Gadis itu tetap menghubungi Bambam berkali-kali. Ia sangat membutuhkan bantuannya. Tapi yang ia dapatkan sama seperti sebelumnya. Sebuah pesan suara yang bahkan intonasinya terhafal sebab terlalu sering menghubungi Bambam dan selalu pesan suara yang ia peroleh.
Dia ingin sekali menghubungi Jungkook, meminta bantuannya, namun suatu dorongan menghalanginya untuk melakukan hal itu. Lisa tidak tahu perasaan gundah apa yang melandanya.
Gadis itu menghadap dengan tempat pertama kali dia bertemu Jungkook. Haruskah dia menghubunginya?
Tidak?
Haruskah?
Tidak?
Haruskah?
Lisa tidak mau mengkhayal, tapi ia menangkap sosok bayang semu dari pantulan kaca café. Seseorang bertudung jaket hitam, dan penutup muka. Ia tidak ingin terlalu percaya diri, tapi rasanya pribadi itu sedang mengawasinya.
Ia risih dengan hal itu.
Dari kejauhan, beberapa meter, netranya mendapatkan oknum yang mengalihkan pikirannya. Kalian tau siapa dia.
Langkah demi langkah diambil. Lantas lelaki itu berhenti dihadapannya ketika jarak antara mereka mulai menipis.
Lisa segera mengambil ponsel yang ia selipkan di saku celananya, dan mulai mengetikkan beberapa kata hingga menciptakan satu kalimat tanya.
Ia mengirimi Jungkook, berhubung lelaki itu membawa ponsel.
Ia tau itu cara boros. Padahal laki-laki itulah yang berada dihadapannya. Namun nyatanya Lisa sedang tak ingin berbicara atau mengeluarkan suaranya untuk Jungkook. Karena mungkin saja laki-laki itu tidak akan pernah mendengar apa yang dia katakan.
Lisa mengirimkan, "sedang apa disini?" Jungkook hanya menatapnya diam, tanpa ekspresi, hampa, bahkan bibirnya terkatup rapat, sebelum akhirnya terbuka. "Bicaralah denganku. Tanpa perantara apa pun."
Lantas ia berlalu menuju dalam café, diikuti Lisa yang melangkahkan kakinya malas, menendangi kerikil-kerikil kecil di tanah.
Ia mendaratkan tulang ekornya pada kursi empuk café.
"Kenapa kau tak menjawab panggilanku? Dan apa kau ada hubungannya dengan Mingyu yang menyelamatkanku?"
Jungkook diam. "Aku belum cek. Kalau soal Mingyu, tanyakan sendiri padanya. Aku tak terlibat apapun."
Hey, bukan itu jawaban yang ia ingin dengar dari mulutmu, Jeon Jungkook.
"Baiklah, aku ada urusan. Aku pergi dulu."
Lisa keluar dari café dengan rasa agak kecewa. Ia mendorong pintu café kasar dan berjalan dengan hentakan keras, antara sepatu dan tanah beraspal. Wajahnya menjadi dingin.
"Lalice," panggil seseorang. Jantungnya seakan copot saat Jungkook benar-benar dekat dengannya ketika ia membalikkan tubuhnya. Lisa otomatis menjauh. Karena jujur, itu menggelikan saat beradegan seperti para pasangan di pinggir jalan kalau realitanya mereka tidak lebih dari teman.
"Kenapa kau murung seperti itu? Ada apa?" tanya Jungkook lembut. Hatinya serasa mencelos saat sekali lagi lelaki yang dingin itu peduli padanya. Jangan lupa nada bicaranya yang keterlaluan halus saat bertanya tadi.
Belum lagi tatapan teduh yang Jungkook berikan. Gadis itu tak bisa mengelak untuk tidak kagum padanya, karena jujur suaranya yang sangat Lisa kenal, bicara dengan halus lembutnya, menanyakan keadaannya.
Lisa akhirnya tersenyum—tidak lebar tapi juga tidak terlalu tipis. Seperti senyuman tulus hati. "Ada beberapa hal yang tak kau ketahui, Jeon. Kemarin ibuku diculik, lalu selanjutnya aku. Lalu Mingyu datang menyelamatkanku. Tapi aku tak tau darimana ia tau karena hanya Bambam dan kau yang kuhubungi."
Lisa melanjutkan perkataannya. "Aku bingung pada seseorang yang dengan bodohnya ingin mencelakai kami. Maksudku, tidak akan ada untungnya." Jungkook mendengar penjelasan Lisa dengan seksama.
Tangan Jungkook menggenggam pergelangan Lisa. "Lalice, kurasa kau harus meminta bantuan Paman Lucian. Aku tau kau kenal dengannya, karena aku pernah mendengar namamu disebut olehnya."
"Paman Lucian? Tapi kami sudah lama sekali tidak bercakap-cakap. Akan sangat canggung, terutama aku kenal dirinya karena ia teman ibuku. Dulu memang beliau sering berkunjung kerumah kami, dia orang yang sering mengantarku ke sekolah sekaligus menjemputku pulang. Dia juga yang menceritakan dongeng saat aku akan tidur. Dia yang membuatkanku makan siang saat ibuku sibuk."
Lisa tersenyum menampilkan deretan gigi-gigi putihnya ketika bernostalgia mengenai masa-masa yang ia ukir bersama Paman Lucian.
"Lagipula, Jeon. Kenapa harus Paman Lucian?"
"Karena dia satu-satunya orang dekat yang bisa kau percaya. Aku percaya padanya. Aku yakin Paman Lucian bisa menyelesaikan masalah dengan mudah."
"Kau berbicara tentangnya seakan-akan sudah mengenalnya sejak lama, Jeon," lirih Lisa diikuti senyuman bodoh.
"Coba hubungi dia."
Gadis itu melepaskan genggaman Jungkook dan berlari kencang meninggalkannya, ia tidak dengar suara klakson mobil yang semakin lama semakin terdengar dan semakin dekat akan merenggut nyawa gadis itu.
"LALICE!" pekik Jungkook sangat sangat keras—sambil berlari mengejar gadis itu.
Dalam hitungan detik, mobil tersebut menghantamnya keras, tubuhnya terpental. Kejadian itu terjadi begitu cepat. Lisa terbaring di jalan beraspal dengan cairan kental yang mewarnai jalannya. Mobil hitam didepannya segera menancap gasnya dan melarikan diri.
"LALICE!"
Jungkook segera merengkuhnya erat, dan menghubungi rumah sakit. Ia memanggil ambulan untuk menyelamatkan sang gadis. Dia merengkuhnya dengan perasaan yang teramat dalam.
"Lalice, please stay with me."
Beberapa orang berbisik-bisik, yang lainnya meras iba, yang lainnya bersikap tak peduli karena hal itu hal yang lazim di jalan raya.
© chainsther
KAMU SEDANG MEMBACA
Fugitive
Fanfiction[ WRITTEN IN INDONESIA ] Lisa hanya ingin kehidupannya kembali sederhana. Namun ia terlanjur masuk ke dunia Jeon Jungkook. Tentang Jungkook, dia bukan orang biasa dan dia tidak lemah. Masalah semakin rumit dengan Lisa yang tidak bisa berhenti menci...