26

4.9K 473 22
                                    

Gadis itu sibuk membaca catatan rahasia Jungkook, buku hariannya. Walau seringkali namanya terukir di buku itu, dia hanya mampu diam. Tak ada yang dapat ia ingat, bahkan sekilaspun. Hanya saja perasaan alamiahnya yang membedakannya saat bersama Jungkook.

Dengan tiba-tiba pintu tergedor-gedor, sangat keras. Kepalanya sigap menoleh pada sumber suara. Tak mungkin itu pelayan, tak mungkin pelayan berlaku tidak sopan.

Jungkook sengaja mengunci pintu itu, gadis itu tahu. Jika itu Jungkook tidak mungkin dia menggedor keras pintunya. Knop pintu telah bolong dengan sekali tembakan. Siapapun dia, dia berbahaya.

Lisa bergegas menuju balik pintu, dia menggotong kursi tuk menyerang orang tersebut. Langkah sepatu boot terdengar mendekat. Dengan lincah ia nyaris menyerangnya. Namun tertahan.

"Joy?"

"Ya kau gila! Kau ingin melukaiku? Dasar bodoh $%?#/$!!$+!+*=/^!" Joy mengeluarkan sumpah serapahnya.

"Maafkan aku. Kukira kau orang jahat."

"Aku memang jahat. Aku ingin menculikmu."

"Bagaimana kau dapat melewati penjaga diluar sana?"

"Kau kira aku sendiri? Tentu saja bersama yang lain."

"Tunggu. Ingin menculikku?"

"Ya, ayo pergi." Joy menggandeng tangan Lisa.

Gadis itu melewati para penjaga terkapar di lantai. Ada beberapa yang bahkan tewas, lainnya tidak sadarkan diri. Sesungguhnya, gadis itu tak tega meninggalkan Jungkook. Sebagian dirinya masih ingin bersamanya, rasanya seperti ada keraguan dalam dirinya.

Mobil jeep telah siap diluar, keduanya menaikinya, Rosé sebagai pengendara menancap gasnya tanpa ragu. Dari belakang beberapa bodyguard yang baru saja datang mengejar mereka.

Joy mengarahkan pistol semi-otomatisnya pada salah satu musuh. Ia menarik pelatuknya mengenai kaki musuh. Masih ada tiga musuh lainnya, Joy mengisi pelurunya dan melontarkannya kembali.

"Today we fight."

***

Netranya mencari sosok yang dirindukan. "Lalice?" panggilnya. Ia terkejut ketika mendapatkan rumah dalam keadaan yang sangat berantakan. Pelayan, penjaga, mereka semua terkapar. Pria atau wanita tak ada bedanya.

Ia menyadari kalau knop pintu kamarnya pun lepas. Lelaki itu mengepalkan tangannya keras. Siapapun yang berani melakukan ini padanya dan Lisa, mereka akan mendapat balasannya.

Tangannya sibuk mengetik nama kawan-kawannya. "Namjoon hyung, apa masih ada peralatan senjata di gudangmu?"

"Ada apa tiba-tiba bertanya itu?"

"Kekasihku diculik. Mereka telah mengambil milikku, akan kuambil milik mereka."

"Ya! Apa kau gila? Maksudku, kau tau apa tentang mereka? Bisa jadi mereka tidak memiliki keluarga, bukan?"

"Keterlaluan, mereka sungguh keterlaluan. Selalu saja mengusik kehidupan damaiku bersama Lalice."

"Jungkook-ah! Sadarlah!"

"Aku sadar, hyung. Lalice lah yang tak sadar."

"Jungkook-ah! Jangan berubah menjadi makhluk mengerikan!"

Jungkook memutuskan sambungannya. Tak ada gunanya meminta tolong, mungkin ia harus memakai paksaan. Jika berjalan di jalan halus tak bisa, ia pun akan berjalan di jalan kesat, jalannya.

Kalau saja tidak ada yang mengusik kehidupannya dengan Lisa mungkin saja pria itu tak akan membuncah. Kini ia seperti pemangsa, pembunuh, dan sangat berbahaya.

Ia pun menghubungi Jimin. Para pengunjung tak mungkin dapat keluar dari Bangtan City tanpa persetujuan keluarga Bangtan. Kemungkinan, lelaki itu akan menahannya, jadi tidak mungkin ia akan keluar dengan mudahnya. Kemungkinan pula, ia akan mencari gadisnya di tanahnya sendiri.

"We were like parallel lines. Always close. But never together."*

*(Kutipan Kimi No Nawa)

"Jimin hyung, apa kau dapat membatalkan seluruh penerbangan keluar dari Kota Bangtan? Kekasihku sedang disini, aku harus menjumpainya."

Terdengar helaan nafas diseberang telepon.

"Aku baru saja mendapat pesan dari Namjoon. Mungkinkah ini yang dia maksud? Benar-benar. Jeon Jungkook, waktunya bangun dari mimpi. Kau dan dia hanyalah takdir sekilas."

***

"Kau pikir siapa yang menyelamatkanmu secara cuma-cuma selain Paman Lucian. Seharusnya kau berterima kasih padanya telah memberi perintah untuk menghilangkan ingatanmu. Ya, walaupun kau harus mendapat sisi buruk, terlibat dalam pertarungan ini, setidaknya isi hatimu tak ada lagi dirinya."

Lisa mengerutkan dahinya. "Tak ada gunanya juga menceritakan itu padaku, bukan? Aku tak ingat apapun. Miris sekali," lirihnya.

"Apa kau ingat saat Lucian dan Rosé datang membezukmu? Mengapa kau tak heran darimana Lucian dan Rosé kenal? Itu karena Rosé telah berada di naungannya. Lucian mengantarmu pada rumah barumu dan menemuinya. Ia yang menangkapmu tatkala kau nyaris terjatuh.

"Setelah mengetahui apa yang terjadi diantara kalian, Lucian memutuskan untuk membantumu. Ya, tapi dirinya takut hanya akan melukaimu. Pria itu mendapat pesan kalau kau dalam bahaya, ia mengutus Rosé, Jennie, Seulgi untuk menyelamatkanmu.

"Sebuah ide terbesit di pikirannya. Mungkin dengan melibatkanmu pada misinya akan menjauhkanmu dari kesedihan itu. Lucian tau Yanika akan sedih, tapi ia pun peduli padamu. Ia tahu kau tersiksa, fakta bahwa kau dan Jungkook bersaudara.

"Itulah sebabnya Jennie dan Seulgi menakutimu dan terdengar dari getaran suara mereka kalau keduanya sedang ingin menjuruskannmu. Misi berhasil, kau turut masuk kedalam rumah itu dan bertemu dengan Jisoo serta aku.

"Tatkala itu pula aku memaksamu atas perintah Lucian. Ia memang pria keras kepala. Kau beruntung, karena is menyayangimu. Saat ia akan memulai pidato kau tak mengenal wajahnya karena kau lupa siapa dia. Itu hal yang wajar.

"Tapi Jeon Lalisa, hal yang tak wajar adalah bagaimana kau begitu mudahnya dibawa oleh Jungkook? Aku tau seberapa kemampuanmu, seharusnya kau melawannya. Tapi tidak, tidak sedikitpun kau melawannya. Ada apa denganmu?"

Sesaat wanita tersebut menjelaskan panjang lebar, kini ia bertanya mengenai peristiwa di pesta dansa tersebut. Lisa juga menanyakan hal yang sama pada dirinya.

"Aku tak tahu. Saat bibir lembutnya menyentuh bibirku, terasa ringan, seperti hatiku sedang merindukan sesuatu. Lalu ia mengubah ciumannya menjadi bergairah, ia tak memberiku jeda sedikitpun. Setelah itu aku lupa apa yang terjadi, kurasa pingsan."

Irene menatap Lisa, menembus satu persatu dinding pertahanan, ia mencari kebohongan disana, tapi yang ia temukan hanyalah keluguan gadis tak bersalah, gadis tanpa dosa yang terjerumus dalam permainan kasar.

"Maafkan aku," ucap Irene pada akhirnya. Gadis dihadapannya heran mengapa ia berucap seperti itu. "Untuk?" tanya Lisa.

"Telah memisahkanmu dengannya, juga telah membangun iblis dalam dirinya. Maafkan aku."

***

TBC

FugitiveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang