan membawa perasaanku."

HEMBUSAN angin merusak tatanan rambut Aldira. Tetapi kakinya masih terus berjalan melawan arah angin yang datang. Jam sudah menunjukkan pukul 7 pagi tetapi koridor sekolah tak seramai biasanya. Bagaimana tidak, angin kencang terus berhembus di sepanjang koridor.

Sesekali terdengar suara jendela yang tertutup paksa karena angin yang memaksanya. Aldira terkejut bukan main dan segera berlari ke kelas.

"Tumben sih anginnya kenceng banget."

Aldira duduk di kursinya dan menaruh beberapa hasil fotocopyan latihan soal untuk kelasnya di meja. Gadis ini berbalik arah ke arah tasnya dan mengambil sisir.

"Lo kok diem aja sih, Bit?" Tanya Aldira yang sibuk menyisir rambutnya.

Ketika Aldira kembali menaruh sisirnya di tempat semula, masih tak ada jawaban dari Tabita.

"Bit, lo denger gak sih?" Teriak Aldira yang hanya direspon lirikan oleh Tabita.

Nadine melempar Aldira dengan gumpalan kertas kecil. Aldira langsung melotot dan hendak berteriak ke arah Nadine. Tetapi Nadine menunjuk-nunjuk ke arah gumpalan kertas untuk Aldira baca.

Gak usah diganggu dulu si Bita

Aldira melirik ke arah Tabita. Temannya itu bisa bahagia kapan saja, memberontak kapan saja, dan menangis kapan saja.

Mata Aldira mengode Nadine. "Ada apa sih?"

Nadine menggerakkan bahunya naik turun. "Gatau."

Telapak tangan Aldira mengusap pelan bahu kanan Tabita. Berusaha menyalurkan ketenangan ke dalam hati sahabatnya.

"Kalo ada masalah jangan terlalu dipikirin. Gak selesai malah makin rumit," bisik Aldira pada Tabita yang hanya menimbulkan keheningan di antara keduanya.

***

Sekitar 30 menit sekolah sepi dari anak lelaki yang beragama Islam. Sholat Jum'at di hari Jum'at menjadi kewajiban tersendiri bagi para siswa laki-laki muslim.

Angin kencang yang tadi pagi sempat terjadi membuat banyak debu berserakan di lantai koridor. Bahkan dedaunan menemani debu yang terkadang terbawa angin.

Aldira melangkahkan kakinya dengan Nadine. Hanya berdua karena Tabita yang entah mengapa ingin sendiri untuk hari ini.

"Dir, Arsen tuh."

Aldira menatap ke arah lelaki yang berlari kecil dengan rambut yang sedikit basah sehabis terkena air wudhu. Wajahnya cerah dan tampan dengan seragam yang masih rapi.

Lelaki itu menyapa orang-orang yang ia lewati yang sekiranya ia kenal. Bahkan sempat melontarkan lelucon hangat kepada beberapa wanita yang menyapanya. Aldira bisa melihat jelas keramahan Arsen.

"Hai, Din," sapa Arsen yang melewati Aldira dan Nadine.

Alis Aldira naik, dahinya berkerut. "Gue?" Gumam Aldira dengan jarinya yang menunjuk dirinya sendiri. "ARSEN!"

Arsen yang sudah berjarak beberapa meter dari Aldira dan Nadine berbalik badan dan masih terus berjalan dengan jalan mundur. "Eh, hai, Dir! Gak keliatan lo tadi."

UNCERTAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang