9

208 19 0
                                    

PUDARKAN
ALDIRA POINT OF VIEW

"Ketika seseorang itu
tercipta untukmu. Ia tak akan pernah menjadi milik orang lain.

AKU menarik nafasku dengan cukup kuat, menghembuskannya dengan lepas dari rongga mulutku. Kedua tanganku aku rentangkan lurus ke samping. Pagi ini aku terpaksa harus naik gojek karena papa yang lagi-lagi tak bisa mengantar.

Aku melihat sekeliling kawasan sekolah yang sudah ramai. Setelah aku membayar ongkos gojek, aku memasuki gerbang sekolah. Mengutas senyuman kepada beberapa teman yang menyapa. Untung saja sariawan itu sudah sembuh, sehingga aku tak kesulitan untuk tersenyum.

"Dir."

Aku menoleh melihat siapa yang memanggilku. Ketika aku melihat ada Tabita disana aku menyimpulkan bahwa dialah yang memanggilku.

"Lo baru dateng?" Tanya Tabita padaku.

Bisa dilihat jelas raut wajahnya yang sebenarnya menyimpan banyak rahasia. Aku berusaha mencairkan suasana.

"Iya nih. Lo sendirian di luar kelas?" Tanyaku padanya yang sudah tak menatapku lagi.

Tabita berjalan dan aku mengikuti langkah kakinya. Dia menoleh ke arahku dan berkata, "Iya gue sendiri."

"Tumben? Biasanya minta orang buat nemenin."

Tabita tak menjawab pertanyaan sekaligus pernyataan dariku. Ia hanya menatap lurus ke depan. Kami memang bersahabat. Tetapi semenjak aku mengetahui dia menyukai orang yang sama denganku, semua terasa berbeda.

Aku dan Tabita memasuki kelas, melihat Nadine yang sudah duduk di tempatnya dengan tugas yang sedang ia kerjakan di mejanya. Aku terdiam santai melihatnya karena aku sudah menyelesaikannya di rumah.

Masih dalam keheningan ketika duduk berdua dengan Tabita. Entah mengapa dia begitu kaku akhir-akhir ini. Ambil saja Arsen bila itu memperbaiki hubungan kita, Bit.

"Sariawan lo udah sembuh, Dir?"

Aku mengangguk mantap mendengar pertanyaannya. "Kemarin dikasih albothyl sama--" Dalam sekejap aku menghentikan ucapanku. Aku berpikir dalam sepersekian detik. "Sama petugas UKS."

Tabita yang tak memandangku hanya mengangguk dengan pura-pura peduli. Aku tau pasti itu hanya pertanyaan asal agar ia tidak mengira ada masalah dengannya.

***

Bel istirahat berdering dengan kencang. Bersamaan dengan bunyi perutku yang bernyanyi dengan bel. Aku mengajak Tabita dan Nadine seperti biasanya ke kantin. Dengan tujuan pembelianku yang masih sama, sariroti sandwich dan sekotak susu coklat.

Aku berjalan di tengah dengan Nadine di sebelah kananku. Otakku tiba-tiba terbesit sebuah ide ketika melihat ada sesosok lelaki yang menyukai Nadine berjalan mendekat. Ia menyukai tanpa balas disukai oleh Nadine.

Aku bisa lihat jelas mata lelaki itu yang langsung bersemangat melihat Nadine. Dengan segera aku memasang tatapan ingin menerkam lelaki itu dengan cukup lama. Alhasil, lelaki yang awalnya terfokus pada Nadine langsung menoleh ke arahku dan berjalan cepat.

Nadine mengusap kepalaku yang membuat rambutku sedikit teracak. "Anjing yang baik."

"Sialan," umpatku pada Nadine yang membuat kami tertawa.

UNCERTAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang