Realita
"Nikmat Tuhan adalah
ketika ekspetasi sesuai dengan realita."SEBUAH ruangan dengan meja yang disusun melingkar membuat semua orang yang duduk di setiap kursi terfokus pada 1 pusat yang sama. Rapat osis kali ini membahas promnite yang sudah H-4. Aldira yang duduk di kursi yang cukup jauh dari anak inti hanya menyimak rapat.
Ada seseorang yang mengangkat tangannya. Menanyakan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan promnite.
Pandangan Aldira hanya menoleh ke kanan dan ke kiri sesuai tempat di mana orang yang sedang berbicara berada. Dia termasuk senior tetapi tidak begitu aktif berkomunikasi. Pikirannya bahkan sudah melayang membayangkan dia datang dengan dress dari Arsen.
"Jadi, selain itu ada pertanyaan lagi?"
Semua terdiam pertanda tak ada lagi hal yang patut dipertanyakan. Dalam semenit, rapat ditutup dan mereka langsung bubar keluar dari ruang rapat.
Aldira hanya terfokus pada handphonenya dan sesekali mengecek apakah pintu yang tak begitu lebar sudah bisa ia lewati. Ternyata masih banyak orang yang berdesakan disana.
"Dir," sapa Tabita yang tiba-tiba sudah terduduk di sebelah Aldira.
Aldira tersenyum ramah dan segera menyandarkan kepalanya pada bahu Tabita. "Capek gueee."
"Lah, rapat doang capek?"
"Capek terbang. Hehe," jawab Aldira yang justru tertawa tidak jelas.
Tabita yang menyadari sahabatnya sedang berada di langit dan terbawa angin kesana kemari hanya tersenyum dan mendiamkan kepala Aldira yang masih bertengger di bahunya. Bahkan ia tahu, Aldira begitu karena Arsen.
"Udah sepi tuh pintunya. Yok keluar."
Aldira menegakkan kembali badannya dan beranjak dari kursinya yang sudah memberikan dia kenyamanan selama beberapa menit.
***
Ting Tong
Bel sebuah rumah yang pernah Aldira datangi sebelumnya masuk ke dalam telinganya, menggetarkan gendang telinga Aldira yang masih terus memencet sebuah tombol berwarna hitam pekat.
"NADIINEEE! BUKAAAAA!"
Teriakan Aldira membuat engsel pintu utama rumah megah itu bergerak perlahan. Terbuka lebar dan menampakkan seorang gadis dengan rambut yang tidak teratur. Mata gadis itu terlihat berusaha mengatur cahaya yang masuk ke dalam matanya.
"Din!" Teriak Aldira lagi yang kali ini sanggup menyadarkan Nadine.
Nadine tersenyum ke arah Aldira. Kakinya berjalan dengan teratur membuka gerbang yang tidak bergembok.
"Gak digembok lagi, Dir."
Barisan gigi Aldira ia tunjukkan lebar-lebar. Membuat Nadine hanya berdecak sebal dan menyuruh Aldira untuk segera memasuki rumahnya.
Aldira duduk di sofa panjang yang berada di ruang tengah. Menunggu datangnya Nadine yang sedang mengambil minum.
"Nih, minum biar ga serek. Kalo suara lo rusak gak lucu ntar kerjanya."
Aldira hanya mengangguk dan memperlihatkan jari telunjuknya. "Itu yang mau gue omongin."
"Apaan?"
"Sabtu gue kerja gak ya?"
Nadine meminum segelas minuman yang ia sediakan untuk dirinya sendiri. Dalam beberapa tegukan, air dalam gelas sudah habis masuk ke dalam kerongkongan gadis yang sedang tersenyum manis saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNCERTAIN
Teen Fiction"Aldira udah ngelewatin banyak masa. Dimana dia mengalah untuk sahabatnya, menunggu lo yang baik ke semua orang, mantannya yang balik. Sekarang waktu lo buat berjuang."