14

154 18 0
                                    

Cinderella

"Kata orang,
GR adalah pangkal PHP "

ALDIRA memandang isi dompetnya yang baru saja ia dapat tetapi harus kembali pergi. Beberapa menit lalu, ia membayar uang SPP bulan lalu yang belum sempat terbayar. Uang yang ia kumpulkan dalam 2 hari habis dalam sekejap.

Hati Aldira beberapa waktu lalu sudah membayangkan. Promnite-nya dengan gaun yang sempat ia lihat di butik langganannya. Tetapi promnite dimulai jam 7 Sabtu malam . Sedangkan jam 7 malam ia baru selesai kerja part-time. Gaji pun belum keluar.

Kakinya melangkah tanpa ada tujuan. Menyusuri kawasan sekolah di istirahat kedua dengan durasi waktu yang cukup panjang. Sesekali ia mengecek jam di handphonenya tetapi waktu masuk kelas masih lama.

"Capek."

Aldira mengeluh dan segera mendudukkan dirinya di sebuah bangku terdekat. Memijat kedua pelipisnya memikirkan masalah ekonomi dirinya sendiri.

"Dir."

Mata Aldira terbuka dalam seketika. Menatap seseorang di hadapannya yang sedang berjongkok. Arsen menatap wajah Aldira yang kusut dengan wajahnya yang cerah. Rambut yang sedikit basah karena air wudhu semakin menambah paras ketampanannya.

"Lo kenapa, Dir?" Tanya Arsen yang bergerak untuk berdiri dan duduk di sebelah Aldira.

Aldira menggelengkan kepalanya dengan senyumnya yang terkesan terpaksa. "Gapapa."

Arsen menemukan banyak kebohongan di mata gadis di hadapannya, Aldira. "Ikut gue yuk ntar?"

Aldira ingin menjawab pertanyaan Arsen saat itu juga. Tetapi Tabita tiba-tiba lewat di hadapan mereka dengan pura-pura terfokus pada handphonenya. Aldira tahu pasti, sahabatnya itu sedang mengalihkan perhatiannya. "Gue tau lo masih ada rasa, Bit."

"Dir?" Panggil Arsen menyadarkan Aldira untuk kembali menatapnya.

"Ya?"

"Ya berarti lo mau kan?" Tanya Arsen dengan senyumannya yang perlahan melebar.

"Maksud gue ya itu apa. Lo mah ...."

"Ke mall. Main di timezone."

Aldira sedikit tersentak tetapi berusaha menetralkan ekspresi wajahnya. "Gue lagi gak bawa duit buat isi kartunya."

"Gue bawa kok. Masih banyak isinya. Dua ribu."

Bola mata Aldira berputar tetapi moodnya sedikit meningkat. Setidaknya pikirannya akan refresh sejenak. "Gue egois bentar ya, Bit."

***

Nadine membulatkan matanya. Diikuti dengan Tabita yang awalnya tidak begitu mendengarkan cerita dari Aldira yang langsung menoleh dan menatap Aldira lekat-lekat.

"Kalo dia udah bersikap kayak gini masa' lo masih gak nganggep dia ada rasa sih, Dir?"

Aldira menggelengkan kepalanya ragu. Jika hatinya yang berkata, itu adalah sebuah balasan perasaan. Tetapi jika logikanya berkata, itu hanyalah sebuah kebaikan sebagai seorang teman.

"Lo peka dikit lah, Dir," sambung Tabita ikut kesal melihat Aldira yang tak sedikit pun mau ambil resiko.

"Gue bukan gak mau ambil resiko sakit. Tapi apa salahnya sih gue ga terlalu berharap?" Jawab Aldira membela dirinya.

"Bener juga sih," ucap Nadine menyambung. Ia menatap ke arah handphonenya.

"Mampus kita kelupaan ngerjain quiz online!" Tabita mengingatkan kedua sahabatnya yang juga belum mengerjakan.

UNCERTAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang