HIDUP
"Gak semua cinta bisa kita miliki."
NETHINK berusaha Aldira jauhkan dari pikirannya. Hatinya terus mengingatkan pikirannya agar menekan tombol positive bukan negative.
Sudah 2 hari Arsen bersikap tidak seperti biasanya. Ia hanya terdiam dan sesekali mengajak Aldira berbicara. Respon Aldira yang terlalu menjaga perkataannya agar tak salah atau dianggap negative bagi Arsen membuat Arsen tidak nyaman.
Aldira tidak sadar. Dengan ia begitu, termasuk bersikap negative thinking.
"Sen," sapa Aldira yang berjalan ke arah Arsen di koridor sekolah.
"Eh--hai, Dir!" Balas Arsen tak seantusias biasanya.
Aldira yang melihat Arsen bersama teman-temannya pun hanya tersenyum dan berlalu pergi. Ia tak ingin menganggu Arsen.
"Cewek kaya' gitu masih lo perjuangin, Sen," ucap Ringgo pada Arsen yang terus melihat ke arah perginya Aldira.
"Kemarin mantannya, sekarang sikapnya aneh, besok apa?" Sambung Michael memanaskan suasana. Baru kali ini ia berpendapat mengenai Aldira. Ia memang belum pernah mendapat cerita dari Nadine tentang perasaan Aldira yang sebenarnya.
Teman-teman Arsen hanya mendengar satu sisi. Wajar jika mereka ada di pihak Arsen.
"Kalo jadi ya jadi. Kalo gak ya gak," ucap Arsen begitu saja mendahului berjalan diikuti dengan teman-temannya.
Gerombolan Arsen kini memenuhi koridor sekolah. Mereka berjalan ke arah kantin.
"Sen," ucap Aldi berbisik yang membuat Arsen mendekatan telinganya.
"Lo udah pernah bilang tentang perasaan lo langsung ke Aldira gak?" Tanya Aldi menatap Arsen serius.
Arsen hanya terdiam mencerna kata-kata Aldi dan menggelengkan kepalanya.
"Itu masalahnya!"
***
Nadine sudah duduk berhadapan dengan Tabita saat ini. Sudah beberapa hari belakangan Nadine minta waktu Tabita untuk berbicara berdua tetapi Tabita selalu menunda. Mereka terduduk di kursi sebuah cafe yang tak jauh dari pusat kota.
"Ada apa?" Tanya Tabita singkat seakan ingin segera enyah dari hadapan Nadine.
Nadine mengembangkan senyuman manisnya yang terkesan tulus dari hati. "Masalah itu udah lalu, Bit. Aldira udah maafin gue, lo kapan?"
Tabita hanya terdiam mendengar ucapan Nadine yang berada pada kenyataan. Perlakuan sinis Tabita pada Nadine belakangan ini memang salah.
"Gue terlalu gengsi buat baikan sama lo setelah lebih dari 1 semester," balas Tabita mengutarakan apa yang ada dalam hatinya.
Nadine kembali tersenyum. Senyumannya lebih lebar beberapa mili dari sebelumnya. "Lo maafin gue aja, gue udah seneng, Bit. Masalah akrab, waktu yang bakal larutin kita lagi."
Tabita menganggukkan kepalanya dengan senyuman tipis tetapi tulus.
"Lo maafin gue, Bit?"
"Gak ada alasan buat gue marah sama lo lagi. Cukup sekali, Din. Kebahagiaan didapet bukan dengan cara merebut kebahagiaan milik orang lain. Aldira terlalu baik buat lo jahatin."
Nadine berdiri dari kursinya. Berjalan mendekat ke arah Tabita yang awalnya berada di hadapannya. Ia memeluk tubuh Tabita dari samping.
Butuh beberapa detik untuk Tabita membalas pelukan Nadine.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNCERTAIN
Teen Fiction"Aldira udah ngelewatin banyak masa. Dimana dia mengalah untuk sahabatnya, menunggu lo yang baik ke semua orang, mantannya yang balik. Sekarang waktu lo buat berjuang."