Hari-hari berlalu, dan Jungkook hanya makan satu hari sekali. Lihatlah gadis itu, tirus. Badannya yang dulu kurus bertambah kurus. Itulah yang menyebabkan nafsu makan Jungkook turun drastis.
Gadis yang terbaring lemah-si putri tidur-yang paling dirindukan seseorang-yang dinantikan kesadarannya-akhirnya dia mengerjapkan matanya.
Hal pertama yang ia lihat adalah Jungkook-tentu saja Jungkook. "Kau-kenapa masih disini?" tanyanya.
Gadis itu menatap Jungkook penuh keheranan. Sebaliknya si laki-laki pun juga heran padanya. "Apa yang kau lakukan disini Jungkook? Seharusnya kau berada disisi ayahmu."
Lisa melanjutkan perkataannya. "Aku mendengar semuanya. Semuanya. Kau harus berada disisi ayahmu, dia membutuhkanmu. Dia merindukan putranya. Aku bisa mengetahuinya dari nada suaranya yang bergetar saat bercakap denganmu."
"Go," suruhnya. "Your father miss you, Jung. Don't be too selfish," katanya.
Jungkook tetap tidak mau beranjak.
"Pergilah. Aku tau kau kecewa padanya, aku tak tau karena apa. Tapi kalau kau bertemu dengannya, tatap tajam matanya, dan katakan padanya bahwa dirinya diberi satu kesempatan lagi."
"Jangan sekarang. Tidak bisa." Laki-laki itu menolak.
"Kau harus." Lisa meyakinkannya.
"Tapi aku tak bisa meninggalkanmu."
"Kau harus Jung," kata Lisa memaksa.
Laki-laki itu menundukkan pandangannya. "Baiklah. Jika itu maumu." Perlahan tungkainya melangkah keluar dari ruang istirahat Lisa. Dalam hati Lisa meminta maaf karena telah mengusirnya.
Pribadi itu hanya tak ingin memisahkan hubungan ayah dan putra kesayangannya. Karena dia tau, Jungkook adalah putra kesayangannya. Dari bagaimana suara pria itu bertutur kata pada putranya.
Seseorang membuka kenop pintu.
Dia-Paman Lucian.
Tapi tunggu.
Dia membawa seseorang.
Seorang gadis.
Tunggu, bukankah itu Rosé?
Iya, kau tau kan. Anak Australia yang mencari ilmu di negeri ginseng.
"Rosie, kau datang?" tanyanya bahagia. Tentu saja, mereka kan berteman. Walau tidak sedekat pertemanannya dengan Jisoo.
Paman Lucian mendapatkan telepon, entah dari siapa. Dia buru-buru meninggalkan ruang. Tinggal mereka berdua-Rosé dan Lisa.
"Apa kau masih merasakan sakit?" tanya Rosé sembari menarik kursi untuk duduk. Lisa mengedikkan bahunya. "Saat terbangun, aku merasa pusing. Dan aku lupa akan hantaman keras itu. Aku hebat kan."
Kenop pintu terbuka, Paman Lucian datang dengan raut wajah terkejut. Netranya menyalang menatap Lisa. Sementara gadis itu memandang heran pada pria itu.
"Apa sesuatu terjadi, Paman?" tanya Lisa bingung.
Pria itu menatap Lisa lekat-lekat. "Lisa, ada sesuatu yang ingin kukatakan padamu. Tentang ibumu."
Lisa sedikit terkejut.
"Juga ayahmu." Lisa tambah terkejut.
***
Pemuda tampan tersebut memasuki rumahnya untuk yang kesekian kalinya. Dia disambut dengan meriah serta suasana kebahagiaan yang meluas keseluruh bagian rumah.
Pupilnya menangkap sosok wanita yang terlihat tidak asing baginya. Tanpa ragu dia membungkuk pada wanita itu, sebagai tanda hormat.
"Kau bisa memanggilku apapun, Jungkook." Wanita itu tersenyum lembut padanya.
Langkah kaki dari sepatu pantopel terdengar jelas sampai ke telinganya. Siapa lagi kalau bukan sang tuan rumah. Dengan parasnya yang sangat manly dan gayanya yang manly, siapapun akan takut hanya melihat parasnya.
"Kau sudah bertemu dengan istriku?"
Jungkook menatap tajam sang ayah. Dia sudah mengerti saat ini. Ya, dia mengerti bagian dimana ayahnya menikah kesekian kalinya.
Kali ini pandangannya beralih pada sang wanita. Pandangan membunuh. Dia berjalan mendekat pada wanita itu. Lalu membuka suaranya.
"Kau bilang aku boleh sesuka hati memanggilmu, kan?" Wanita itu mengangguk pelan.
"Kau menakutinya, Jeon." Ayahnya melarang putranya untuk menyakiti ratu barunya.
"Kalau begitu aku akan memanggilmu sebutan terburuk yang aku tau." Wanita itu menghela nafas pelan, memang sudah dia duga akan berjalan seperti ini.
Mata ayahnya menyalang, marah karena sikap kasar putranya pada kesayangannya. "Jungkook!"
Jungkook tersenyum miring mendengar seruan itu. "Aku akan memanggilmu Ibu." Lalu dia tersenyum lebar pada wanita itu dan mulai memeluknya erat penuh kasih sayang dan kehangatan.
***
Lisa memandang sinar matahari yang menembus jendela kamar rawatnya. Dia memikirkan, tentang ibunya. Yang saat didengar dari mulut orang lain, tidak seperti ibunya.
Disampingnya, sudah ada kursi roda yang menantinya untuk diduduki. Dan juga Rosé yang setia menunggu sampai anak itupun tertidur pulas-dengan kepala diatas kedua tangan yang bertumpu, di pinggir ranjang Lisa.
Paman Lucian datang. Dia berkata padanya, "ayo pulang kerumahmu."
Tubuhnya pun diangkat menuju kursi roda. Kesehatan mulai membaik. Dokter bilang Lisa sangat beruntung, karena dia sembuh dalam waktu yang termasuk singkat daripada biasanya.
Mereka sampai rumah yang Paman Lucian beritahu. "Apa benar ibuku bersama dengan orang kaya? Kurasa itu hanya di film-film. Aku masih tidak percaya. Tapi, aku akan bahagia jika dia memang bahagia."
Paman Lucian mengeluarkan Lisa dengan mengangkatnya dan mendudukinya di kursi roda.
"Paman, aku tak butuh kursi roda. Aku tidak lumpuh, aku masih bisa berjalan. Jika seperti ini seakan menghinaku sebagai orang lumpuh."
Sambil mendorong kursi roda itu, Lucian mengukir senyum tipis. "Kau ini memang sok tau. Kakimu belum siap untuk berjalan. Harus dilatih setiap harinya. Karena itu berlatihlah dengan ibumu, ya?"
"Siap, Paman."
Mereka pun tiba didepan rumah, dua penjaga didepannya membuka pintu untuk sang putri raja memasuki rumah megahnya-kastilnya.
© chainsther
KAMU SEDANG MEMBACA
Fugitive
Fanfiction[ WRITTEN IN INDONESIA ] Lisa hanya ingin kehidupannya kembali sederhana. Namun ia terlanjur masuk ke dunia Jeon Jungkook. Tentang Jungkook, dia bukan orang biasa dan dia tidak lemah. Masalah semakin rumit dengan Lisa yang tidak bisa berhenti menci...