Kayaknya kita pernah ketemu, deh

93 4 0
                                    


Imel sampai di depan gerbang sekolah, dia mendesah pelan tatkala ingat pesan bunda Laras di rumah tadi.

"Bunda percaya sama kamu Mel, tolong jangan kecewakan bunda dan bunda Nia ya."Imel menganguk patuh.

Dan disinilah Imel sekarang dengan penampilan barunya ia yakin bisa belajar dengan tenang, dia tersenyum simpul, memuji dirinya sendiri. Kamu emang pintar Mel, mulai sekarang kamu bisa belajar dengan rajin disini. Tanpa takut ketahuan...

Penampilan Imel sekarang adalah rambutnya yang biasa di gerai, ia sengaja pangkas pendek, dia juga memakai kaca mata tebal dan menambahkan tahi lalat besar di pipinya. Dia sempat tertawa sendiri tatkala melihat penampilannya di cermin, yang pasti dia sekarang beda.

Imel segera masuk kelas dan mengikuti kegiatan MOS, hari ini adalah hari terakhir dan itu artinya hari terakhir juga buat minta tanda tangan Vano, ia merengut kesal mengingat Vano yang sempat menuduhnya cewek matre. Imel bertekad agar perjodohan ini bisa gagal bukan karena dia yang menolak tapi Vano yang menolak.

"Hai ... kenapa penampilan Lo beda dengan kemarin?" sapa teman sebangkunya Wulan.

"Oh ..tidak kok. Ini sebenarnya penampilan gue sehari hari. "

"Trus kemarin?" tanya wulan mengernyitkan matanya, penasaran.

"Itu ulah saudara. Supaya gue terlihat beda.Tapi nyatanya gue nggak nyaman. "

"Tapi Lo lebih cantik kemarin lho. " Komentar Wulan lagi. Dari awal kenal memang Wulan selalu banyak bicara, Imel berharap cukup sekarang saja dia dekat dengan Wulan, kalau tidak ingin penyamarannya terbongkar.

"Hmmm..." sahut Imel bingung mau jawab apa. Wulan memicingkan matanya lagi curiga, tapi kemudian memilih kembali fokus dengan kesibukannya.

Ketika jam istirahat berbunyi Wulan segera keluar kelas dia setengag berteriak mengajak Imel bareng,

"Iv, kita bareng aja ya minta tanda tangan Vano. Gue rasa hari ini tidak seramai kemarin."

Di sekolahnya Imel memang lebih di kenal dengan nama Ivo nama depannya. Mendengar ajakan Wulan, Ivo malah senang, karena itu akan lebih membantu. Rencananya, dia akan langsung menyerahkan buku ke hadapan Vano tanpa berbicara, biar Wulan saja yang maju.

Tak lama Imel dan Wulan sudah berada di depan kelas Vano yang ternyata masih ramai.

"Kita ke kantin dulu yuk, Iv. " ajak Wulan

"Kamu aja deh Lan. Gue nunggu sini aja. "

"Ya deh. Perut lapar banget nih, tadi tidak sarapan" jawab Wulan sambil berlari menuju kantin.

Saat seperti ini Imel merasa bersyukur, karena dari kecil bunda Laras sudah membiasakan ia dan anak anak panti lainnya untuk sarapan dulu sebelum berangkat sekolah. Hal itu di karenakan tentu saja karena mereka harus mengirit uang jajan.

Vano Pov

Selama dua hari ini aku harus mengadakan jumpa fans dadakan, bagi bagi tanda tangan gratis di sekolah. Ulah siapa lagi kalau bukan Cello sahabatku. Ide bodohnya benar benar menyita waktu. Entah sudah berapa tanda tangan yang aku bubuhkan di buku para junior ku yang begitu antusias menunggu.

"Haus." kataku
tanpa aba aba lalu Chintya mengulurkan sedotan berisi jus jambu kesukaanku, sedang si Cello dengan santainya duduk berpangku tangan di sebelahnya. Aku meliriknya sekilas. Ia nyengir tanpa rasa bersalah, dasar.

"Tinggal 4 lagi kok, Van. Udah jangan manyun gitu. Itung itung latihan ntar kalau Lo jumpa fans."
goda Cello dengan mata mengerling.

"Nama kamu?" tanyaku pada seorang gadis berpenampilan aneh, rambutnya cepak, pakai kaca mata dan dia punya tahi lalat besar di pipi.

reply 2000Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang