24

4.8K 430 21
                                    

^ kakakku kewl bingitz ish 😟

____

Pandangan mereka terkunci. Seolah ada kekuatan yang mengharuskannya untuk tetap memandang netranya. Ia tak mampu mengalihkan tatapannya, Jungkook telah menyihir Lisa dengan cintanya.

"Matamu, mereka seperti dua kolam

Sangat dalam

Aku takut, jika aku menyelam, mungkin aku takkan menghirup udara lagi

Dan senyumanmu

Mentari saja cemburu, dan menolak keluar dari balik awan.

Karena mentari tahu tak bisa bersinar dengan sempurna

Dan suaramu

Suaramu sama indahnya seperti kicauan burung di pagi hari

Kau telah mengajarkanku cinta dan kau sangat sempurna di mataku

Kau membuat hidupku berwarna

Seandainya, kau mengenal paras ini."

Lelaki itu baru saja membacakan sebuah kata-kata indah untuknya. Ia berpikir keras siapa dia sebenarnya, mau apa dia. Apa keberadaan Lisa sangat berarti bagi lelaki itu? Sampai dia tidak beda jauh dengan om-om pedofil.

"Memangnya.. apa yang telah kuperbuat padamu, Jungkook-ssi?" tanya gadis itu ingin tahu. Lelaki itu sontak berhenti memijat kaki gadisnya. Ia diam tak berkutik, namun selang beberapa menit kembali memijat kaki Lisa.

"Jungkook-ssi, apa kau selalu mengacuhkan perkataan orang lain?"

Hatinya serasa mencelos. Ia ingat persis Lisa pernah berkata seperti itu, dengan nada yang sama. Perbedaannya hanyalah saat ini Lisa menatapnya. Ingat saat Jungkook dan Lisa memandang kota Seoul? Saat-saat dimana sesaat lagi lelaki itu mengajaknya menaiki roller coaster.

"Ada apa? Wajahmu suram, apa aku salah berbicara?" tanya Lisa memastikan. Jungkook tersenyum lembut padanya, dan menggeleng. "Dulu kau pernah bertanya seperti itu. Aku hanya merasa nostalgia,"

Lisa yang tadinya duduk, dibaringkanlah dirinya pada kasur empuk. "Diam disini, jangan berulah, kau belum makan, akan kusuapi." Jungkook berjalan keluar kamar, meninggalkan Lisa sendirian disana.

"Aku tak dapat mengingatnya, aku tak mempercayainya. Maafkan aku, aku tak bermaksud menyakitimu."

Dalam hitungan menit lelaki yang baru saja bersinggah di pikiran Lisa kini nyata muncul dari pintu, dia membawa nampan berisi makanan bergizi. "Apa itu porsi keseharianmu? Kau tak membiarkan perutmu menikmati makanan lain yang lebih memuaskan daripada itu?"

Jungkook berjalan kearahnya. Dia mengabaikan pertanyaan Lisa yang seharusnya gadis itu tahu jawabannya. Jadi, tak ada gunanya pula menjawabnya.

"Buka mulutmu."

"Hei, bagaimana bisa aku percaya padamu? Kau makan dulu, bisa saja ada racun didalamnya."

Jungkook menghela nafasnya pelan. "Jika kau mati, aku juga akan mengorbankan diriku. Sekarang, buka mulutmu."

"Aish, jinjja, kenapa kau tidak seperti pria-pria di film? Wanitanya bersikeras tidak mau, lalu kau akan berkata 'Baiklah, itu terserahmu. Kau mau makan atau tidak, kau tanggung sendiri' lalu wanita itu akan menyesal, dan dia memakan makanannya sendiri."

"Aku bukan aktor."

"Kau bukan aktor tapi kau pandai membohongi orang. Bukankah begitu? Tampang sepertimu itu tidak jauh beda dengan om-om pedofil diluar sana." Lisa menepuk pipi Jungkook secara refleks.

Yang ditepuk pun merasa bahagia, sangat. Ia mungkin memang berdusta, bukan hanya tampangnya saja. Lebih tepatnya ia menyembunyikan fakta bahwa keduanya bersaudara. Sampai saat ini ayah Jungkook masih menjadi pendamping hidup sah Yanika.

Jika memang dengan Lisa yang tak mengingat apapun mereka akan bersama, maka seterusnya seperti itu pun tak apa baginya. Jika memang dia harus menyembunyikan fakta itu, kalau mereka bersaudara, dia tak akan mengungkapkannya.

"Boleh aku menciummu sekali lagi?"

**

"Irene eonni, dia orangnya." Yeri menunjukkan seorang lelaki tak berdaya, ia mabuk. Irene menoleh padanya, meyakinkan apakah benar lelaki itu yang menjadi langkah pertama dalam menemukan Lisa.

"Aku tidak tau nama aslinya. Teman-temannya memanggilnya dengan sebutan Jay. Dan sepertinya, dia seumuran dengan Jungkook. Maksudku, lihatlah wajahnya, tampan maksimal!"

Irene berjalan kearah Seulgi. "Aku tak ingin memakai kekerasan. Bawa ini," Irene memberi Seulgi suntikan yang berisi obat bius.

Dia melanjutkan, "sebisa mungkin jangan menggunakan kekerasan. Kita memerlukan pengakuan darinya, informasi mengenai Jeon Jungkook."

"Aye aye, captain!"

Seulgi berjalan pelan kearah Jay. Ia berkata pada sang bartender, "Ahjusshi, pesankan aku satu gelas."

Seulgi tepat dihadapan Jay. Dia memulai aksinya. "Kau sering kesini?" Dia bertanya dengan nada boyish. Jay mengangkat kepalanya yang terasa berat. "Apa pedulimu?" tanya balik dirinya.

"Kukira kau makhluk tak berdaya yang menghabiskan sisa hidupnya didalam tempat berdosa." Ia meneguk segelas air putih yang ia pesan tadi.

"Tempat berdosa? Jika bagimu dosa kenapa kau datang kesini gadis manis?" tanya balik Jay. Seulgi nyaris tersedak minumannya setelah seseorang memanggilnya manis.

"Aku kesini mencari pria tampan yang dapat kuajak bermalam bersama."

"Well, pria itu tepat dihadapanmu."

"Tapi aku seorang noona,"

"Mau noona ataupun dongsaeng, selama kau awet muda pun tak apa."

"Baiklah, kau ingin melakukannya dimana? Disini atau di apartemenku?"

"Aku tak biasa menunjukkan keeahlianku. Kurasa pilihan kedua lebih baik."

Seulgi menyunggingkan senyumnya. Memang benar kelemahan pria adalah wanita. Pria itu mudah sekali dikelabui, rasanya senang rencana berjalan lancar.

Ia melangkahkan kakinya keluar dari klub, Jay membuntutinya. Seulgi membawa Jay menuju jalan sempit. Orang-orang takkan melihat apa yang akan ia perbuat.

Tiba-tiba saja Jay mendorong tubuhnya ke dinding klub bagian luar. Ya, mereka masih di sekitar klub. Dan kawan-kawannya sedang mengawasi mereka dari kejauhan.

Seulgi nyaris dicium bibirnya, namun tangannya langsung menancap tajam suntikan itu tepat di lehernya. Ia merapihkan rambutnya yang sedikit berantakan, dan menghela nafas kasar.

"Brengsek, beraninya kau ingin bermain denganku huh! Akan kucongkel jantungmu bahkan sebelum kau berniat menyetubuhiku!" Tungkainya menendang tanpa ampun tubuh Jay yang terkulai lemas.

Tangannya gatal ingin menghantam lelaki yang jatuh tak sadar itu tanpa ampun. Jennie menahan Seulgi yang merasa sangat marah. Ia merasa harga dirinya direndahkan.

Gadis itu bertutur pada sang leader. "Irene, kenapa kau memberiku obat bius itu. Seharusnya, kau biarkan aku menggunakan tanganku. Detik ini juga dia akan mati di tanganku."

"Karena itu aku tak ingin melihatnya mati, kau pasti kehilangan kendali." Irene menjelaskan dengan tenang.

Irene membalikkan tubuhnya pada kawan-kawannya yang lain. "Nah, sekarang, cari taxi. Yeri, berpura-puralah menjadi pacarnya. Jadi, ia sedang mabuk dan kau mengantarnya sebagai pacar yang baik. Hanya Yeri dan Jaehyun, sisanya cari taxi lain."

***

TBC

FugitiveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang