19

172 15 0
                                    

ORANG KETIGA

"Sakit, ketika kita merelakan kebahagiaan untuk sahabat tetapi ia tidak berbuat sebaliknya pada kita."

BETE adalah kata yang pas untuk menggambarkan suasana hati Aldira saat ini. Sedari pagi ia sudah sial karena tak sengaja menabrak guru killer yang membuatnya bungkam karena jam pertama kelasnya adalah jam beliau. Sesekali guru itu menunjuk Aldira untuk menjawab pertanyaannya. Seperti ada dendam tersendiri pada Aldira.

"Maaf pak, maaf."

"Ya Allah maaf, Pak. Sekali lagi saya minta maaaff banget, Pak."

Kedua kalimat itu lah yang tadi ketika awal istirahat pertama Aldira lontarkan pada bapak cleaning service yang tak terlalu tua. Tidak tua tetap saja tidak enak. Ditambah bapak cleaning service yang hanya menatapnya tajam tanpa jawaban.

Kesalahan Aldira pada bapak cleaning service itu adalah menginjak lantai yang masih sangat basah dengan tidak sengaja dan menimbulkan jejak yang sangat terlihat. Karena terlalu paniknya dia, Aldira terus berjalan mundur dan tidak menyadari ada ember berisi air pel yang tumpah karena kakinya yang tak sengaja menendang.

"Lo sih, Dir. Gak ati-ati," omel Nadine yang sedang bersama saat ini.

Tabita sibuk dengan urusan osisnya. Ia memang termasuk anggota inti. Tidak seperti Aldira.

Senyuman bodoh Aldira ia perlihatkan pada Nadine. "Kan gue tadi beneran gak sadar. Teledor banget gue tadi."

Keduanya sedang berjalan di pinggir lapangan outdoor. Mereka berniat menuju tempat yang disediakan untuk penonton untuk menonton pertandingan basket antar geng di akhir istirahat pertamanya. Tetapi niat yang diusulkan oleh Nadine berdampak buruk bagi Aldira.

Kepala Aldira harus terkena benturan dari bola basket. Tetapi Aldira hanya terdiam di tempat dan memasang senyumnya yang semakin lebar.

"Lo--gak sakit, Dir?" Tanya Nadine memastikan, mewakili seorang lelaki yang tadi melempar bola yang sudah ada di dekat Aldira.

Aldira menggelengkan kepalanya. "Gak kerasa. Tapi pusing."

"Hari ini emang hari sial lo deh kayaknya."

***

Aldira baru saja keluar dari UKS. Nadine meninggalkan dirinya karena harus mengikuti jam pelajaran lebih dulu mau tidak mau. Guru sejarah peminatan tidak bisa toleran dengan siswa yang tidak masuk kelasnya. Sekali pun itu menunggu teman lain yang sedang sakit. Hanya anak sakit yang diperbolehkan datang terlambat.

Senyuman Aldira mengembang ketika melihat Arsen yang berjalan tak jauh darinya. Tetapi lelaki itu seakan beracting dengan berpura-pura tidak melihat ke arah Aldira. Kaki Arsen pun melangkah ke kamar mandi yang tidak melewati hadapan Aldira.

Aldira hanya menggelengkan kepalanya tak tahu harus berbuat apa pada Arsen yang terlihat menghindarinya. Kaki Aldira menuju wastafel terdekat untuk membilas tangannya yang baru saja memegang barang-barang di UKS.

Aldira segera berjalan menuju ke kelasnya. Ke arah yang sama dengan tujuan Arsen tadi, kamar mandi. Baru saja Aldira hendak melangkah melewati kamar mandi lelaki, Arsen menampakkan wujudnya.

Bukan Aldira saja yang terkejut, Arsen juga.

"Sen," sapa Aldira ramah.

Arsen hanya tersenyum ragu dan hendak beralih dari hadapan Aldira.

"Lo ngehindar dari gue?" Tanya Aldira spontan merasakan Arsen yang tak mau menatap balik matanya.

"Enggak--kok." Jawaban Arsen terdengar ragu di telinga Aldira.

Baru saja Aldira ingin mengutarakan pendapatnya. Segerombolan geng Arsen sudah berjalan mendekat. Bahkan jarak mereka sudah kurang dari 1 meter.

"Wajar aja lah, Dir. Cinta pertama," ucap Ringgo menggoda.

Arsen menunjukkan kepalan tangannya pada Ringgo.

"Nah, maklumin aja, Dir. Ketemu cinta pertama ya gitu," lanjut Aldi yang membuat kepalan tangan Arsen terlihat semakin kuat.

Salah seorang teman Arsen yang bertubuh tinggi besar berjalan mendekati Arsen dan mengusap bahu lelaki itu. "Sabar, sabar, yuk balik ke kelas."

Segerombolan Arsen pergi begitu saja dengan tawaan mereka yang semakin lama semakin tak terdengar.

"Gue cinta pertama lo, Sen?"

***

Di istirahat kedua, Aldira berjalan seorang diri di koridor. Ia merasa sikapnya tak seteledor tadi pagi. Ia pun berjalan dengan penuh kehati-hatian.

Dari kejauhan mata Aldira menangkap pemandangan yang cukup menarik baginya. Bahkan terlihat sangat menarik. Ia melihat Nadine yang sedang tertawa dan larut dalam obrolan yang terlihat seru dengan lelaki yang berparas tampan.

Ketika memusatkan pandangannya, Aldira bisa menyimpulkan siapa lelaki itu. Ia adalah Michael, teman satu kelas Arsen yang pernah Nadine ceritakan padanya.

"Cieilaaaahhhh," ucap Aldira menggoda Nadine.

Nadine yang menyadari kehadiran Aldira di kejauhan hanya membuat kode mata yang menyuruh Aldira untuk pergi. Aldira pun hanya tertawa dan menuruti ucapan Nadine.

Baru saja Aldira membalikkan badannya, ia harus menabrak seseorang. Tetapi kali ini bukan nasib buruk yang menghampirinya. Ia menabrak sahabatnya yang lain, Tabita.

"Dir, ntar pulsek lo jangan bareng Nadine ya?" Ucap Tabita membujuk yang membuat Aldira bingung dan mengerutkan dahinya.

"Lah emang kenapa? Kalau gak sama Nadine gue mau bareng siapa?"

"Arsen. Ada yg mau gue omongin sm lo. Penting dan gak bisa lo sepelein. Gue gak kuat buat nahan sendirian."

Kedua alis Aldira bertaut. "Apaan sih, Bit. Lo mah sukanya bikin orang penasaran."

"Pulang sekolah, di perpus."

***

Setelah meyakinkan bahwa Nadine sudah pulang terlebih dahulu, Tabita berjalan ke arah perpustakan. Menyusul Aldira yang sudh terduduk manis di salah satu kursi perpustakaan.

"Bitaa. Lo mau ngomong apaan?" Ucapan Aldira ia lontarkan dengan volume suara yang terlalu keras. Membuat petugas perpustakaan memperingatinya dengan mendesis.

"Lo mau ngomong apa?" Tanya Aldira yang kali ini dengan suara berbisik.

"Gue mau bahas tentang masalah lo sama Vigo."

Aldira memutar bola matanya kesal. "Sebenernya gue gak mau bahas dia lagi tapi karena lo sampe excited gini, oke silahkan."

"Kesalah pahaman di antara lo sama Vigo. Sikap Vigo yang benci dan akhirnya mutusin lo--"

"Yaa?"

"Umm--gue ragu ngomongnya tapi--" Tabita terlihat memainkan jari jemarinya.

Aldira mengusap bahu Tabita. "Lo gak kasih tau pun gue gak masalah, Bit. Udah, yuk--"

"Pelakunya adalah Nadine."

***

BERSAMBUNG

UNCERTAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang