reuni time

77 4 0
                                    


Desember 2011

   Bangunan itu bergaya eropa. Hal itu terlihat dari dinding bangunan yang di dominasi warna putih serta interior yang elegan yang di selingi sedikit sentuhan klasik di dalamnya.

Terdapat pula spot cafe di dalamnya yang cocok sekali di jadikan tempat nongkrong bersama teman maupun keluarga. Di sini lah kini ia berada. Setelah memarkir mobilnya, pemuda itu akhirnya memutuskan masuk. Setelah hampir berpikir seharian apakah akan menghadiri reuni yang entah terakhir kaan ia ikuti.

Pemuda itu melangkah ke spot cafe, matanya menatap satu persatu pengunjung yang datang berharap segera menemukan teman-temannya. Suasana cukup ramai mungkin karena weekend sehingga pengunjung membludak.

"Bener reuni nya di sini, Chin?" Pada akhirnya pemuda itu mencari langsung dengan menelfon Chintya.

Vano melangkah ke dalam setelah mendapatkan penjelasan manajernya itu. Ia naik ke lantai dua seperti yang di katakan Chintya. Ia menoleh setelah ada yang memanggil namanya.

"Harusnya tadi bareng gue aja." Sambut Chintya. Wanita berhidung mancung itu kini memakai dress panjang warna merah muda tanpa lengan dan rambutnya di biarkan tergerai, manis sekali.

"Katanya Lo di jemput Cello. " jawab Vano kemudian sambil mengikuti langkah Chintya.

"Ah ... kalian kayak anak kecil. Berantem gara-gara cewek."

"Gue balik nih." Ancam Vano yang seketika membuat sahabatnya itu merengut.

"Jangan dong. Canda kali."

Vano mendesah mengangkat bahunya.

"Gue nggak bakal ngungkit lagi, deh. Janji. " Seru Chintya sambil meraih lengan Vano mengajaknya ke ruang yang lebih privat.

Di dalam sudah ramai sekali. Ada beberapa orang yang sengaja memanggilnya, membuatnya mau tak mau tersenyum. Ia lalu di sambut dengan tepuk tangan riuh teman-temannya. Mereka bersalaman. Hingga pada akhirnya ia harus bersalaman  dengan  pria berkaca mata pakai baju batik yang duduk di di ujung meja. Vano sudah menduga pada akhirnya mereka akan bertemu, tapi lelaki tampan itu tidak menduga bahwa rasa hatinya masih sama. Ada rasa kesal yang masih tersisa di sana. mereka saling menatap dalam diam, lalu bersalaman kikuk.

"Lama tidak bertemu" sapa Cello mencoba tersenyum, Vano menjawab sekilas kemudian memilih duduk dekat Chintya. Ia tidak sadar ada sepasang mata yang terus memperhatikannya sejak dia muncul.

"Aku kira artis kita gak bakal datang, secara dia orang sibuk." goda pria gembul agak gondrong yang sedang asyik mengunyah makananya.

"Dia sebenarnya ada syuting lho. Tapi demi kalian ... dia menundanya. Kurang baik apa coba Vano?" puji Chintya sambil melirik pemuda itu.

"Oh iya.  Ivo apa kabar ya? dia kayak hilang di telan bumi," tiba-tiba Wulan nyletuk. "Apa kalian tidak saling kontek sama dia?" lanjutnya pada Cello dan Vano bergantian,

Cellopura-pura melepas kaca matanya, sedang Vano menyesap segelas jus jambu yang tadinya sudah ia letakkan.
Sementara itu Tari mencoba memberi kode pada Wulan untuk diam, tapi kayaknya Wulan tidak ngeh, dia terus saja berbicara tanpa tahu suasana semakin canggung.

"Dia harusnya ngasih kabar ke aku. Aku janji akan memberi perhitungan kalau suatu saat ketemu dia. Enak aja tanpa alasan tiba-tiba pindah sekolah. Padahal hari itu dia janji mau traktir...

Flasback

Wajah Imel memerah setelah istirahat, hatinya dag dig dug tak karuan. Dia terus tersenyum membuat Tari dan Wulan bingung.

"Kenapa nih bocah?"tanya Tari pada Wulan. Yang di tanya mengangkat bahunya sambil tetap fokus membolak-balik majalah.

"Iv ... Kamu baik-baik saja kan?" Panggil Wulan pelan.

"Oh ... iya. Kenapa LAN?" Imel tersadar juga dari lamunannya. Ia lalu memandang Tari dan Wulan begantian. Wulan menggeleng.

Imel kembali melamun, Ia ingat tadi bertemu Vano di rooftop. Sudah menjadi kebiasaan Imel membawa bekal ke sekolah dan ia lebih suka memakannya di Rooftop sambil menikmati semilir angin, tadi saat asyik makan tanpa dia sangka sendoknya di rebut seseorang. Gadis itu mendongak kaget, apalagi tatkala sesendok nasi goreng sudah meluncur bebas ke mulut Vano. Tanpa sungkan pemuda berwajah menawan itu nasi goreng buatannya.

"Enak," Puji lelaki itu. "Kamu sendiri yang buat?"tanya Vano sambil kembali menyendok nasi itu dari tempat bekal Imel.

Sejenak Imel terpesona.Lalu ia sadar Vano sudah menghabiskan hampir separuh nasi gorengnya.

Kamu apa apaan? aku belum makan!"

"Minumnya dong." Pinta Vano tanpa menghiraukan wajah Imel yang menegang sejak tadi ,reflek Imel menyembunyikan air minumnya.

"Kalau aku tersedak di sini lalu pingsan kamu mau tanggung jawab?" ancam Vano.

"Kok kamu nggak ada sungkan- sungkannya ya?itu nasi goreng aku. Sekarang malah minuman. Nggak boleh!"

Vano menyeriangai, lalu merebut minuman botol Imel,meneguknya sampai setengah botol lalu mengembalikan ke tangan Imel.

"Kamu kasar banget sih!" umpat Imel, Vano malah memilih duduk di samping Imel. Imel bergeser menjauh.

"Aku penasaran saja kenapa tiap hari kamu memilih makan di sini. Kamu bukan cewek introverd kan? Yang lebih senang menyendiri dari pada rame-rame."

Imel mengernyit, dia memang tiap istirahat memilih di sini. Tapi bukan karena dia introverd, tapi lebih ke kurang pedean dia. Imel tahu teman temannya mempunyai uang yang lebih dan Imel sadar dia tidak mempunyai itu semua.

"Bukan urusan kamu!!" jawab Imel ketus.

"Besok kamu bawa apa? Kalau kemarin kan telur dadar?" Imel langsung menghentikan makannya, memutar badannya hingga berhadapan dengan Vano. Vano tersenyum membalas tatapannya.

"Kamu menguntitku?"

"Hahaha ... sebelum kamu sekolah di sini, aku sudah sering disini." jelas Vano, Imel tak percaya.

"Lalu kenapa baru sekarang kamu muncul,kenapa kemarin-kemarin tidak?"

"Itu ... itu ... karena aku terlalu lapar. Ya ... sebelumnya aku cuma tidur saja di situ."elak Vano sambil menunjuk ke arah samping yang terdapat bangku panjang di sana. Imel mengikuti tangan Vano. Dia kaget karena jarak mereka tidak terlalu jauh. Bagaimana selama ini dia tidak sadar kalau ada Vano di sana? Imel jadi ingat ia sempat memaki maki Vano saat awal sekolah di sini,dan ... Imel pernah mencopot penyamaranya di sini. Gadis itu membungkam mulutnya seketika, dia berharap semoga saat itu Vano tidak disana.

"Besok masak yang banyak ya."kata Vano membuyarkan lamunan Imel.

"Buat apa?"

"Kayaknya aku cocok dengan masakan kamu. Nanti kita makan sama-sama di sini "jelas Vano. Imel kembali tertegun. Tapi dia segera sadar, kalau di sini dia tidak boleh dekat dengan Vano, cowok yang jelas jelas sudah menolaknya.

"  Memang kamu siapa? Lagian, aku nggak mau kalau ada yang salah paham. Toh makanan di kantin juga banyak. Uang kamu pasti lebih kalau di bawa ke sana."tolak Imel kemudian berdiri.

"Siapa yang salah paham? Oh,sepertinya kamu yang salah paham. Oke, aku bakal ganti tiap porsi makanan yang kamu buat. Gimana?" Vano ikut berdiri lalu mulai melangkah pergi dan berbalik lagi.

"Kamu lebih cantik kalau pakai wajah asli kamu,tanpa tompel itu." Kata Vano tersenyum kemudian pergi.

Imel melongo...

Sejak saat itu Vano dan Imel sering makan bersama, bahkan Vano tidak lagi mengungkit masalah penyamaran Imel dan membahas rencana perjodohan mereka. Hal itu malah membuat Imel lebih nyaman, dia mulai bisa mengenal kepribadian Vano lebih dalam dan diam-diam mengaguminya.

reply 2000Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang