20

156 14 0
                                    

SORRY

"Aku memang memaafkanmu, tetapi maaf hatiku masih membekas luka."

TABITA menatap Aldira yang hanya terdiam di depannya. Mata Aldira memandangnya dengan pandangan yang tidak fokus. Tangan gadis itu ia gerakkan tidak teratur dengan kaki yang terus menghentak.

"Dir, sorry. Gue gak maksud ngungkit masalah yang udah lalu."

Aldira mengembangkan senyuman yang terkesan ia buat-buat. "Sekarang atau nanti, gue bakal tau juga kan?"

"Umm--"

"Yang gue heran, kenapa lo gak bilang dari awal sih, Bit? Biar gue bisa perbaikin hubungan sama Vigo dari dulu."

Tabita menajamkan matanya. "Lo--masih ada rasa ke Vigo?"

"Menurut lo?"

***

Nadine dengan senyum yang sumringah mendatangi kursi Aldira. Aldira tak berangkat bersamanya tadi pagi.

"Lo udah dianter bokap lagi, Dir?" Tanya Nadine ramah dan menaruh tas di kursinya. Ia berjalan mendekati meja Aldira.

"Hm-em." Hanya deheman yang menjadi jawaban Aldira. Walaupun papanya belum menyelesaikan masalahnya dan tadi pagi ia naik angkutan umum. Ia terlalu malas menjelaskan panjang lebar pada Nadine.

"Lo udah ngerjain tugas Bu Dwi?" Tanya Nadine melihat beberapa buku di atas meja Aldira.

Aldira hanya menunjuk ke arah salah satu buku yang terbuka. Menunjukkan pada Nadine untuk melihat sendiri, ia sudah mengerjakan tugas.

"Lo kenapa sih, Dir?"

"Kecewa," jawab Aldira hanya dengan satu kata yang cukup jelas menggambarkan isi hatinya.

"Lo tau kalo gue--gaji lo."

Aldira menatap Nadine heran. "Jadi lo nyumbang buat gaji gue seperti yang Tabita bilang? Emang gue kerja buat lo? Gue gak suka lo kasihani."

Nadine berusaha membuka mulutnya yang tak tau harus berkata apa. Terlihat bibirnya yang sesekali terbuka dan kembali mengatup. "Lo--bete gara-gara apa tadi, Dir?"

"Vigo."

Ucapan Aldira sanggup membuat Nadine bungkam. Kali ini ia bukan lagi tak bisa menyusun kata, ia bahkan tak bisa berkata-kata.

"Dir--sorry."

***

Pikiran Aldira sudah tak tau harus terpusat pada apa. Ia hanya membayangkan Vigo. Mengingat kembali momen dimana ia bahagia dengan Vigo.

Angin yang masuk dari balkon kamarnya membuat ia berpikir untuk melakukan sesuatu.

"Apa gue e-mail Vigo aja ya?"

Aldira membuka laptopnya dan segera meng-connect-an dengan wifi rumahnya. Mengeklik chrome dan membuka e-mailnya.

Beberapa kali Aldira mengetik untaian kalimat dan ia hapus. Tekadnya masih ragu untuk mengirim e-mail pada Vigo.

UNCERTAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang