Yanika melakukan kesalahan dengan meninggalkan Lisa bersama Jungkook. Sekarang dikamar itu hanya ada kebisuan yang sepertinya takkan berujung usai.
Jungkook mengangkat tubuh Lisa menuju ranjang ala bridal. "Jujur, aku muak saat ini. Berlebihan sekali."
Laki-laki itu menurunkan tubuh gadisnya perlahan. "Jangan dekati aku lagi, bodoh. Aku saudarimu." Katanya penuh penekanan. "Kita keluarga. Kau dan aku adalah keluarga," peringatnya.
Jungkook hanya diam tak menggubrisnya. Dia malah melangkahkan kedua tungkainya keluar dari kamar Lisa dengan perasaan hampa.
Gadis itu menatap pintu yang mulai tertutup, yang memisahkan mereka berdua.
Tubuhnya yang sedari tadi duduk tegang akhirnya terhempas lemas pada ranjang empuk. Netranya memandang langit-langit kamar. Dan dengan sekali helaan nafas, dia memejamkan matanya rapat-rapat.
Lisa entah berada dimana. Dia menoleh kekanan kekiri, setiap sisinya berwarna putih. Perasannya seketika khawatir, takut. Karena dia adalah pribadi yang takut akan kesendirian, tanpa ada seorangpun.
Dia melihat seseorang berdiri disana. Dia berteriak memanggilnya dengan kata kata 'hey kau' berkali-kali. Tapi tetap tidak ada respon darinya. Dia pun berlari mengejarnya.
Namun saat jarak bertambah dekat, orang itu lama kelamaan seperti bayang-bayang yang lenyap perlahan. Tangannya berusaha menggapai orang itu, namun tidak bisa.
Lisa terbangun dari mimpinya. Keringat mencucur di dahi serta kedua pelipisnya. Dalam hati dia memberontak kenapa dia selalu memimpikan mimpi yang buruk?
Apakah itu sebuah hukuman?
Lisa beralih pada kursi roda disampingnya. Gadis itu nekat untuk tidak memakainya-lagipula memang jika sering dilatih kaki akan terbiasa.
Jadi dia berdiri perlahan-lahan, dan mulai berjalan pelan dengan kedua tungkai jenjangnya. Dia membuka kenop pintu dan keluar dari ruangan.
Dia pun menutup kenop pintunya, dan beralih pada kamar sebelah yang pintunya sedikit terbuka. Kau tau kamar siapa itu kan. Bukan Lisa jika dia tidak berani mengintip.
Jungkook sedang memangku seorang gadis. Gadis berambut hitam, tapi wajahnya tak terlihat karena terhadang oleh kepala Jungkook. Dasar kepala kelapa.
Dia tidak bisa melihat jelas Jungkook, karena laki-laki itu membelakanginya. Dia ingin sekali menarik Jungkook dari gadis itu, dan membawanya pergi sejauh mungkin dari apapun yang dapat memisahkan mereka berdua-Lisa dan Jungkook.
Rasanya hatinya benar-benar terbakar. Atau mungkin telah hangus bersama dengan jiwanya.
Dia sakit hati. Sakit hati dapat membuat seseorang malas jatuh cinta. Tapi untuk apa jatuh cinta, karena apapun yang jatuh akan hancur.
Pelupuk matanya sudah penuh dengan penumpukan air. Perlahan air itu akan jatuh, jatuh, dan jatuh. Seperti hujan, mungkin akan deras. Atau mungkin hanya rintik-rintik-yang biasa disebut gerimis.
Tungkainya lemas, dan dia tidak bisa menyaksikan pemandangan yang tambah merusak keadaan hatinya terus menerus, dari keadaan hati yang buruk menjadi lebih buruk.
Badannya lunglai. Dia kembali ke kamarnya dengan perasaan kelam suram. Dia ingin menghubungi Lucian, atau Bambam, atau Jisoo, kalau tidak Rosé. Tapi tidak ada ponsel disekitarnya, ataupun alat komunikasi lainnya.
Saat duduk dengan raut tenang, namun mental breakdown-seseorang mengetuk pintu kamarnya.
Ternyata itu adalah ibunya. "Kita kedatangan tamu yang sama, Lalice."
Tolong jangan bilang kalau tamu yang mengunjunginya sekarang adalah yang terakhir kali yang mengunjunginya saat masih berada di rumah sewa itu.
Tolong jangan bilang bahwa dia adalah Kim Mingyu-jangan si brengsek itu.
***
"APA WAJAHMU INGIN KUTAMPAR?!" teriak Lisa merasa kesabarannya telah habis. Mereka bagaikan Tom and Jerry-Mingyu dan Lalisa. Tebakannya tepat sasaran, kalau tamunya adalah Mingyu.
Ini buruk karena Yanika dan Ibu Mingyu memiliki hubungan yang dekat. "Jangan sentuh apapun." Lisa memperingatkan. Mingyu mengangkat kedua tangannya di udara dan berkata, "okay."
Lalisa memegangi perutnya yang keroncongan. "Cepat pesankan makanan lezat."
"Tidak mau."
"Oh, tidak mau ya? Kau tidak mau kudekatkan dengan Eunha?"
"Jangan bawa-bawa dirinya."
"Kenapa? Dia kesayanganmu kan."
"Dulu. Tapi dia mencintai orang lain."
"Ululu, kasihan sekali kau. Wajar memang dia tak mau."
"Yak mulutmu mencerocos terus!"
"Kenapa? Aku senang melakukannya."
"Aku ini memiliki wajah maximal."
"Benar. HAHAHA!"
"Kau ini perempuan bukan, sih, lihat cara bicaramu itu!"
"Lupakan."
"Katakan saja!" teriak Mingyu.
"Oh just shut up."
"Yak katakanlah apa itu!"
"Kau itu terlalu bodoh atau idiot? Sepertinya keduanya. Aku tidak akan memberitahunya, kau terlalu idiot."
Seseorang mengetuk pintu. Entah sudah berapa kali dalam sehari pintu itu diketuk.
"Lisa, ini Jungkook."
Lisa menemukan sesuatu yang berbeda. Pertama, Jungkook memanggilnya Lisa, padahal laki-laki itu biasa memanggilnya Lalice. Kedua, dari bawah pintu dia bisa melihat bayang-bayang kaki kalau Jungkook tidak sendiri, dia membawa seseorang. Ketiga, laki-laki itu tidak lancang masuk dan menjaga sikapnya. Berbeda dengan beberapa jam yang lalu.
"Masuk saja, kakak."
Mingyu terkejut mendengarnya. "Kau memanggilnya kakak? Bukankah kau lahir lebih dulu?"
Lisa tersenyum penuh percaya diri. "Memang. Hanya saja wajahku ini terlihat muda, tidak cocok jika dia memanggilku kakak."
Kenop pintu terbuka. Menampilkan kedua insan yang sudah tidak asing bagi Lisa sekaligus Mingyu.
© chainsther
KAMU SEDANG MEMBACA
Fugitive
Fanfiction[ WRITTEN IN INDONESIA ] Lisa hanya ingin kehidupannya kembali sederhana. Namun ia terlanjur masuk ke dunia Jeon Jungkook. Tentang Jungkook, dia bukan orang biasa dan dia tidak lemah. Masalah semakin rumit dengan Lisa yang tidak bisa berhenti menci...