Rival

61 5 0
                                    

Taksi berjalan begitu lambat karena di sana sini macet. Jarak yang seharusnya di tempuh hanya beberapa menit harus molor hampir satu jam.

"Sial!!" umpatnya, membuat sopir taksi ketakutan.

Vano tidak sabar mencoba menghubungi Chintya, mencoba mencari informasi tentang posisi Cello dan Imel, aksi Vano memang tidak masuk akal. Dan ketika taksi menepi secepat kilat ia membuka pintu lalu sibuk menelfon Chintya lagi, dia menoleh ke segala arah mencari keberadaan Sahabatnya itu. Hingga akhirnya dia menemukan sahabatnya itu sedang melambai lambai kearahnya.

"Akhirnya kamu datang"sambut Chintya sambil melirik Vano dan Evy bergantian, Evy menyisipkan rambut panjangnya ke belakang sambil tertawa. Vano sibuk melihat sekelilingnya.

"Mereka mana?"Tanya nya tak sabar sambil berkacak pinggang. Pemuda itu membuka kaca mata hitamnya, merapikan rambutnya yang acak-acakan lalu menatap Chintya

"Duduklah."

"Mereka mana, Chin!" Intonasi suara itu meninggi,Vano tampak lelah dan jengkel.

"Kamu kenapa sih, datang-datang langsung marah gitu? Kamu kesini demi mereka?"tanya Chintya kemudian dagunya mengarah ke seberang lapangan,yang kini tengah menampakkan sepasang orang yang terlihat sedang asyik bercengkrama. Rahang Vano mengeras, matanya merah menahan amarah.Tangannya mengepal sempurna.

"Vano...kamu tidak ingin menyapaku?" suara Evy membuat pemuda tampan itu mengalihkan pandangannya.

Mata pemuda itu menyipit sebelum menjawab pertanyaan Evy, "kenapa kamu disini?"

Evy dan Chintya seketika berpandangan, mereka mulai sadar kalau teman mereka saat ini sedang tidak bisa di goda.

"Haruskah kita pindah tempat yang lebih nyaman?"Usul Chintya mencairkan suasana

"perutku sudah minta di isi, gimana kalau kita ke sana? Ada steak enak disan". Tambahnya sambil menunjuk arah berlawanan dari pandangan Vano.Evy mengangguk lalu menarik tangan Vano, Vano terkesiap lalu menatap Evy.

"Ayolah, Van. Anggap saja ini pesta penyambutan kedatanganku, kita lama tidak kumpul seperti ini."

"Oke. Tapi, aku panggil Cello dulu."

Imel POV

"Buat kamu," Cello membuyarkan lamunanku, dia menyorongkan sekotak kado dengan pita pink ke arahku.

"Happy valentine day, aku sayang kamu."

"Cell, tapi...."

"Ini bukan berarti apa-apa kok Mel, anggap saja hadiah dari seorang sahabat." Pemuda itu meraih tanganku lalu menaruh hadiah itu di tanganku. Tapi aku ragu menerimanya.

"Ehemm..." sebuah suara memecah obrolan kami. Saat aku sadar siapa yang datang dengan reflek tanganku menjauh dari Cello, ku lirik perubahan wajah Cello. Suram.

"Ternyata kamu di sini. Pantas aku tunggu tidak datang" pemuda itu tersenyum menepuk pundak Cello lalu melirikku.

Dia sedang marah, senyumnya mengerikan.

"Kita 'kan sudah bicarakan ini sebelumnya."Cello berdiri sambil merangkul ku, membuatku shock karena tak menduga sebelumnya. Jantungku kali ini terpacu sangat cepat.

"Jadi ini alasannya. Baiklah, sebaiknya kamu kenalkan dia secara resmi pada kami. Di sana evy dan Chintya sudah menunggu, kita akan merayakan valentine ini bersama sama." ucap Vano sambil berjalan ke seberang lapangan.

"Makasih Van, tapi malam ini aku sama dia di sini saja."

Langkah Vano terhenti, ia berbalik menatap kami. Wajahnya mengeras.

reply 2000Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang