28

153 10 0
                                    

HURT

"Pada kenyataannya, orang yang kita sayang adalah orang yang paling mampu menyakiti hati kita."

MOBIL berwarna hitam memasuki pekarangan rumah Aldira. Aldira yang sedang terduduk di balkon rumahnya menengok ke arah garasi. Ia melihat wajah bahagia dari Doni yang baru saja keluar dari mobil. Dengan segera Aldira keluar dari kamarnya.

"Papa," sapa Aldira mengejutkan Doni yang baru saja membuka pintu rumah.

Doni tersenyum ke arah Aldira. Firasat baik mendatangi Aldira. "Bahagia banget."

"Sanul sanul," ucap Doni dan segera berjalan cepat ke arah sofa. Ia merebahkan tubuhnya dan menghirup nafas dengan senyumannya yang masih mengembang.

"Sanul apaan?"

"Balik dong."

"S-a-n-u-l. Lu--nas? Utang papa udah lunas semua?" Suara Aldira yang memekik menggema di ruang tamu membuat Lina keluar dari arah dapur.

"Yang bener, Pa?" Tanya Lina.

Doni menegakkan tubuhnya dan menepukkan tangannya pada sofa agar Lina duduk di sebelahnya.

"Tangan kanan papa dulu yang berkhianat itu udah di penjara sekarang. Keluarganya bantu ngelunasin 50%. Lumayan lah, ada kembalian karena papa udah bayar sekitar 60%."

"Bagi upah dooongg," bujuk Aldira yang sudah duduk di sebelah Doni di sisi yang lain.

Doni menaikkan kedua alisnya ke arah Aldira. "Upah apa?"

"Upah buat bayar Nadine, upah ngempet makan di kantin, upah gak shopping, upah--"

"Sana kerja lagi aja biar dapet upah."

"Yang bener?" Tanya Aldira memasang wajah serius.

"Tapi dicoret dari kartu keluarga."

Pukulan mendarat di bahu Doni yang sedang tertawa. Lina hanya menggeleng melihat Doni yang justru membalas pukulan Aldira.

Tangan Aldira mengambil uang yang mengintip di saku kemeja Doni dan beranjak pergi. "Upah, hehe," ucap Aldira seraya menunjukkan selembar uang 20.000.

Doni hanya tersenyum dan membiarkan Aldira pergi ke kamarnya.

Aldira menaruh uang yang ia rebut dari Doni di atas meja belajarnya. Ia melirik sekilas ke arah sticky note yang dulu sempat ditulis oleh Arsen ketika ia sakit. Mata Aldira tertuju pada layar handphonenya yang menyala menandakan ada notif yang masuk.

Ibu jari Aldira memencet notif yang ternyata e-mail dari Vigo dengan malas.

From : vigoarmadikta@yahoo.co.id
To : aldiralonadirga@yahoo.co.id

Hi, Dir. Sorry baru sempet ngabarin, hp gue ilang di bandara dan gak bisa ngehubungin lo.
Oh ya, sebelumnya gue mau ngomong. Lo tau kan gue orangnya gampang kepengaruh. Kepengaruh sm keadaan. Sebagai contoh waktu kita putus karena Nadine. Gue gamau itu terulang lagi dan nyakitin lo lagi.
Misal gue disini ternyata nyaman sm seseorang yg ada di sekitarku, itu pasti bakal nyakitin lo. Gue gak bisa LDR, Dir.
Gue harap lo bisa pahami and selalu posthink! Jgn lupa bahagia:)

Aldira hanya tersenyum masam dan menaruh handphonenya tanpa mengirimkan balasan pada Vigo. Perasaannya dari awal bertemu dengan Vigo lagi memang sudah tidak enak.

Punggung Aldira sudah mendarat di kasurnya dengan matanya dengan perlahan menutup. Memasuki alam tidurnya. Melupakan sejenak kenyataan dunia.

***

UNCERTAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang