Jungkook menyelipkan alat penyadap pada pakaian Lisa, tanpa izin sang pemilik. Ia hanya tak ingin gadis itu hilang dari jangkauannya. Sebut saja Jungkook egois, protektif, konservasif, hina saja dirinya.
Selama kata-kata itu keluar dari mulut selain Lisa, ia takkan menghiraukannya. Lagipula, kata-kata itu tidak berpengaruh sama sekali padanya. Siapa yang dapat menyakitinya, sementara lelaki itu mendekati kata sempurna.
Lisa baru saja selesai mandi. Rambut yang basah serta tubuh proporsional yang terbaluti handuk. Tanpa disadari Jungkook menjilat bibirnya nikmat.
"Apa yang kau lakukan? Keluar!" pekik Lisa mendapatkan Jungkook masih menetap.
"Ini kamar kita. Aku berhak pula,"
Gadis itu memandang Jungkook aneh, ia tinggal bersama lelaki gila! Lantas Lisa memungut pakaian yang telah disediakan di atas kasur. Ia tak menyadari kalau Jungkook menyelipkan alat penyadap di kerah kemejanya. Ya, ia memakai kemeja berbelang hitam putih, dan celana jeans. Lisa memutuskan untuk mengenakan pakaiannya di kamar kecil.
Jungkook menjajarkan tubuh berototnya dengan bahu Lisa ketika gadis itu telah siap dengan pakaiannya.
Ia menyematkan jemarinya pada jemari Lisa, lantas tersenyum menampilkan deretan gigi putihnya. "Kajja," ajaknya. Yang ditarik pun tak menolak, dipikir kinilah waktu yang tepat 'tuk melarikan diri.
Mereka menaiki mobil mewah milik Jungkook, jangan tanya apa merknya, karena kau pasti tau apa saja merk-merk mobil yang mahal tanpa perlu bertanya.
Lisa menurut, karena ia sudah memikirkan rencana kabur darinya. Tapi itu sia-sia, karena Jungkook telah menyelipkan alat penyadap yang melekat di kerah kemeja Lisa.
Jangan lupa Lisa mengenakan syal kuning. Gara-gara Jungkook, ada hickey di lehernya.
"Kau menutupinya? Dengan syalmu? Seharusnya kau bangga telah mendapat gigitan cinta dariku." Ia berkata dengan percaya diri.
Tidak untuk waktu yang lama, mereka tiba pada taman bermain. Entah mengapa Jungkook membawanya kemari, mungkin masa kanak-kanaknya kurang bahagia.
Ia kembali menyematkan jemarinya pada jemari Lisa. Jika ia selalu mengenggamnya, ia takkan mampu kabur.
"Dulu, aku dan ibuku sering berkunjung ke tempat ini. Dia, ibu yang baik. Penuh kasih sayang, dan peduli pada putranya. Tapi, dia meninggal, karena melahirkan adikku. Sangat menyedihkan, karena ayah membenci adikku tatkala itu.
"Mungkin kebenciannya telah tertutupi oleh nikmat dunia. Aku lupa berapa banyak wanita yang dipacari oleh ayahku," Jungkook berhenti bercerita. Dia tertawa kecil. "Kadang desah demi desahan terdengar. Dan itu memuakkan, sungguh.
"Dia sama sekali tak memikirkan bayinya, adikku, walaupun dia menyewa pengasuh bayi, tetap saja ada petbedaan dimana orang tua peduli atau tak peduli sama sekali.
"Lalu aku bertemu dengan Jung Eunha, karena lokasi dan umur yang tidak beda jauh, kami berteman. Saat itu aku telah mengikuti banyak kompetisi. Saat itu juga pendidikanku maju pesat dari yang lainnya.
"Aku lulus dengan hasil yang memuaskan, setelah kelulusanku ayah datang, dia bilang kalau aku yang akan meneruskannya. Dia bilang kalau penerusnya adalah aku, tapi memang tak ada keraguan karena aku keturunan terakhir keluarga Jeon.
"Melalui Eunha, aku mengenal Mingyu. Melalui Mingyu, aku mengenalmu. Aku menyadari bahwa orang yang selalu meluangkan waktunya untukku adalah Eunha. Tapi kita tidak tau kapan hati terbuka.
"Aku hanya merasa saat itu kau seperti yang sesuatu yang kutemukan."
Kedua tangannya menangkup pipi Lisa. Dia memiringkan kepalanya, hidungnya semakin berdekatan dengan milik Lisa.
Di sebuah taman bermain, mereka berciuman, bibir Jungkook menyentuh bibir Lisa, memagut-magut bibir atas kemudian bibir bawah Lisa, tapi perempuan itu masih terdiam, tak membalas.
Hingga sampai pada tiga menit kemudian, hingga sampai debar di jantung Lisa kembali normal, ia membuka perlahan bibirnya, memberi jalan agar lidah Jungkook masuk dan menemukan lidahnya.
Mereka kembali berciuman, saling memagut dan menarik, seolah tak ingin terlepaskan. Mereka berciuman lama sekali, tak menghiraukan apa-apa, tak menghiraukan tanaman yang berayun kerana angin membelainya.
Alam bahkan menyelaraskan mereka karena energi si pria yang merambat dalam tubuh Lisa. Seolah ada sebuah tali yang tersambung antara jiwanya dan jiwa Jungkook.
Kejadian itu terjadi sangat cepat, Lisa mendorong dada Jungkook saat lelaki itu lengah, dia melarikan diri darinya. Jungkook dengan raut terkejutnya bergegas menghalaunya.
Tungkai Lisa tiba-tiba terpeleset, menyebabkan lilitan sakit di kakinya. Perempuan tersebut meringis kesakitan. Jungkook memperlambat larinya saat mendapatkan Lisa duduk memegangi pergelangan kakinya.
Dia segera mengangkut tubuhnya, "kegiatan kita belum selesai. Kau sudah ingin berlari, hm?" Jungkook tak habis pikir perempuan itu bersikeras ingin meloloskan diri kesekian kalinya.
"Nanti kita lanjutkan di kamar. Ok?" Jungkook mengerling padanya, membuat perempuan itu bergidik ngeri.
***
"Kita telah tiba," tutur Irene pada kawan-kawannya. Mereka telah berkelana demi mencari keberadaan sang sahabat. Ada beberapa alasan mengapa ia—Lisa sangat berharga.
Perempuan itu mengetahui keberadaan organisasi rahasia, perempuan itu seorang teman, dan bagi Bos perempuan itu memang berharga. Selama ini identitas Bos diketahui seluruh anggota Blackvelvet, terkecuali Lisa.
Perempuan itu sudah pasti terkejut saat mengetahuinya.
"Bangtan City. Jadi ini letak dimana Lisa disembunyikan? Sekarang apa yang harus dilakukan?" tanya Jennie.
Rosé menyahut, "aku telah mencari tau identitas orang terdekat Jungkook. Dari dia kita akan mendapatkan informasi tentang Jungkook, itu berarti akan menuntun kita pada Lisa pula. Terakhir saat kuhubungi dirinya, dia berada di klub malam. Jadi, persiapkan diri kalian, kita akan mendatangi tempat terkutuk itu."
Netra Joy beralih pada toko baju di seberang yang masih bercahaya, penjualnya masih disana berharap orang-orang berlalu lalang mungkin ingin berkunjung ke tokonya. "Butuh baju baru? Tepat didepan matamu ada toko baju."
Mereka pun menyeberang jalan, seperti biasa seluruhnya menyapa sang penjual yang menahan kantuknya. "Bibi, apa ada baju yang pantas dipakai untuk pergi ke klub?"
Wanita itu mengangguk pelan. "Bulan ini ada potongan harga."
"Baiklah, Bi, aku beli 16 pasang. Rosé, bayar tagihannya nanti. Wendy, pilih outfit yang pantas dikenakan nanti." Irene memerintahnya. "Oh, simpan kembaliannya."
"Ah, satu lagi Bi. Apa disini ada ruang ganti?" tanya Irene. Wanita itu kembali mengangguk, dia bahkan menawarkan, "kalian butuh make-up dan semacamnya?"
Irene tersenyum tipis dan menggeleng. "Terima kasih. Mungkin lain kali aku akan mencobanya." Wendy pun usai memilih pakaiannya, satu persatu anggota mencobanya, sementara Rosé sibuk membayar tagihannya.
"Waktu kita tidak banyak." Seulgi memperingati.
© thaeryn
KAMU SEDANG MEMBACA
Fugitive
Fanfiction[ WRITTEN IN INDONESIA ] Lisa hanya ingin kehidupannya kembali sederhana. Namun ia terlanjur masuk ke dunia Jeon Jungkook. Tentang Jungkook, dia bukan orang biasa dan dia tidak lemah. Masalah semakin rumit dengan Lisa yang tidak bisa berhenti menci...