18

4.4K 453 17
                                    

Selang beberapa jam dia dipindahkan ke ruang peristirahatan. Kedua tungkai jenjangnya turun dari ranjang, meresap kekuatan bumi untuk tubuhnya yang baru saja merasakan ketegangan yang luar biasa.

Dinginnya lantai tak berpengaruh sama sekali baginya. Kulitnya mulai stabil daripada sebelumnya. Setelah proses tadi kulitnya berubah drastis menjadi pucat. Namun lama perlahan kembali stabil seperti semula. Dan malah, kulitnya terlihat lebih tan daripada sebelumnya.

Surai coklat mendadak menjadi hitam pekat. Dan bibir pucatnya kembali memerah seperti sebelumnya. Perempuan itu tampak lebih natural dengan surai hitam, daripada brunette.

Dia melihat sebuah cermin tergantung. Dari situ dia dapat melihat pantulan dirinya. Dia menyentuh wajahnya yang tampak sedikit tirus daripada sebelumnya.

Kenop pintu terbuka. Seorang perempuan yang seharusnya familiar bagi Lisa kini bukan siapa-siapa baginya. Dia membawa nampan berisi makanan penuh gizi. Kau pasti tau jenis makanan apa itu.

"Kau..siapa?" tanya Lisa menaikkan salah satu alisnya.

Perempuan itu hanya dapat tersenyum karena Joy berhasil melakukan tugas yang umum ia lakukan. Dia berjalan pelan mendekat menuju Lisa.

"Aku Jisoo. Kau akan mengingat namamu antara dua hari atau tiga hari," tuturnya sembari menaruh nampan itu di meja kecil disamping ranjang Lisa.

"Tak perlu. Aku ingat namaku. Lalisa."

Jisoo sedikit terkejut karena Lisa sudah mengingat namanya dan tida mengingat marganya mau Manoban ataupun Jeon. Namun itu hal yang bagus karena dia tidak mengingat siapapun dikeluarganya.

Jisoo mengalami hal yang sama seperti Lisa, hilang ingatan, namun dirinya seseorang yang sudah lama berada di organisasi itu hingga sudah terbiasa dengan keadaan menyesakkan itu.

"Ah, Lalisa, aku sudah menyiapkan pakaianmu di dorm. Kau akan menjadi anggota bersamaku, tapi ya, kemampuanmu akan dilatih terlebih dahulu. Aku percaya kau bisa," Jisoo menepuk bahu Lisa lalu beranjak pergi.

***

Seulgi sibuk memasangkan sarung tinju pada tangannya, begitu juga dengan Lisa. "Untuk kali ini kau hanya akan mempelajari beberapa materi yang mungkin kau lupakan."

Lisa mengangguk, menyimak perkataan Seulgi dengan seksama. Seulgi mencontohkan pukulan-pukulan seperti Jab, Strike, Hook, Upper cut. Lalu tendangan-tendangan seperti Low kick, High kick, Middle kick, dan Push kick.

Lisa melakukan teknik jab, pukulan lurus dengan menggunakan tangan kiri. Target pukulan jab adalah wajah dan tubuh bagian depan.

Dia belajar muay thai selama 5 tahun. Memori tentang materi itu tidak diserap oleh Joy, tapi pasti ada beberapa bagian yang tak sengaja ikut terserap. Dan Lisa hanya perlu mengulangnya, karena tentu saja tubuhnya telah lazim dengan hal-hal semacam bela diri.

Irene serta Joy mengawasi dan mengamati setiap pergerakan aktif yang Lisa hasilkan. Bahkan gadis itu dapat melakukan b-boying disertai dengan sikap pembekuannya. Yang benar saja, itu keren.

"Dia akan menjadi partner Seulgi. Mereka sama-sama lincah. Beritahu berita ini pada Bos. Tanyalah dia bolehkah kita menjadikan dia sebagai anggota tetap." Irene pun meninggalkan Joy yang masih mengamati Seulgi dan Lisa.

Saat pertarungan antara Seulgi dan Lisa selesai, Joy bertepuk tangan. Dia pun melangkah masuk pada arena yang dipakai Seulgi dan Lisa untuk latihan bertarung.

Dia menatap keduanya dengan senang, senyumnya melebar menunjukkan deretan gigi putihnya. Senyum nakal tercipta di wajah Joy, sebuah bohlam terang muncul diatas kepalanya.

"Kalian ingin kutraktir?"

***

Malam hari itu, para insan berkumpul pada satu tempat, aula besar yang berisi penghuni dan pengikut organisasi tersebut.

Entah dia adalah seorang petarung atau seorang penyembuh/tabib/dokter. Atau dia seorang mata-mata, ataupun seseorang yang bertugas menciptakan senjata canggih keluaran terbaru.

Jika di sebuah agensi menciptakan suatu grup, dan adanya para staf. Maka pencipta senjata, dokter, dan mata-mata itu adalah stafnya. Dan grup yang berisi para perempuan itu adalah aset berharga organisasi itu, terutama orang yang bertanggung jawab dalam bertarung.

Lisa termasuk salah satunya, dia masih baru, namun dilihat dari wajah dan keahliannya, dia bukanlah seorang rookie melainkan sang master.

Seorang pria menaiki tangga satu persatu menuju mimbar yang terbuat dari besi. Dia memukul gelas kacanya dengan sendok aluminium menciptakan suara nyaring sampai ke sudut ruangan.

Keadaan yang tadinya cukup riuh mendadak tertib dan seluruh pasang mata menatapnya dengan seksama. Lisa bahkan heran mengapa seseorang harus patuh pada bosnya, padahal mereka sama-sama manusia.

Tapi dia memutuskan untuk tidak melontarkan pertanyaan itu dan memilih untuk diam, mendengarkan pria yang sepertinya sebentar lagi akan menyiram seluruh penghuni ruangan itu dengan pidato.

Pria itu memang berpenampilan seperti sang penguasa. Dengan jubah hitam panjang. Surainya pun seperti sudah dipoles, hitam mengkilat. Wajahnya seperti porselen, mulus tak ada hambatan. Wajahnya yang tirus menambahkan kesan karakter tegas dan keras.

"Hari ini. Aku ingin menyampaikan sesuatu pada kalian," dia berkata dengan suara yang lantang dan besar. Semua orang pasti mendengarnya.

DOR! DOR! DOR!

Tiba-tiba saja seseorang melontarkan pelurunya pada sang penguasa yang baru saja akan berbicara. Jennie dan Irene segera mengeluarkan pistol semi-automatic mereka dan mencari sumber suara peluru tadi.

"Jangan bergerak!" teriak Irene tegas, dia mengarahkan pistolnya setelah mendapatkan seorang pria yang berkeringat dengan tudung hitam dan jubah hitamnya sedang memegang gelas berisi bir penuh.

Pria itu terlihat mabuk, bahkan memegang gelas saja tak becus. Tapi seringaian muncul di wajahnya. Dia pasti dalam keadaan tak sadar saat menembak Bos kesayangan mereka tadi. Tapi herannya adalah, kenapa harus Bos yang dia tembak?

Irene maju beberapa langkah, hingga mulut pistolnya menyentuh dahi sang pria. "You bad, bad boy, you so bad." Irene pun menembak dahi pria tersebut hingga membuat bolongan, menembus hingga tulang ubun-ubun.

Dengan tanpa dosa, perempuan bernama Irene itu membalikkan badannya dan membuang kasar pistolnya ke sembarang arah.

Dia melihat pakaiannya yang tersembur darah pria tersebut, tangannya terdapat bercak cairan kental tersebut. "Ugh," keluhnya. Mungkin menembak seseorang adalah hal yang lumrah, tapi apa kabar dengan pakaiannya.

"Pertunjukkan selesai. Sudah, sudah, kembali pada urusan kalian tadi. Oh, Jisoo, tolong panggilkan dokter untuk Bos. Lihat dia, sekarat seperti itu. Aku kasihan melihatnya."

Lisa yang menyimak setiap pertunjukkan hebat tadi malah bertepuk tangan hebat didalamnya. Irene eonni keren, dia sangat keren. Batinnya memuja seniornya tersebut.

***

TBC

hai aku istrinya jimin :)

FugitiveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang