HATI
"Bukan panca indra tetapi bisa merasakan, hati."
ARSEN melihat Aldira dengan lekat. Gadis itu terlihat salah tingkah. Arsen memutuskan untuk membahas hal yang lain.
"Lo--kerja disini?"
Dalam sekejap ekspresi Aldira yang aneh berubah menjadi wajah terkejut. Ia segera berjalan dan duduk di sebuah meja pengunjung. Tangan Aldira ia angkat untuk memesan minuman hangat.
"Dir?" Tanya Arsen yang sudah duduk di hadapan Aldira.
"Ya?"
"Lo gak denger tadi? Lo kerja disini?" Tanya Arsen menegaskan.
Aldira memasang senyum yang terkesan dipaksakan. "Gue--anu."
"Jujur aja, gue bakal jaga rahasia lo."
Aldira merasa percaya dengan sesosok yang ada di hadapannya. Lelaki itu memang bukan siapa-siapa. Tetapi entah kepercayaan Aldira datang untuk lelaki itu.
Arsen menyambung kalimat sebelumnya. "Siapa tau beban lo berkurang kalau cerita ke gue."
Aldira mulai membuka mulutnya. "Lo jangan ilang feeling ya sama gue."
"Gue akan tetap jadi teman baik lo."
Sakit. Ucapan Arsen baru saja membuat hati Aldira merasakan sensasi yang berbeda. Laporan Nadine tentang Arsen terasa tak berarti bagi Aldira saat ini. "Bokap gue, gak tau gimana awalnya bisa hampir bangkrut gitu. Dia kerja mati-matian buat bayar hutang kantor, hidupin keluarga, nenek-kakek gue juga masih ditanggung bokap."
Arsen menatap Aldira dengan lekat. Bukan tatapan kasihan yang keluar. Aldira suka itu. Ia benci dikasihani.
"Lalu?" Tanya Arsen ingin mendengar kelanjutan cerita Aldira.
Aldira mengangkat bahunya. "Ya gini, gue kerja, buat gue sendiri, seenggaknya gue gak jadi beban buat bokap."
"Trus bokap lo tau?"
Aldira menggelengkan kepalanya.
"Mau sampe kapan jaga rahasia?"
Mata Aldira yang awalnya membalas tatapan Arsen kini mulai beralih. Ia menatap meja dengan pandangan yang sudah berbeda. "Sampe bokap nyelesaiin semua masalahnya?" Ucap Aldira bertanya pada dirinya sendiri.
"Lebih baik lo jujur daripada bokap lo yang tau duluan lo kerja gini, Dir. Iya kalo bokap lo mikir anaknya bertanggung jawab akan dirinya sendiri. Kalo misal bokap lo di suasana hati yang gak enak, punya persepsi sendiri akan kerjaan lo. Gimana?"
Jujur. Perasaan Aldira mulai goyah. Pikirannya sekarang jauh memandang masa yang akan datang. Ia masih terlalu dini untuk berpikir seperti yang Arsen pikirkan. "Lo bener juga, Sen."
Arsen hanya tersenyum dan terus menatap Aldira hangat. Pandangannya menenangkan hati Aldira.
"Lo nggak usah liatin gue terus ah, Sen," ucap Aldira risih.
"Masa' liat masa depan sendiri gak boleh?" Arsen tertawa renyah.
Kedua pipi Aldira blushing mendengar ucapan Arsen baru saja. Ia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
"Baperan ya lo."
"Anjing."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
UNCERTAIN
Teen Fiction"Aldira udah ngelewatin banyak masa. Dimana dia mengalah untuk sahabatnya, menunggu lo yang baik ke semua orang, mantannya yang balik. Sekarang waktu lo buat berjuang."