5

221 19 0
                                    

TERTARIK

"Aku khawatir.
Bukankah itu wajar aku lakukan
sebagai teman?"

HARI ini Aldira sedikit lebih lega. Entah mengapa waktu berjalan begitu cepat dan dia bisa mengakhiri les vokalnya dengan cepat. Mungkin sedari tadi dia menyanyikan lagu dengan memikirkan Arsen yang sesekali lewat di pikirannya.
Aldira mengingat kembali kejadiannya dengan Arsen ketika mengantarkannya pulang. Lelaki itu kembali mengacak rambut Aldira iseng dan membuat jantung Aldira berdetak di luar batas normal.

"Apaan sih gue?" Gumam Aldira pada dirinya sendiri.

Gadis ini menatap jalan raya yang terlihat jelas sepeda dan mobil yang berlalu lalang. Tetapi tak kunjung ia melihat mobil miliknya. Butuh waktu lama sampai akhirnya mobil yang ia tunggu berhenti tepat di hadapannya.

Bruk

Pintu mobil tertutup rapat dengan Aldira yang berada di kursi belakang.

"Assalamuaikum, Ma, Pa."

Aldira mencium satu-persatu tangan kedua orang tuanya. Ia merasakan suasana yang aneh. Biasanya Doni, ayahnya, pasti menggodanya untuk memecahkan suasana. Tetapi kali ini tidak. Bahkan Lina, mamanya, hanya menatap jalan raya dengan pandangan yang kosong.

"Ma," panggil Aldira yang sama sekali tak direspon oleh mamanya.

"Pa."

"Bentar, papa masih nyetir."

Deg.

Perasaan gelisah muncul dengan tiba-tiba di hati Aldira. Ia merasa ucapan papanya mengandung makna lain. Apa yang lagi papa pikirin, Pa?

Aldira hanya menatap layar handphonenya yang tak kunjung ada notif. Ia ingin curhat tetapi tidak tahu pada siapa.

Sesampainya di rumah, keadaan masih sama. Tak ada yang berubah. Aldira langsung memasuki kamarnya dan melempar tasnya asal. Duduk di kasurnya dan langsung mencari kontak Tabita.

"Eh, dia lagi gak terlalu enak diajak omong ya."

Aldira menscroll kontaknya ke atas. Menemukan nama Nadine di sana dan segera melakukan panggilan.

"Halo, Din."

"Ada apa, Dir?"

"Lo sibuk gak?"

"Sama sekali. Ada apaan sih?"

"Bokap nyokap kenapa ya? Perasaan gue gak enak."

"Bokap nyokap lo?"

"Iyalah."

"Emang lo diapain?"

"Dicuekin. Gak biasanya bokap cuek gitu."

"Masalah pribadi mereka kali, Dir. Selama mereka ga bertingkah di luar batas wajar gak ada yang perlu lo takutin."

"Iya sih gak ngapa-ngapain."

"So? Yaudahlah dibuat santai aja gak usah dibawa beban."

"Umm ... Din."

"Ya?"

"Emm ... Gue kok ngerasa beda ya?"

"Gak usah dipikirin Aldiraaa, lo tuh--"

"Ke Arsen."

"Tunggu-tunggu, lo suka Arsen?"

"Enggaaaa, ada perasaan yang beda aja."

"Eciee udah move on lo dari Vigo?"

UNCERTAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang